"Lo bilang ngga boleh ada yang nyakitin gw. Tapi nyatanya malah lo sendiri yang nyakitin gw. Bisa ngga sih hidup lo jangan kebanyakan bullshit"
~VionaVasilla
***Terdengar suara teriakan dan rintihan dari arah jalanan. Ervan yang sedang membaca novel Mariposapun langsung menoleh kekanan kekiri, memastikan tangisan itu bukan berasal dari sini. Dengan rasa penasaran Ervan turun kelantai bawah untuk memastikan dari mana suara itu berasal.
Belum sempat Ervan membuka kenop pintu. Ibu paruh baya datang dan tersenyum ke arah Ervan.
"Mau kemana kamu" tanya ibu paruh baya itu yang ternyata bunda Ervan.
"Itu bunda ngga denger suara orang nangis? Suaranya kaya suara Viona bun" jelas Ervan.
Seketika Lisa melongo dengan rasa khawatir bercampu aduk.
"Yaudah bunda ikut" ujar Lisa.Setelah itu langsung lah Ervan dan Lisa keluar dengan terburu-buru. Pintu pagar yang menjulang tinggi tidak bisa memperlihatkan ada sosok apa di luar pagar.
'Krek'
Pintu pagar terbuka. Dan bertapa terkejutnya Ervan dan Bundanya saat melihat seorang gadis menangis tersungkur di tengah-tengah jalan heningnya malam.
"Viona" teriak Lisa panik.
Lisa langsung memeluk gadis itu . Viona masih menangis dan berteriak menyebut Papah dan Mamahnya. Tangisannya mendadak berhenti ketika Lisa mengeratkan pelukannya. Rasa hangat menjalar di tubuh Viona, ia mulai diam dan permata bening itu mulai berhenti membasahi pipi Viona.
"Kamu kenapa nak" tanya Lisa lembut.
"Ma...mah. pa..pah pergi tinggalin hiks hiks Vio. Vio benci hiks benci. Kenapa Vio harus lahir dari orang tua sejahat mereka kenapa" ujar Viona dengan tangisan lemah.
Ervan diam, begitupun dengan Bunda Lisa. Mereka berdua sangat mengerti dan paham bagaimana latar belakang keluarga Viona yang sangat kacau setelah kepergihan Sonya.
Lisa melepas pelukannya perlahan, dan mulai membantu Viona bangkit dari duduk tersungkurnya.
"Yuk tante anter pulang. Sekarang anggep tante mamah Ervan, Dika, Iqbal dan kamu juga ya" ujar Lisa dengan senyuman tulus.
"Kan tante juga pengen punya anak perempuan. Anak tante laki-laki semua" ujar Lisa.
Mendengar hal itu, Viona tersenyum sangat tipis bahkan hampir tidak terlihat. Ia sangat bersyukur kepada tuhan, bahwa masih ada orang yang peduli dengan dirinya, bahkan kakanya.
Viona mengangguk dan mulai berjalan munuju rumahnya di ikuti oleh Ervan dan Lisa.
Malam terasa lebih dingin. Suara barang berjatuhan terdengar dari arah dalam rumah. Viona yang panik langsung menendang pintu rumsh hingga terbuka sempurna.
Terlihat seorang lelaki bersandar pada dinding putih dengan barang-barang yang bergeletakan di mana-mana.
Lelaki itu membuka kacamatanya dan mulai menangis tanpa suara, rasa sakit dan bencinya berkecamuk menjadi satu.
"Kakak...." teriak Viona dan langsung menarik lelaki itu dalam pelukannya.
Kakak beradik ini menangis sejadi-jadinya sampai tak sadar jika Lisa dan Ervan sedari tadi membersihkan barang-barang yang bergeletakan di ruang utama rumahnya.
"Bang Iqbal.." panggil Ervan.
Iqbal yang mendengar suara asing langsung mrngambil kacamata dan menghapus air matanya.
"Ervan. Tante Lisa" ujar Iqbal terkejut.
"Iya ini gw sama bunda bang" ujar Ervan dengan senyuman manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Hujan Terakhir
Losowe*** "Lo yang buat gw jatuh cinta dan lo juga yang buat gw patah hati. Mau lo apa si Van" isak gadis bernama Viona. "Mau gw. Lo lupain gw, dan anggap kita ngga pernah kenal" ketus Ervan. "Oke lo bukan sahabat gw dan gw nyesel pernah kenal, suka bahka...