• 5 • Kathana Yael

126 21 8
                                    

[] ♥ []

Note :

-Dari part 1 sampai 5, itu latar waktu nya masih sama ya.
'Hari dimana Lio terlambat sekolah.'

-Kenalan yuk sama keluarganya Lio.

- Kasih dukungan kalian ya,
aku yakin kalian tau gimana caranya menghargai penulis amatir ini..

Selamat membaca!
:*

🌱🌱

——————————————

Isi percakapan telepon Lio :

"Hallo? Ada apa sayang?"

"Kak Lio! Hiks ... Yael pengen pulang."

"Kamu kenapa, hm?"

"Kah ... hnn ... Kahill jahat. Yael pengen pulang! Huwee!"

"Nanti pulang sekolah dijemput kok, tenang ya. Kamu disana jangan sendiri, oke?"

"Y-Yael tunggu disini sama Tasun, kok. Kak Lio, jangan lama-lama ya!"

"Pintar. Iyaa, see you."

————

Lima belas menit setelah bel pulang berbunyi, Lio segera mengeluarkan mobilnya dari area sekolah. Menancap gas menuju tempat yang sudah sering dia datangi.

Mendapat panggilan telepon secara tiba-tiba dari malaikat kecilnya, membuat Lio sedikit cemas. Apalagi saat Yael berbicara tersengal-sengal meminta pulang, hatinya semakin dirundung rasa gelisah.

Pemuda itu menghentikan mobilnya saat lampu merah menyala. Memperhatikan kaca depan mobil yang mulai mengabur ditimpuki titik-titik air yang jatuh dari langit. Diluar gerimis.

Satu sekon setelah Lio menyalakan radio agar tidak terlalu sunyi, lampu hijau menyala. Dia kembali menjalankan mobilnya, lalu berbelok ke kanan saat melewati persimpangan.

Tak lama, plang bertuliskan 'Euphoria Daycare' sudah terlihat, artinya dia sudah sampai ditempat yang bisa dianggap rumah kedua bagi Yael, yang tidak lain adalah adiknya sendiri.

Lio turun dari mobil dengan payung ditangan kanannya. Hujan sepertinya akan menjadi lebat dalam hitungan menit, maka dari itu dia segera menghampiri adiknya yang tengah tersenyum kepadanya, dengan mata yang sembab.

Tidak ada alasan bagi Lio untuk tidak balas tersenyum.

"Hai adik kecil!" sapanya, dan hal itu langsung membuat Yael meronta, meminta turun dari gendongan sang pengasuh. Lalu berlari memeluk kakinya.

"Kak Lio!" serunya girang.

Lio menurunkan tubuhnya agar sejajar dengan Yael, menatap mata gadis kecil yang bersih cemerlang kini sembab akibat menangis. Keningnya berkerut heran.

"Yaampun, mata merah, idung juga merah," Lio mencubit gemas hidung mungil adiknya yang semerah buah persik.
"Ih, ingusnya juga masih keluar-keluar," guraunya sambil memasang ekspresi jijik yang dibuat-buat.

 EFTYCHÍATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang