Pagi ini, sang tuan rumah akan kembali ke ibu kota. Seluruh penghuni rumah sibuk mempersiapkan keperluan beliau sejak semalam. Kuda-kuda telah diparkirkan di halaman depan. Kantung-kantung berisi bekal dan pakaian ganti sang tuan pun tersampir di sisi tubuh kuda. Mereka siap berangkat, tapi begitu keluar dari kamarnya, sang tuan bukannya menuju halaman depan, malah pergi menuju bangunan paling belakang di area rumahnya.
Langkahnya gusar dan terburu-buru. Emosi tak menyenangkan tergambar jelas di wajahnya hingga tak ada seorang pelayan yang berani menegur.
Begitu sampai di tempat tujuan, ia langsung membuka pintu dengan kasar sampai terdengar bunyi 'BRAK' yang cukup keras. Membuat si penghuni bangunan terlonjak kaget.
Dua laki-laki beda usia tersebut saling bertukar pandang dalan diam. Sebelum akhirnya yang tualah yang mengalah dengan membalikkan badan.
"Apa gunanya mengalihkan pandangan jika pintunya masih terbuka lebar?" ujar Dongpyo pelan, tapi masih dapat ditangkap oleh telinga Seungwoo.
Di luar, beberapa pelayan yang tadi mengamati gelagat Seungwoo ikut menilik ke dalam ruangan tersebut. Begitu mereka menyadari tatapan Dongpyo, semuanya langsung bubar jalan.
Merasa Seungwoo tidak akan menutup pintu untuknya, Dongpyo memilih melanjutkan kegiatannya memakai celana dengan memunggungi pintu. Diteruskan dengan baju lapisan dalam yang berwarna putih dan lapisan luar berwarna hijau muda.
Pakaian sutera tersebut sangat menunjang penampilan Dongpyo untuk terlihat menawan. Dengan rambut pendek menutupi dahi, pelengkap berupa ikat kepala sungguh memerindah tampilan wajahnya yang kecil. Wajah itu memiliki mata berkelopak ganda, hidung mungil, bibir tebal, serta bentuk rahang yang bagus. Bila kata tampan masih belum cukup untuk mendeskripsikan profilnya, jalan satu-satunya adalah memilih kata 'indah'--yang sebenarnya masih belum sempurna untuk menggambarkan sosok pangeran muda tersebut. Ya, darah biru anggota keluarga kerjaan memang mengalir di dalam dirinya, aura bersinar itu muncul secara alami.
Begitu selesai mematut diri dalam cermin, baru Dongpyo keluar menghampiri Seungwoo. Pria itu menghadap tiang penyangga rumah, menumpukan kepalanya di sana dengan beralaskan punggung tangan. Tengah merutuki dirinya sendiri.
Sejak kapan tindakannya jadi selalu mengedepankan emosi? Duh! Apalagi mengingat kelakuannya kemarin, ingin rasanya Seungwoo mengubur dirinya sendiri. Semalaman Seungwoo menyesali perbuatan 'itu', ia hendak meminta maaf pada Dongpyo, tapi terlanjur malu untuk melakukannya. Pagi tadi, dia sudah berniat untuk pura-pura tidak terjadi apa-apa, tapi saat mendengar bahwa Dongpyo sama sekali tidak mau keluar kamar--bahkan saat Seungwoo mau pergi begini--Seungwoo kembali dibuat berang. Sekarang di sinilah dirinya, dihadapkan pada sesuatu yang sangat memalukan.
Seungwoo memang sudah sering membantu Dongpyo membersihkan diri dan mengganti pakaiannya, tapi itu saat Dongpyo memang butuh bantuan. Tidak seperti saat ini, ketika Dongpyo telah pulih dan bisa mengganti pakaiannya sendiri dalam keadaan sadar sepenuhnya. Tindakan ini sungguh sangat memalukan bagi bangsawan seperti Seungwoo, apalagi yang dilihatnya berganti pakaian adalah seorang pangeran.
"Jadi kau akan pergi sepagi ini?" Dongpyo kini telah berdiri di sebelah Seungwoo, ia berbicara tanpa menatap pria itu.
Menegakkan badan, Seungwoo pun mencoba menguasai dirinya lagi.
"Iya."
"Hati-hati," pesan Dongpyo sambil menoleh. Pemuda itu tersenyum ... menuruti perkataan Seungwoo kemarin.
Haruskah Seungwoo senang melihatnya? Senyum itu, bukan senyum yang Seungwoo inginkan.
Lantas, apa maunya Seungwoo sebenarnya?!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐭𝐡𝐞 𝐦𝐨𝐨𝐧 𝐭𝐡𝐚𝐭 𝐧𝐞𝐞𝐝 𝐭𝐡𝐞 𝐬𝐮𝐧𝐥𝐢𝐠𝐡𝐭
Fanfiction( SEUNGPYO HISTORYCAL FICTION ) Bulan membutuhkan sinar matahari untuk bersinar di malam hari. Sama seperti Seungwoo yang membutuhkan Dongpyo untuk tetap melanjutkan hidup. ______________________ 130520