"Ya ...! Mana mungkin aku bisa mengeluarkan dia?! Ini baru tiga bulan sejak masa pengasingannya!" tutur Kepala Kasim sambil menggelengkan kepala hiperbolis. Suaranya keras dan memiliki nada logat daerah yang terdengar congkak.
"Kenapa tidak bisa? Setengah tahun yang lalu Anda bisa membebaskan seorang menteri korup sehari setelah tiba di sini. Kudengar Anda juga memberikan ruangan yang hangat dan sup daging babi lezat untuk beliau," Seungwoo membalas dengan sopan. Bagaimanapun Kepala Kasim itu jauh lebih tua darinya. Pria rupawan dengan hidung bangir dan mata sipit teduh itu mengulas senyum tipis. Meminta Kepala Kasim memahami keinginannya untuk mengeluarkan seseorang dari daerah pengasingan.
"Eyyy! Masalah ini berbeda! 'Dia' bukan orang sembarangan!"
"Maka dari itu saya meminta bantuan Anda, Kepala Kasim."
"Ck! Heissh! Ini tidak semudah yang kau bayangkan anak muda! 'Dia' bukan orang sembarangan! Aku tidak bisa membebaskan dia, sebanyak apa pun peti uang yang akan kau berikan padaku. Aku masih mau hidup demi keluargaku."
Tatapan teduh Seungwoo menghilang. Di bawah penerangan lentera, samar-samar dapat dilihat raut wajahnya mengeras. Hal tersebut pun disadari oleh sang Kepala Kasim. Beliau segera menyambar, "Aku tidak akan takut pada pedang bawahanmu! Kau pikir kenapa aku bisa menjadi Kepala Kasim di Jiogie ini?!" Kepala Kasim mengangkat pedang di tangan kanan. Memamerkannya ke depan muka Seungwoo.
Kang Seungsik yang disebut sebagai bawahan oleh Kepala Kasim, tanpa ragu menarik keluar pedangnya. Mengarahkan mata pedang mengkilat ke leher Kepala Kasim. Asal Kepala Kasim tahu, dia adalah seorang Kepala Inspektur Kepolisian Kerajaan dan pangkatnya lebih tinggi dari pada Han Seungwoo!
Kepala Kasim melirik Seungsik yang tak goyah sedikit pun, siap menebas lehernya kapan saja. Namun, satu lambaian tangan dari Seungwoo berhasil membuat Seungsik mundur dan menyarungkan kembali si pedang.
"Tuan Kwak Yeongji ... saya datang kemari dengan niat baik."
Kepala Kasim agak jengkel karena Seungwoo tahu banyak hal tentang Jiogie, ia bahkan tahu nama aslinya.
"Terima kasih karena telah menganggapnya sebagai 'bukan orang sembarangan' dan menjaganya di Jiogie. Tapi, bagi Anda lebih berharha 'dia' atau putri Anda?" Seungwoo meraih cawan teh yang sudah hampir dingin, menyeruputnya pelan-pelan sambil mengamati raut tak enak dari wajah Yeongji yang jelek. Garis wajah keras itu kalau sedang jengkel benar-benar tak sedap dipandang. Apalagi dalam ruangan lapuk nan buruk rupa yang disebut sebagai Kantor Utama Jiogie--sangat tidak layak untuk disebut kantor, kandang babi bahkan lebih baik dari tempat ini.
Yah, memangnya apa yang bisa diharapkan dari tempat pengasingan di tengah hutan, mana terletak di pulau Tamna*. Sudah ada ratusan orang yang diasingkan ke sana dengan berbagai macam kasus kejahatan berat seperti pejabat korup, pembunuh, sampai penghianat kerajaan. Bukan cuma diasingkan, mereka juga dihukum untuk bekerja sepanjang hidup tanpa istirahat yang cukup. Kebanyakan dari mereka mati setelah masuk tahun pertama dari masa pengasingan. Kwak Yeongji sungguh keji dalam menjaga para penjahat tersebut. Lebih baik dihukum pancung dari pada masuk ke Jiogie**. Seperti namanya, tempat itu memanglah neraka dunia.
(*Tamna adalah nama Pulau Jeju pada zaman dulu dan dikenal sebagai tempat pengasingan nomor satu.)
(**Jiogie berasal dari kata Jiog yang berarti neraka. Ini tempat fiksi.)
Sorot mata di balik gat* Seungwoo entah kenapa memiliki ancaman yang lebih kuat bagi Yeongji. Ditambah mulut serba tahu Seungwoo akhirnya pria paruh baya berbadan kekar itu kembali menyamankan diri dalam duduk.
(*Gat : topi tradisional Korea)
"Calon besan Anda pasti akan kurang senang mengetahui orang tua mempelai wanita melakukan pekerjaan kotor demi para penghianat kerajaan. Apa mereka akan tetep menerima putri Anda setelah kasus Anda diajukan ke pengadilan?"
"Apa kau sedang mengancamku anak muda?"
"Saya hanya mengingatkan Anda untuk tidak main-main dengan orang-orang dari pemerintahan."
"Kau salah satunya?"
"Bukan, tapi dia." Seungwoo menunjuk Seungsik yang setia berdiri di sebelahnya. "Dia bukan bawahan saya, tapi teman yang saya minta bantuannya. Tidak beda dengan Anda. Tolong, pertimbangkan lagi. Jauh-jauh kami datang dari Hanyang*."
(*Hanyang : ibu kota Dinasti Joseon)
"Baiklah. Tapi ...."
Sebelum Yeongji menyelesaikan kalimatnya, Seungsik lebih sigap dalam mengangkat dua buah peti emas ke atas meja. Membukakannya untuk sang Kepala Kasim. Mata beliau langsung bersinar. Tanpa menunggu lagi dia menyuruh anak buah menjemput orang yang diinginkan Seungwoo.
"Hey, cepat bawa bocah bajingan itu kemari! Sekarang juga! Jangan membuat tuan-tuan ini menunggu lebih lama di tengah malam begini. Mereka harus segera istirahat setelah menempuh perjalanan panjang dari Hanyang."
Meski bawahan Yeongji terlihat agak bimbang, mereka tetap melaksanakan perintah pimpinan mereka.
"Bocah bajingan?" gumam Seungwoo pelan sekali.
"Ya?" Yeongji mendongak dari menatal jejeran emas dalam peti.
"Mulut Anda benar-benar sangat berani, Tuan Kwak Yeongji," jawab Seungwoo dalam intonasi datar, tapi berhasil menekankan unsur satir di dalamnya. Sampai-sampai binar mata Kwak Yeongji menghilang dan menelan ludah diam-diam.
Coba dia ingat-ingat, bukankah penghianat kerajaan yang meskipun cuma dihukum dengan pengasingan tetap dicopot gelarnya? Bocah bajingan yang disebutnya tentu bukan seorang pangeran lagi.
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐭𝐡𝐞 𝐦𝐨𝐨𝐧 𝐭𝐡𝐚𝐭 𝐧𝐞𝐞𝐝 𝐭𝐡𝐞 𝐬𝐮𝐧𝐥𝐢𝐠𝐡𝐭
Fanfiction( SEUNGPYO HISTORYCAL FICTION ) Bulan membutuhkan sinar matahari untuk bersinar di malam hari. Sama seperti Seungwoo yang membutuhkan Dongpyo untuk tetap melanjutkan hidup. ______________________ 130520