• 16 • Negligence

46 6 13
                                    

Haloo! 😁😁
(Dengan watadosnya kembali dan nyengir)

Gimana kabarnya? Semoga sehat-sehat yaw. Hhe maapkeun penulis labil ini wkwkk.

Apalagi ya? Udah deh langsung ke ceritanya aja. Cus!

Selamat membaca!
🌱🌱

————————————————

Lembar hari telah berganti.  Detik waktu terus berdenting tiada henti. Pagi ini tak ditemani semburat kuning api.

Karena semalam hujan deras membuat mentari memerlukan waktu sedikit lebih lama untuk menunjukan kekuatannya. Meskipun gelap masih menyelimuti, tidak menjadi penghalang untuk tidak bermalas-malasan.

Dapur itu riuh dengan canda tawa dan dentingan perabotan. Deira sesekali tertawa dengan tingkah Zea yang kepayahan urusan memasak. Nyaris salah memasukan bumbu atau menggunakan perabotan tidak sesuai fungsinya, seperti memasak telur dengan panci mie, membuat geli sendiri.

"Cepat angkat telurnya!"

"Oh!"

Dengan tergesa Zea mematikan kompor, mengangkat telur mata sapi yang sedikit hitam di bagian bawahnya dengan cepat. Ini sudah ketiga kalinya makanan yang dimasak Zea nyaris gosong.

"Oh kak, maaf. Makanannya jadi rusak," keluhnya.

"Its okay. Ini sudah lebih baik. Sepertinya memasak bukan keahlian kamu," Deira terkekeh. "Sering-sering kesini nanti kakak ajarkan."

"Uwaaah! Serius?" Mata Zea berbinar bahagia.

"Iya dong. Makasih loh udah mau bantu masak."

"Harusnya Zea yang bilang makasih, udah dikasih izin nginep disini. Pasti repot 'kan?" Zea mengakhiri kalimatnya dengan cengiran.

Deira hanya tersenyum sembari menyerahkan satu wadah besar berisi nasi goreng untuk menu sarapan pagi ini yang langsung diterima Zea dengan senang hati. "Kakak sempet kaget liat kamu bawa bantal-bantal dan selimut tebal basah itu sendirian ke ruang cuci. Itu pasti berat. Maaf kakak lupa kalau kamar itu bocor, nanti akan ku panggil tukang untuk memperbaikinya," paparnya.

"Udah biasa kak, hehe."

"Oh iya, kamu ada hubungan apa dengan Lio? Kalian terlihat sangat dekat." Tidak ada maksud hati untuk mengintimidasi. Deira hanya penasaran, karena selama ini Lio jarang sekali membawa orang ke rumah, apalagi perempuan.

Zea terdiam cukup lama memikirkan jawaban yang tepat. Dia sendiri bingung karena Lio tidak dengan gamblang menyatakan perasaannya. Kalau seperti ini terus Zea capek. Tidak hanya Lio yang sedang dekat dengannya, tapi juga ada Rinov. "Hanya teman sekelas kak."

"Masa sih?" Seakan tidak percaya Deira terus melontarkan pertanyaan padanya membuat Zea kikuk sendiri.

"Kakaak!"

Aktivitas mereka menata meja makan terhenti seketika berkat suara bariton seseorang mengi terupsi. Lio dengan muka bantalnya, berjalan malas mendekat membawa serta Yael yang berada dalam gendongan. Kaki bocah itu belum sembuh total membuatnya sulit berjalan. Hal itu dimanfaatkan baik Yael untuk bermanja dengan sang kakak.

"Hooo, pangeran dan putri sudah bangun rupanya. Cuci muka dulu bisa 'kan? Lagi ada tamu loh."

"Gak masalah, masih ganteng ini."

Perkataan Lio membuat mereka nyaris menyemburkan tawa.
Mereka memindai penampilan Lio. Dia mengenakan T-shirt putih besar kusut dan celana santai hitam selutut yang sedikit terlipat dibagian bawahnya. Setelan fovoritnya untuk tidur. Serta hidung yang sedikit berminyak dan rambut acak-acakan, meskipun begitu Zea akui bahwa Lio masih cukup tampan. Eh?

 EFTYCHÍATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang