Desas-desus

4.6K 613 16
                                    

Jam perkuliahan di hari senin. Lisa duduk di bangku kedua seperti biasa. Memperhatikan dosen dengan kadang fokus, kadang mikir menu masakan yang ingin dicoba, kadang mikirin pengen pulang ke Bandung, kadang juga memperhatikan teman-temannya yang terkantuk-kantuk. Terutama teman-temannya yang duduk di bagian belakang. Mereka yang duduk disana kebanyakan sengaja untuk tidur. Apalagi akhir-akhir ini sedang sibuk-sibuknya kegiatan organisasi, banyak rapat sampai larut, padahal illegal tuh, akhirnya di kelas pada tumbang. Hebatnya teman sekelas ini saling nutup-nutupin kalau ada yang ketiduran karena kesibukan tadi, jangan sampai ketahuan dosen dan jadi masalah deh itu kegiatan organisasi. Bisa panjang urusan.

Eh ada juga sih orang-orang yang tidak aktif organisasi tapi tetap ketiduran di kelas. Arkana Adyasta salah satunya. Walau pun alasan ketidurannya kali ini sedikit ada faedahnya. Dia bergadang ngebut menyelesaikan tugas-tugasnya yang banyak. Tugas utama plus tugas-tugas tambahan sebagai hukuman, resume jurnal-jurnal internasional. Tumbang deh.

Ngomong-ngomong sepulang dari Jakarta kemarin. Lisa kembali kena musibah. Musibah yang dimaksud adalah ia baru tahu kalau Arkana memposting mukanya di Instagram dan membuat dirinya jadi bahan desas-desus lagi.

Lisa menghela nafas beratnya. Memang sudah ia duga, dekat-dekat dengan laki-laki itu tidak akan mudah. Ia di introgasi anak-anak kepo di UKM seperti biasa, teman-teman dekatnya juga, maksudnya Ochi, Jeni, sama Ka Mia, ya siapa lagi memang temannya. Capek harus menjelaskan hal yang sama, kalau dia tuh tidak ada apa-apa dengan Arkana.

Tidak tahu lah, harus bagaimana lagi agar seorang Arkana tahu kalau dirinya tidak nyaman. Terlepas dari belakangan mereka bisa dibilang cukup akrab. Yah Arkana tetap Arkana yang menyebalkan.

Kalau sudah begini, mana mau Lisa keluar dari kelas untuk sekedar ke kantin. Untungnya ia membawa bekal.

"Lu ga ke kantin, Lis?" Ochi yang bangkit dari duduknya bertanya karena Lisa masih belum beranjak saat jam perkuliahan sudah usai dan waktunya makan siang.

"Males gue."

"Kenapa?"

Masa harus dijelaskan sih. Tapi Lisa seperti biasa, tidak mau banyak omong. "Males aja."

"Gara-gara lagi hot digosipin ya?" Kata malah Ochi terkekeh. Emang jahat tuh orang. "Yaudah. Nanti ketemu di kelas praktikum ya. Gue mau nyamperin Wondi juga, sih."

Kalau Jeni memang sudah pamitan buru-buru mau nyamperin bucinnya tadi.

"Okay."

Seperginya Ochi, dan hampir seluruh teman kelasnya juga sudah keluar, Lisa menumpukan dagunya ditelapak tangan. Dia hanya mengeluarkan susu kotaknya saja, sementara kotak bekalnya masih di dalam goodybag.

Hingga kemudian kursi disampingnya terisi. Tidak kaget lagi Lisa dengan munculnya makhluk itu. Ia hanya menghela nafasnya. Malas.

"Ga bawa bekel emang?" Seolah tidak ada yang salah, laki-laki itu berkata.

"Bawa."

"Ko ga makan. Laper nih gue Lis. Ga sempet sarapan."

Rada-rada gatau malu ya.

Lisa menghela nafasnya. Tidak seperti biasa ia mendebat Arkana. Ia kemudian mengeluarkan bekalnya lalu diletakan di depan Arkana. Lisa hanya kembali pada susu kotaknya.

"Tumben bawa susu. Bukannya itu buat anak itu ya?"

"Ga ketemu." Jawab Lisa karena memang tadi dia tidak melihat anak laki-laki yang biasa ia temui itu.

Arkana memperhatikan raut muka gadis itu. Kenapa sih?

"Makan ya." Bukannya mau sok cuek sih. Cuman Arkana memang kelaparan.

ENIGMA - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang