Chapter 1. Viona

170 40 24
                                    

*
Kalau, kamu ngga ada mungkin aku ngga perlu cape-cape lari. Yah, lari dari kenyataan.
*

"Assalamualaikum. Ervan, van, Ervan..."ketuk ģadis bernama Viona.

"Van"

'Toktoktok'

"Van...Ervan"

'Toktoktok'

Viona melirik ke arah kenop pintu. Ia menghela nafas berat dan berusaha untuk tenang sambil terus mengetuk-ketuk pintu rumah Ervan.

"Ervan... van. Segitu marahnya kah lo sama gw. Sampe-sampe gw ngetok pintu dari tadi ngga lo bukain? Gw bilangin tante lisa baru tau rasa" teriak Viona kesal.

Petir menggelegar, hujan turun membungkus tempat dimana Viona berdiri. Tak lama, pintu rumah Ervan terbuka. Terlihat seorang cowo memandang Viona dengan tatapan tajam. Kantung mata cowo itu terlihat begitu jelas, rambut yang  berantakan dan seragam yang di keluarkan. Menimbulkan aura badboy pada seluruh tubuh Ervan yang hampir sempurna. Yah hampir, kalau saja penampilannya tidak berantakan seperti ini mungkin kadar tampan Ervan akan melebihi oppa oppa korea.

"Waalaikumsalam Udah. Teriak-teriaknya? Pagi-pagi bikin mood gw ancur aja" ketus Ervan.

Viona menatap sinis ke arah Ervan. Sebelum, ia mengambil dua buah novel tebal dari dalam ransel, dan salah satunya ia berikan kepada Ervan yang memang menginginkan novel itu beberapa hari yang lalu.

"Cih cowo bisa ngambek emangnya? baperan dasar Yaudah nih novel Mariposa. Lo pengen baca kan waktu itu? Cuma gw larang. Tu mumpeng Viona Vasilla yang cantik imut membahana ini lagi baik" Viona melemparkan novel bersampul ungu ke arah Ervan. Setelah melempar novel, Viona pergi membuka pintu mobil dengan senyum yang amat jahil.

Ervan menatap malas ke arah novel yang berjudul MARIPOSA, sebelum ia memasukan novel itu ke dalam ransel. Ervan masih kesal sekaligus jengkel terhadap sikap Viona yang terbilang sedikit seenaknya pada dirinya.

"Kemaren-kemaren ngelarang katanya ini novel khusus cewe. Cowo ngga boleh baca. Eh pas sekarang? Dia yang ngasih ke gw ? Hadeuh kesambet setan apa tuh anak" keluh Ervan.

Ervan membuka pintu mobilnya. Ia menatap Viona dengan malas, dan mulai menginjak pedal gas. Mobil yang Ervan dan Viona tumpangi kini membelah keheningan di antara rintik-rintik hujan.

***

"Ervaaaann Vio turun sini aja ya. Vio ngga mau turun di parkiran" manja Viona.

"Ini masih hujan Viona"Ervan menahan Viona yang hendak keluar.

"Biarin. Yaudah Ervan turun di sini aja yaaa. Ervann" manja Viona sambil menggoyang-goyangkan lengan kanan Ervan.

Ervan memutar bola matanya malas, ia mengalah dan mulai menepikan mobil silver miliknya. Viona tersenyum jahil, sebelum keluar dari mobil, Viona juga menyempatkan diri mencubit hidung Ervan yang memang terlihat mancung.

"Jangan ngambek mulu. Nanti jodoh lo di ambil pak Tono baru tau rasa lo" canda Viona.

"Ngaco. Ngga bakalan lah, Pak Tono juga udah punya bini kali. Ngga bakalan pak Tono ambil jodoh gw. Gila kali ya lo" jawab Ervan kesal.

  Sebelum emosi Ervan semakin meledak-ledak. Viona memutuskan untuk berlari meninggalkan  halte tempat ia turun, agar tidak terkena amukan Ervan. Pada saat itu suasana di sekitar sekolah mendung, beberapa kilat menyambar di langit-langit yang membuat Viona semakin cepat berlari meninggalkan Ervan.

"Vio lo deng..." belum selesai Ervan bicara. Viona sudah menghilang dari tempat itu. Hal ini membuat sosok Ervan menjadi sangat emosional terhadap atlet badminton cantik yang bernama Viona Vasilla.

Rintik Hujan Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang