Chapter8. Kepergihan

34 12 2
                                    

Suasana pagi ini begitu sunyi. Viona yang memutuskan untuk izin di sekolah segera membasuh wajahnya. Mata nya terlihat seperti panda karena semalaman ia menangis tak henti. Yaa sekarang ia sadar, mau menangis sekencang apapun tidak akan membuat Iqbal membatalkan kepergihannya ke negri padang pasir, Mesir.

  Viona keluar dari kamar  mandi menggunakan setelan hudie kuning dan celana jeans hitam. Ia membuka kenop pintu dan menatap acuh ke arah Iqbal yang mendorong lima koper berisi harta pemberian bonyok mereka.

"Kakak bakal pulang dua bulan sekali kok de. Oh ya ini uang buat kamu selama kakak menuntut ilmu di negri tetangga ya" ujar Iqbal kemudian berjakan mendekap Viona.

"Jangan lupain Viona ya bang" ujar Viona kemudian membalas dekapan Iqbal.

  Keduanya pun melepas pelukan. Kemudian Viona membantu Iqbal memasukan barang-barangnya. Dan Ervanpun turut membantu, karens setelah kejadian Viona menangis semalaman. Ervan tidak kuat untyk pulang karena kelopak matanya sudah memaksanya untuk istirahat, dan alhasil Ervan menginap di rumah Viona.

"Ngga ada yang ketinggalan bang?"tanya Ervan.

"Ngga ada kayanya. Sebelum gw pergi buat cari jodoh. Upss cari ilmu gw titip Viona Vasilla yang terulalala cantik membahana dan ogep kemana-mana"ujar Iqbal membuat Ervan sedikit terkekeh dan membuat Viona mengerucutkan kedua bibir mungilnya.

"Julukan baru lagi?? Aelah jahad lo bang. Waktu itu bilang Viona Vasilla yang pendek adik kurcaci kembaran ratu medusa. Eh sekarang  Viona Vasilla yang terullala cantik membahana dan ogeb kemana-mana.  Ngeselin emang" tutur Viona dengan nada sebal.

"Yee. Ngambek yaudah ayo berangkat satu jam lagi penerbangan"ujar Iqbal dan di balas anggukan oleh Viona dan Ervan.

***

"Abang pergi dulu ya. Doain siapa tau dapet banyak ilmu dan jodoh di sana" ujar Iqbal di sertai kekehan kecil.

"Iss kesono mau nyari jodoh doang kali ya" sebal Viona.

"Iya si tapi ngga sepenuhnya bener. Yaudah nanti kakak kenalin deh sama orang sono sapa tau lope lope" canda Iqbal yang otomatis membuat Ervan dan Viona tertawa.

  Tetapi di balik tawa itu banya kesedihan yang belum terselesaikan di hati Viona. Apalagi jika sudah berurusan dengan hati, mungkin Viona akan berada dalam Zona friendzone untuk jangka yang cukup panjang.

  Viona menatap Ervan penuh makna. Turnamen bulu tangkisnya tinggal tiga minggu lagi, ia harus benar-benar kuat untuk mempersiapkan diri. Apalagi Iqbal sudah jauh dari dirinya setelah pesawat yang Iqbal tumpangi lepas landas.

"Van. Balik yu"ajak Viona dan di balas anggukan oleh Ervan.

Sepanjang perjalanan Viona selalu memandang langit, langit ysng tidak ada lelashnya untuk berada di atas. Walaupun ia tahu lapisan gas-gak tak berguna sudah membuat atmosfer kian menipis. Hingga akhirnya Ervan membuka pembicaraan.

"Vii tolong bantuin gw deketin Almeta dong. Gw ngga bisa hidup tanpa dia Vi. Lo kan tau gw udah suka sama Almeta dari sebulan yang lalu" jelas Ervan dengan pokus yang masih tertuju pada jalanan.

  Viona menghembuskan nafas kasar, ia menahan mati-matian agar tidak menangis. Pasalnya, Viona kerap kali di minta bantuan oleh Ervan untuk membantu Ervan mendekati Almeta. Dan tanpa Ervan sadari, Viona satu-satunya pihak yang tersakiti akibat kejadian Friendzone ini.

'Lo baru sebulan aja udah kek gini. Apalagi gw Van udah sepuluh tahun suka sama lo tapi ngga pernah dapet balasan' batin Viona sambil menshan sakit hati yang bertubi-tubi.

"Vi. Kok diem. Bantuin ya pleaseeee" mohon Ervan dan akhirnya Viona pasrah . Membiarkan dirinya menderita dan mrmbuan Sahabat sekaligus pujaan hatinya bahagia.

Rintik Hujan Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang