Happy Reading !!
Saat Hinata pikir ia sedang berhalusinasi, ciuman itu membawanya sadar bahwa ia merasakannya.
Mengerjap dua kali saat Sasuke melepaskan ciumannya, mengusap bibir bawah Hinata dengan ibu jarinya, tatapannya tak lepas dari Hinata yang terpaku pada sosoknya."Tadaima, Eve." Bahkan bisikan itu terdengar sangat manis dan mesra.
Tersenyum lebar, memeluk erat pada Sasuke yang entah sejak kapan sudah berada di sampingnya.
"Okaerinasai, Sasuke-kun." Balasan yang diikuti dengan pelukannya yang mengerat.
Hatinya menghangat, hingga Hinata merasa tidak rela saat Sasuke melepaskan pelukannya.
Masih memakai kemeja biru tua yang tiga kancing teratasnya terbuka, membuat dada bidang itu mengintip nakal dibalik selembar kain yang tidak bisa menyamarkan bentuknya.
Dan meski Hinata sudah melihatnya, ingatan tentang bagaimana dada bidang yang berkilat karena keringat itu selalu membuat wajahnya memerah."Apa yang sedang kau bayangkan, Eve ?"
Sasuke berbisik setelah melihat Hinata yang menggelengkan kepala dengan keras, mengenyahkan fantasi apapun yang tercipta dalam otaknya yang perlahan kotor karena terlalu sering berdekatan dengan Sasuke.
"T-tidak ada." Bahkan sahutan ketus itu malah membuat Sasuke tertawa, merasa puas setiap kali menggoda Hinata yang berwajah merah menahan malu.
Sasuke dengan seringai nakalnya, mendekatkan wajah untuk meraih bibir mungil Hinata yang selalu di ridukannya.
Bukan berarti hanya bibirnya, Sasuke selalu merindukan apapun yang ada dalam diri pasangan hidupnya, Eve nya yang abadi.
Saat kecupan dan rasa manis itu tercecap dalam lidahnya, Sasuke tau jika ia tidak akan bisa berhenti setelah ini.
Entah Hinata yang terlalu menggoda, atau memang Sasuke yang terlalu mesum.
Ehhmm, sepertinya itu perbandingan yang sama, anggap saja rasionya 50 : 50.Hinata tidak menahannya, tidak melarang Sasuke melakukannya.
Sesuatu dalam dirinya terasa begitu mendamba, meski Hinata menolak mengakuinya.
Ada yang salah dengan dirinya, ada yang lain coba mendominasi pikirannya, Hinata tidak yakin siapa atau sejak kapan berada disana.
Dalam debaran menggila yang berguruh di dadanya, gairah yang menyalur keluar tanpa bisa dibendungnya, perkataan Yugao kembali bermain dalam otaknya yang hampir sepenuhnya kosong karena perlakuan Sasuke yang membuatnya tidak bisa memikirkan apapun."Jika sisi Eve mu mengambil alih, biarkan saja Hinata. Dia tidak akan melukaimu, selama kau percaya padanya. Kau sangat dicintai oleh Adam, Eve. Maka kau juga harus mencintainya."
Hinata memang percaya pada Sasuke, dan merasa yakin jika lelaki itu tidak akan melukainya.
Sasuke mencintainya, pernyataan yang muncul dengan sempurna lewat tatapan mata memuja yang penuh dambaan saat tatapan mereka bertemu.
Benar. Ini sudah benar, Hinata.🌻
Hinata kembali terdampar di rumah besar Uchiha dalam acara makan malam yang diadakan oleh mereka.
Mikoto adalah jenis ibu yang sangat ramah dan membebaskan putranya untuk melakukan apapun yang mereka mau, meski beberapa kali memberinya omelan panjang kali lebar kali tinggi kuadrat, terutama pada si bungsu yang nakalnya luar biasa.
Diantara para vampir berdarah murni disana, hanya Yugao dan Hinata yang masih manusia.
Itachi, memang tidak mengubah Yugao sebagai pasangan vampir abadinya, karena perempuan itu memiliki ideologi kuat dalam kepalanya.
Yugao mencintai Itachi apa adanya, sepenuhnya dan tidak mau melawan kodratnya sebagai manusia, meskipun si kecil Megumi lebih di dominasi oleh darah vampir ayahnya, Yugao tetap mencintai putrinya lebih dari dirinya sendiri.Hinata juga mulai memikirkannya, tentang bagaimana hubungan mereka kedepannya.
Sebagai manusia, Hinata ingin tetap berpikiran teguh seperti Yugao.
Tapi sebagai Eve, ia ingin abadi bersama Adamnya.
Pikiran itu yang membuatnya merasa tercabik, dan Hinata juga sedang berupaya mencari jalan tengah untuk keputusan apa yang ingin diambilnya."Nee-san, bagaimana kau bisa setangguh ini pada keputusanmu ?" Hinata bertanya, saat mereka hanya berdua saja.
Yugao mengerti, paham dengan apa yang dibicarakan Hinata dan situasinya.
Yugao lebih mudah, karena ia tidak memiliki darah Eve di nadinya, tapi Hinata berbeda.
Meraih telapak tangan Hinata, merasakan bagaimana Hinaya yang begitu terbebani dengan pikirannya sendiri."Hinata, ini bukan tentang seberapa kuat tekadmu. Tapi, tentang bagaimana kau mengiklaskan sesuatu yang begitu kau cintai."
Hinata tidak mengerti.
"Dengarkan aku baik-baik, Hinata. Kau sudah mendapat takdir ini sejak lama, beginilah jalannya."
Mengerjap dengan wajah bingung, bahasan itu terlalu berat untuk bisa di mengerti otaknya yang tidak seberapa.
Tapi Hinata paham dengan apa yang ingin dikatakan Yugao padanya, itulah kenapa ia tersenyum dengan begitu manis."Aku mengerti, nee-san. Aku tidak akan lari." Katanya dengan suara mantap.
"Hinata, jika suatu saat aku mati. Kumohon, jaga Megumi untukku."
Hinata terkesiap, wajahnya mendadak tak senang dengan apa yang dikatakan Yugao padanya.
Hinata benci saat seseorang membicarakan kematian didepannya."Nee-san ini bicara apa ? Jangan sembarangan, Yugao-nee." Menyahut dengan suara ketus, Hinata merengut dengan ekspresi sadis yang luar biasa menjengkelkan.
Yugao hanya tertawa ringan, tidak tau jika Hinata akan sangat terganggu dengan topik kematian yang coba dibahasnya.
Meski gadis itu akan menjadi Eve yang abadi, sisi kemanusiaan Hinata ternyata jauh lebih mendominasi dari sisi asli sang Eve.
Yugao merasa bersyukur, setidaknya ia bisa tenang jika kematian itu menjemputnya.
Ia bisa mempercayakan Megumi di tempat yang aman bersama Hinata.
.
.
.
Vote please ❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
RED MOON
FanfictionMereka dipertemukan di satu waktu saat bulan merah bergaul. Saat itulah Sasuke sadar, jika Hinata adalah Eve nya. Hinata dan ketertarikannya dengan dunia astral, kejutan sempurna saat bulan merah bergaul untuk yang kesekian kalinya.