Selamat membaca!
🌱🌱————————————————————
"Lio kayaknya Yael demam deh."
Pemuda itu menghela napas berat setelah mencabut termometer dari mulut Yael. Angka-angka yang terpampang di benda itu menunjukan suhu diatas batas normal. Apa yang dikatakan Zea memang benar adanya.
"Gimana keadaan kakinya?" tanya Lio sembari memperhatikan Zea yang baru saja selesai membalut luka adiknya.
"Lebih buruk dari sebelumnya." Tidak ada alasan baginya untuk berbohong dengan dalih agar Lio tidak khawatir. "Luka Yael belum kering, tapi kakinya malah terkena air."
"Bundaa ... Bundaa ...."
Keduanya sontak menoleh kearah sumber suara. Yael yang sedang terbaring lemah diatas kasur terus saja mengigau memanggil ibunya, membuat Lio semakin kalut.
"Mau ketemu B-bundaa ...." Tangisnya kembali merebak tetapi matanya terpejam erat, keningnya berkerut menahan sakit. Ngilu sudut-sudut hatinya melihat adiknya kesakitan.
"Lio."
"Hm?"
"Apa gak sebaiknya kamu telepon Bunda kamu? Kasian Yael," ucap Zea khawatir.
Seperti de javu suasana menjadi canggung seketika, setiap kali Zea membahas orang tua Lio. Pemuda itu tidak mengeluarkan suara cukup lama, entah apa yang dipikirkannya. Zea merasa hubungan Lio dengan ibunya sedang tidak baik-baik saja.
"Gue usahakan," jawab Lio akhirnya.
Zea mendekat ke sisi ranjang Yael setelah Lio beranjak dari sana. Menempelkan kain basah di kening si manis sebagai upaya untuk menurunkan suhu.
"Tolong pakaikan Yael jaket," titah Lio tiba-tiba. "Kita bawa dia ke rumah sakit."
"Bukannya kamu punya dokter pribadi? Rumah sakit sangat jauh dari sini."
"Gak ada pilihan lain. Dokter Min dari kemarin sangat sulit dihubungi, entah kenapa."
"Oke kalo itu yang terbaik."
"Gue tunggu kalian 10 menit di bawah."
••• ∆ •••
Lio terpaksa membawa selimut ekstra, karena hujan belum juga reda. Dia tidak mau adiknya kedinginan selama perjalanan. Hampir satu jam menempuh lamanya perjalanan, itu terhitung setengah jam lebih cepat karena Lio mengebut. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit dengan selamat dan Yael langsung ditangani oleh tim paramedis.
"Kak Dei udah dikasih tau?" tanya Zea memecah keheningan."Ohiya lupa."
Gadis itu terkekeh mendengar jawaban Lio yang nampak ragu. "Yakin? Atau cuma pura-pura lupa, karna takut dimarahin kak Dei?"
"Ck, mana ada kayak gitu. Ini mau ditelepon."
Lio mengeluarkan ponselnya, mencari nomor Deira lalu melakukan panggilan telepon biasa. Tanpa diduga kakaknya itu mengalihkan panggilan menjadi video call. Di layar seperti menunjukkan suasana cafe, Deira yang awalnya tersenyum senang berubah seketika menjadi bingung.
"Lio, kamu lagi dimana?"
"Rumah sakit."
"Hah? Siapa yang sakit?"
"Yael."
"APA?! uhuuk ...." Deira terbatuk-batuk, tersedak minumannya sendiri ketika mendengar jawaban dari Lio.
KAMU SEDANG MEMBACA
EFTYCHÍA
Teen Fiction[ HIATUS ] Bagaimana kamu menggambarkan makna dari kata cinta? Bagi Lio, cinta hanya membuat kehidupan damai nya menjadi rumit. Hal yang tidak pernah terpikirkan, ibunya menyembunyikan fakta-fakta penting. Rahasia itu disimpan nya begitu rapi. Sepe...