juyeon menghembuskan napasnya, lalu menyunggingkan senyumnya ketika melihat salju pertama turun di malam ini. rasa lelahnya lenyap seketika ketika membayangkan suasana hangat di rumahnya.
bisa ia pastikan bahwa ibunya pasti sudah menyiapkan secangkir coklat hangat, kukis coklat, dan makanan pedas untuknya malam ini.
ah, indahnya... juyeon jadi tak sabar ingin segera sampai rumah.
ketika sedang asik memandangi salju, tiba-tiba sebuah tepukan mendarat di bahunya. ia menoleh dan mendapati kevin disampingnya tersenyum lebar.
"salju pertama, hm?" gumamnya. "kau pulang kemana?"
"rumah," jawabnya singkat. lalu seolah tau maksud kevin, ia melanjutkan kalimatnya. "kau juga, pulanglah ke rumahmu malam ini."
kevin mendengus pelan dan melepaskan tangannya dari bahu juyeon. "ya, aku juga. tak usah khawatir aku akan menginap di tempatmu lagi kkk..."
juyeon melirik arlojinya, hari sudah semakin larut dan udara semakin mendingin. "aku pulang, kev. sampai bertemu nanti." pamitnya sebelum pergi meninggalkan kevin sendirian di halte kampus mereka.
kini juyeon sedang berjalan sendirian menuju rumahnya, ia sengaja tak naik bus malam ini karena ingin sedikit berolahraga dengan berjalan. kedua tangannya ia masukkan kedalam saku jaket, untuk menghalau rasa dingin yang sangat menusuk.
jika ia sedang bersama hyunjae saat ini, pasti lelaki itu akan mengoceh panjang soal kebiasaan juyeon ini.
jalanan sudah agak sepi, karena hanya orang aneh ㅡseperti dirinyaㅡ yang masih betah berkeliaran diluar rumah ketika salju pertama turun. aspal pun mulai licin karena salju, membuat orang-orang semakin malas keluar rumah.
juyeon baru sampai di perempatan kedua menuju rumahnya, dan perlu melewati tiga perempatan lagi agar sampai di rumahnya.
pantas saja hyunjae sering mengatainya tak waras, karena ia memang seperti ini.
senyum tipis terukir di bibir juyeon jika ia terus mengingat lelaki cerewet itu. ia menatap langit malam sembari menunggu lampu berubah menjadi hijau untuk para pejalan kaki.
tiba-tiba ponselnya bergetar, ada satu pesan masuk disana.
from: hyunjae 😡
juyeonieee, apa kau sudah dirumah? apa saja yang ibumu buat malam ini?
juyeon hendak membalas pesan tersebut, namun hyunjae terlebih dulu meneleponnya.
"juyeonie, kau sudah dirumah?" buka hyunjae langsung. "ibuku mendapat bingkisan kukis coklat dari ibumu, dan rasanya sangat enak! uh, pasti kau sudah mencobanya kan?"
lelaki itu terkekeh pelan, "ah, hyunjae... aku belum sampai rumah, hehe."
"mwo?!" pekik hyunjae. "jangan bilang gilamu sedang kambuh saat ini? ayolah juyeonㅡ"
mendadak ucapan hyunjae terdengar samar di telinga juyeon, saat fokusnya terbagi pada seorang lelaki yang berjalan santai untuk menyebrang, padahal lampu belum berwarna hijau untuk para pejalan kaki.
disini tak ada orang lain, hanya ada ia yang menyaksikan bagaimana pemuda itu dengan santainya menyebrang jalan ketika sebuah mobil nampak melaju kencang dari arah kiri.
mata juyeon melebar ketika melihat mobil tersebut semakin mendekat dan siap menabrak tubuh kurus pemuda itu.
ia mengantungi ponselnya, dan segera berlari untuk menyelamatkan pemuda tersebut. persetan dengan nyawanya yang bisa saja terancam.
"hei, awas!"
ia memeluk tubuh pemuda itu dari belakang, lalu melemparnya hingga tersungkur ke trotoar sesaat sebelum mobil tersebut benar-benar melintas dengan sangat kencang.
juyeon segera mendekati pemuda yang nampak lemas itu, ia menyimpan kepala pemuda tersebut diatas kedua pahanya yang terduduk.
dan betapa terkejutnya ia ketika melihat darah segar mengalir di hidung pemuda yang tak sadarkan diri itu.
❄️❄️❄️
juyeon gagal mendapat malam salju pertama yang sempurna. coklat panas yang ia dambakan kini terganti oleh sekaleng soda, dan masakan pedas ibunya digantikan oleh ramen instan dihadapannya.
tapi tak apa, aksinya menyelamatkan pemuda tersebut lebih berarti dari hangatnya rumah. sekarang ia hanya perlu fokus dengan ramennya, sambil bertukar pesan dengan sang ibu yang terus menanyakan kondisinya dan sang pemuda.
ruangan yang asalnya sepi pun terusik oleh suara juyeon yang menyeruput mie ramennya. semuanya nampak nikmat sebelum suara lain mengejutkannya.
"mengapa kau tak biarkan aku mati saja?"
juyeon menoleh, dan mendapati pemuda tersebut sedang menatapnya dengan pandangan lemah.
"huh?" juyeon mengernyit, menyesap sodanya lalu beringsut duduk disamping ranjang pemuda itu. "memangnya aku malaikat pencabut nyawa yang bisa dengan tenang melihat orang lain menghadapi maut?"
pemuda itu berusaha melepaskan selang oksigen di hidungnya, namun dengan cepat dicegah oleh juyeon. "biarkan aku mati..." rengeknya sambil menahan tangis.
"ya!" seru juyeon. "kau akan mati jika sudah saatnya, tak usah terburu-buru."
"akuㅡ ah!" pemuda itu berusaha bangkit dari tidurnya, namun baru saja duduk ia sudah merasakan pusing yang teramat pada kepalanya dan dadanya yang kembali sesak.
juyeon panik kala melihat pemuda yang ia tolong itu mengerang kesakitan sambil memegangi kepalanya, yang juga nampak kesusahan untuk bernapas dengan baik.
pemuda lee itu segera memencet tombol untuk memanggil suster. dan tak berselang lama, dokter dan satu suster pun datang ke ruangan.
dalam hatinya, juyeon meringis. mengapa malam yang seharusnya penuh kebahagiaan, menjadi penuh kekhawatiran?
❄️❄️❄️
intinya ini crackpair parah, tapi emang bbang tuh gemesin banget kalau udah sama juyeon huhu ㅠㅠ
huhu bbangju ayo angkat aku jd anak kalian 😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
white
Fanfiction⚠️ suicidal thoughts, rape, violences, trauma, bruises & blood mention. ⚠️ [ jubbang fanfict ] turunnya salju pertama, menjadi waktu dimana juyeon menemukan serpihan hatinya, dan younghoon yang menemukan malaikatnya. #1 in jubbang #1 in bbangju #6...