α. Phoenix

3K 169 8
                                    

Fantasy aksi

Taekook

Minyoon

Namjin

BxB

Yaoi

Shounen Ai

BoysLove

Warning; Terinspirasi dari The untamed dan beberapa film mitologi, jika ada beberapa scene yang mirip, mohon dimaklumi.

Enggak ngurus sama homophobic.
Muntah ya rasain aja, aku enggak ikut-ikutan:v

1.Phoenix—

Phoenix—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💜💜💜

Cahaya temaram serta bebauan khas bangunan tua menusuk penciuman adalah opsi yang paling mencolok diruangan penuh debu itu. Ditengahnya, terdapat gambar pemfokus cukup besar yang terlihat sudah demikian kusam. Sedikit menghilang dibeberapa bagian.

Sosok berjubah hitam menyeret langkah memasuki ruangan tersebut. Tertatih begitu memprihatinkan bahkan hingga terdengar bunyi seokkan—bunyi gesekan antara lantai mester tua dengan sepatu kumalnya.

Dia berhenti tepat ditengah gambar pentagram itu, sedikit berdecak mengetahui karyanya mulai memudar tak terawat. Berjongkok adalah pilihannya kemudian, mengambil kapur merah dari dalam saku jubahnya dan mulai menggerakkan tangan sealur gambar pemfokus itu terbentang.

Mengikuti garis, menebalkan kembali pemfokus buatannya agar sajian ritualnya tak ada kecacatan sedikitpun.

Pekerjaan ini cukup familiar sebenarnya, hanya saja dia merasa sangat gugup untuk beberapa alasan. Tenggorokannya terasa kering seiring tangan berkeringatnya yang bergerak semakin jauh.

Diantara penggoresan gambar kedua dan ketiga yang saling berhubungan, sosok itu merasa perutnya kian mengejang. Telapak tangannya semakin basah oleh keringat membuat kapur tulisnya menjadi licin tak terkendali.

Namun dia tetap pada pendirian. Tidak akan goyah perihal niatan awalnya.

Sebenarnya, gambar pemfokus adalah pemurnian pentacle dan simbol-simbol mistis dari masa-masa kelam dunia sihir. Merupakan perwujudan berbentuk diagram dari beberapa aspek mantra yang digunakan, sebagian besarnya adalah aspek mengendalikan dan membatasi.

Sosok itu terlihat begitu fokus— penuh ketelitian juga kepuasan saat karyanya telah tergambar sempurna. Dia mengambil kendi berisi abu Sang Keabadian, meletakkannya pada salah satu simbol kebangkitan dari pemfokus yang ia gambar.

Sosok berjubah hitam itu kemudian berdiri meski sedikit tertatih, menampakkan jelas kecacatan pada salah satu kakinya yang tertutup jubah hitamnya.

Dia kemudian memejamkan mata.

Berkonsentrasi penuh melatih kembali elemen mantra yang akan diucapkannya. Sebisa mungkin menghindari titik kegagalan yang akan menghantarkannya pada kehancuran.

Dirasa telah cukup, dia kembali membuka mata. Merogoh saku sebelah jubahnya memperlihatkan jelas sebilah belati cukup tajam dengan kilatan mengerikan. Sosok itu merapalkan mantra dengan mata terpejam.

Melafalkan penuh kehati-hatian setiap baris kalimat dengan kosakata Yunani kuno serta bahasa latin yang jika boleh dibilang memang sangat menyusahkan lidah.

Berusaha sedemikian sempurna tak ingin sedikitpun memberi celah bagi ketidakyakinan dalam satuan konstan, variabel maupun peralihan diantara mantra-mantra yang tengah dilafalkannya.

Sampai pada elemen terakhir mantra itu, angin berdesir begitu hebat menerbangkan apa saja yang dilewatinya. Kepulan debu berhambur tak tentu membawa hawa sesak, serta bunyi gedebuk nyaring yang semakin tak terkendali akibat sapuan angin yang tak main-main.

Sosok itu tetap teguh, mengeja mantranya tanpa peduli pada gangguan yang ada. Hingga pada tahap semi-penyempurna ritualnya, dia membuka matanya perlahan. Mengangkat kedua tangan dengan sebilah belati ditangan kanannya.

Menggerakkannya kekiri menggores mantap pergelangan tangan satunya hingga darah segarnya mengucur membasahi garis pemfokus disekelilingnya.

Seolah aliran air, darah itu dengan cepat merambat mengisi sejalan goresan kapur merah itu membentang. Mengalir begitu cepat bagaikan aliran listrik yang tengah beroperasi.

Mendatangkan getar merah yang menggelora disepanjang sisinya. Pemfokus itu menyala, merah terang seiring hembusan angin yang semakin menjadi tanpa henti.

Tak sampai disitu, sosok itu bergerak cepat merogoh saku satunya, menggenggam erat botol kristal berisi cairan merah gelap nan pekat itu penuh kehati-hatian.

Inilah penyempurna ritual yang sesungguhnya, darah penguasa neraka yang ia dapat secara cuma-cuma. Tanpa peduli alasan dibaliknya, sosok itu menuangkan darah Sang Penguasa Dunia Bawah dengan mantap.

Lingkaran sihir itu berputar dengan pendar merah menyilaukan.

Menghantarkan vibra pada tubuhnya begitu hebat, cairan pekat itu mengalir begitu cepat sealur pemfokus itu membentang, mengikuti jejak cairan sebelumnya— mengisi setiap sudut goresannya tanpa sedikitpun meninggalkan cela.

Membakar bengis abu Sang Keabadian hingga geliut makhluk hidup jelas terlihat diantara kendi yang telah pecah menjadi ribuan keping.

Angin berdesir lebih hebat, menerbangkan apapun, membuat satu-satunya lampu gantung disana terombang-ambing begitu dasyat. Hingga cahaya itu perlahan menggelap, menjadikan kilatan merah dari lingkaran sihir adalah satu-satunya yang terlihat oleh mata. Mencekam— juga mengerikan.

Sedang ditengah pemfokus itu si jubah hitam tengah mati-matian menahan jeritannya. Begitu menyakitkan seolah menyayat setiap inchi kulitnya, lehernya tercekik begitu kuat, organ dalamnya terasa terbakar dengan panas luar biasa mengerikan.

Hingga diakhir penderitaannya, dia tau segala upanya tak berujung sia-sia. Geliut kecil itu perlahan membesar menampakkan jelas sosok aslinya— sosok bayi Phoenix yang dengan segala keangkuhannya perlahan berubah menjadi bayi manusia mungil yang begitu manis.

Dia berbisik lirih, "Tuan muda Jeon, Tuanku...... Selamat datang kembali Tuanku........"

———PHOENIX———

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

———PHOENIX———

°

°

°

Tbc

[BL] PHOENIX Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang