Sepi dan gelap, begitulah kondisi kamar kost Nafara sore ini. Ia merasa lelah karena hari ini banyak yang mengajaknya bicara. Memang seperti itulah adanya, Nafara bukannya tidak mau berbicara, tapi dia hanya malas berinteraksi jika tidak ada hal penting. Wajah yang selalu diperlihatkan datar tanpa ekspresi adalah tamengnya ketika ada yang mengajaknya bicara, hingga orang itu sendiri yang memutuskan menyerah berbicara dengan Nafara.
Dan untuk mengembalikan energinya, gelap dan sepi yang ia butuhkan saat ini.
Nafara hanya merebahkan diri di kasur, menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru pudar itu dengan tatapan mata yang kosong. Pikirannya menjelajah bebas, hingga dadanya tiba-tiba terasa sesak. Ia pastikan, sebentar lagi akan menangis.
Segera, ia meraih ponsel yang berada di nakas, lebih memilih menghabiskan waktu berselancar di media sosial. Begitulah cara Nafara mengalihkan rasa sedihnya, daripada ia menangis lagi, lagi, dan lagi, lebih baik dia menahannya saja. Ia bahkan sudah muak dengan air matanya yang hampir keluar setiap hari.
Satu bulan ini kesedihannya kembali hadir, tepat saat ia tahu bahwa sang Ibu melahirkan anak dari suami barunya. Sedangkan sang Ayah satu bulan lalu memberi tahu akan menetap di Singapura dengan waktu yang bisa Nafara pastikan akan sangat lama.
Padahal sejak memasuki jenjang perkuliahan --dua tahun lalu-- ia sudah mulai biasa saja mengingat orang tuanya bercerai lima tahun yang lalu ---dan memilih tinggal bersama sang Ayah-- tapi mengingat bahwa ia semakin jauh dengan orang tuanya membuat Nafara sedih.
Ia benar-benar sendirian menghadapi dunia yang fana ini.
naf @srndpty
nobody cares abt me :)naf @srndpty
i'm alonenaf @srndpty
why they r leave menaf @srndpty
it hurtsNafara tersenyum sedih membaca cuitannya di twitter. Menghela napas lirih, ia bangkit dari tempat tidurnya berencana untuk membersihkan diri, mengingat sore akan segera berganti malam. Apalagi air di kamar mandinya sedang macet dan baru akan diperbaiki besok, semoga saja kamar mandi umum kostnya tak sedang ramai dan berjubel, mengingat bahwa semua kamar di kostan ini mengalami kendala yang sama.
Saat akan membuka pintu kamar mandi, ia terkejut mendapati pintu kamar mandi di sebelahnya terbuka.
"Eh, hai Naf. Lama nggak kelihatan," sapa seorang laki-laki yang baru saja keluar dari kamar mandi itu dengan ramah.
Nafara hanya membalas dengan anggukan, "Duluan," kata Nafara datar lalu masuk ke dalam kamar mandi.
"O-oh, oke." Nafara masih bisa mendengar laki-laki itu, bahkan ia lupa nama tetangga kostnya itu. Kost yang di tempati ini memang untuk laki-laki dan perempuan. Nafara sengaja memilihnya --yang sempat ditentang sang ayah-- karena di sini tak ada jam malam. Ia jelas membutuhkan ini, karena kadang Nafara perlu keluar tengah malam hanya untuk menjernihkan pikirannya yang kacau.
***
Nafara lupa dengan yang satu ini, masih banyak yang peduli dengannya walaupun mereka tidak berada di dunia nyatanya, bukan hantu atau semacamnya. Tapi teman-teman onlinenya.
naf @srndpty
nobody cares abt me :)- tara @tarabkntaro
siapa bilangg, aku peduli ish😠- nopi @brzzzu
nononono, i careee.- ' @fakualam
gosah ngadi-ngadi luu, w peduli gini ko.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amaryllis Triumph
Roman d'amour⚠🚫Triggered Warning⚠️🚫 Cerita ini mengandung unsur sensitif (mental health issues, beberapa adegan kasar, dan kata-kata kasar) jadi, dimohon dengan sangat kebijakan dan kedewasaan pembaca. Terima kasih :) Nafara terlalu pandai menghindar dari kera...