"Banyak orang diluar sana berhak mengeluh, tapi mereka memilih untuk pantang menyarah" Itulah kalimat yang selalu ditanamkan oleh Bapak kepadaku setiap kali aku mulai mengeluh capek ketika setiap musim hujan harus selalu pulang sekolah dengan basah-bahasan atau dengan lutut terluka karena motor bapak tua tidak sanggup menanjaki tebing dalam perjalanan.
Namun, ketika sedang dalam keadaan "sadar" aku akan merasa sangat bersyukur dalam kehidupan ini aku dikelilingi oleh bintang-bintang yang mampu bersinar dengan terang. Kami akan saling menerngi ketika dalam keaadaan paling gelap sekalipun. Bapak yang akan selalu ada dan tidak pernah menyarah untuk mendorong keempat anak gadisnya untuk maju, meskipun konsekuensinya adalah dirinya sendiri. Mamak yang selalu repot setiap pagi untuk memenuhi kebutuhan kami ketika akan beragkat sekolah dan dan membuka warung. ketiga adikku yang masih duduk di sekolah dasar selalu mampu menggelitik tawa ketika sedang berebut satu-satunya boneka yang kami miliki.
"Brica, ajak adik-adikmu makan malam !" titah Mamak dari ruang tengah rumah.
Tidak lama kami bertiga sudah duduk mengelilingi hidangan makan malam dengan beralaskan tikar anyaman.
"Bapak mana Mak ?" tanyaku saat tidak melihat Bapak duduk bersama kami.
"Mungkin di depan coba panggil sana !. Perintah mamak dengan nada yang tidak kumengerti. Tapi aku mencoba menepis segala pikiran buruk, lagi pula aku masih terlalu belia untuk meraba-raba arti dibalik intonasi mamak yang tidak biasa.
"Bapak !" panggilku ketika tak menemui bapak di depan rumah.
"Bapak ?" Saat kulihat bapak duduk di pance (tempat duduk terbuat dari bambu) bawah pohon jambu air di samping rumah.
"Iya, ada apa Ca?" Jawab bapak gelagapan mematikan rokok yang sedang dipeganginya.
"Makan Pak" Cicitku lemah, tidak bisa menyembunyikan rasa kaget melihat bapak yang tidak pernah merokok sedang menghisap benda tersebut.
"Kalian makan saja, Bapak kenyang" Mendengar jawaban singkat bapak aku lekas masuk kembali tanpa bertanya apapun, meskipun ada banyak hal yang terasa janggal dalam pikiranku.
"Yaudah, Yuk makan !" ajak mamak sambil menyendokan nasi untuk adikku yang paling bungsu, ketika aku memasuki kembali ruang tengah seakan sudah tau bahwa aku tidak berhasil mengajak bapak untuk makan.
"Setalah makan kalau tidak ada PR segera tidur, jangan main lagi" tambah mamak dengan nada sedikit tegas.
Suasana makan malam dihiasi tawa ketiga adiku diselingi rengek mereka saling mengadu pada mamak, menyalahkan satu sama lain. Sedangkan aku tenggelam dengan perasaan gamang yang tidak kupahami.
Selesai makan malam, sesuai perintah mamak aku langsung menggiring adik-adikku untuk segara tidur.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------