🍒2

24.4K 2.2K 229
                                    

Lisa tahu meski Jungkook berasal dari keluarga kaya raya, pemuda itu tidak benar-benar mendapatkan kasih sayang dan kebahagiaan yang sudah semestinya ia terima.

Tuan dan Nyonya Jeon adalah pekerja keras. Mereka memiliki perusahaan dibidang properti yang telah berhasil melebarkan sayap ke beberapa negara di Asia.

Jeon Seokjin sebagai anak pertama mengemban tugas sebagai pewaris utama. Pria berusia dua puluh sembilan tahun itu dibebani banyak tanggung jawab untuk mengurus lima puluh persen dari perusahaan keluarganya. Sementara Jeon Jisoo yang merupakan anak kedua memiliki usahanya sendiri dibidang fashion dan kecantikan. Perempuan berumur dua puluh enam tahun itu juga merilis brand-nya sendiri yang diberi nama Chuu's Collection.

Terdengar sempurna, bukan? Kebanyakan orang hanya berpikir kalau Jeon Jungkook yang menempati posisi sebagai anak bungsu itu hanya tinggal duduk manis dan menikmati semua fasilitas yang telah disediakan oleh keluarganya. Lamborghini? Apartemen yang besar? Atau villa yang mewah? Nyaris semua benda-benda yang Jungkook inginkan, bisa segera ia dapatkan.

Tapi, tidak. Hidupnya tidak berjalan mulus seperti apa yang ada didalam kepala orang-orang diluar sana.

Hubungan Ayah dan Ibunya tak berjalan dengan baik. Sejak sepuluh tahun yang lalu, sang Ayah kerap kali berselingkuh dengan perempuan lain. Ibunya tak bisa berbuat banyak. Perceraian bukanlah solusi terbaik, sebab mereka harus tetap menyelamatkan martabat dan nama baik keluarga. Itu sebabnya sang Ibu selalu menyibukkan diri dengan pekerjaannya dan tak memedulikan kehadiran Jungkook dirumah.

Sementara Seokjin dan Jisoo? Oh, kalian harus mendengarkan ini baik-baik. Lima tahun yang lalu, Jungkook sempat memergoki Seokjin dan Jisoo yang sedang berciuman panas pada tengah malam yang sepi diujung lorong lantai dua rumah mereka.

Jungkook benar-benar tak habis pikir. Mereka itu saudara, tapi--argh! Si bungsu itu sangat marah. Ia menuntut penjelasan dari kedua kakaknya tersebut, yang hanya dibalas dengan segaris senyum tipis dari Seokjin sembari berkata, 'Aku sangat mencintainya, Jung.'

Ini gila! Ini benar-benar sangat gila Mereka bertiga adalah saudara kandung. Mereka tumbuh bersama--menikmati masa kecil yang berharga dan berkembang menuju kedewasaan secara beriringan. Seharusnya hubungan mereka terjalin erat layaknya keluarga yang sesungguhnya.

Semenjak malam itu, Jungkook mulai kehilangan arah. Ia mencari segala cara untuk melampiaskan luka-luka dan rasa sepinya. Pemuda itu bahkan memilih untuk tinggal sendirian setelah lulus dari sekolah menengah atas, menempati sebuah apartemen hanya demi mengikis ingatan buruk mengenai keluarganya yang hancur berantakan.

Jungkook ingat bagaimana Ayah dan Ibunya yang saling berteriak dan memandang dengan tatapan nyalang. Telunjuk mereka terangkat, saling menuding siapa yang paling bersalah. Kemudian setelah itu, sang Ayah akan pergi bermalam bersama wanita lain, sementara Ibunya akan mengurung diri semalaman di dalam kamar dengan tangis yang memilukan.

Jungkook juga ingat bagaimana Seokjin dan Jisoo yang saling menyentuh dan menyatukan bibir, saling melemparkan kalimat penuh kasih tanpa sepengetahuan Ayah dan Ibunya. Perut Jungkook akan bergolak mual ketika tak sengaja mengingatnya. Bagi pemuda tersebut, hal itu benar-benar menggelikan--melihat bagaimana kedua kakaknya yang saling menatap penuh cinta seperti itu. Ia tak terbiasa, dan tak akan pernah terbiasa.

Nyatanya, semua ingatan itu menciptakan bekas yang sangat sulit untuk dihilangkan dari dalam kepala Jungkook. Seluruhnya seakan terpatri kuat dan tak mau hilang kendati ia telah bersusah payah untuk mengeruk dan membuangnya jauh-jauh.

"Kau melamun lagi, Jung."

Jungkook berjengit kaget ketika suara Lisa berhasil menarik kesadarannya. Sekarang ia pasti lebih terlihat seperti kambing dungu. "Hm?"

Gadis itu lantas menghela napas pelan. "Aku bilang, aku mau turun sekarang."

"Ah, ya, baiklah." Jungkook kemudian menarik rahang Lisa dan melumat bibirnya sekilas, sebelum akhirnya membiarkan gadis itu turun dari mobilnya.

Padahal Jungkook selalu memberikan uang pada Lisa yang jumlahnya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan di apartemen mereka, maupun untuk membeli semua barang-barang yang gadis itu inginkan. Tapi Lisa tetap ingin bekerja di minimarket tersebut dengan alasan kalau ia akan merasa bosan jika hanya menghabiskan waktu di apartemen saja.

Jungkook juga tak bisa berhenti kuliah seenaknya. Meski Ayah dan Ibunya sudah terbilang lebih banyak menggerus waktu untuk kepentingan mereka sendiri, tapi mereka tetap akan memastikan kalau Jungkook menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Itu merupakan hal yang penting, sebab keluarga mereka termasuk dalam jajaran yang terpandang.








°°








Selama enam bulan lamanya Lisa tinggal bersama Jungkook, gadis itu sama sekali tak mendengar kabar kalau kedua orang tuanya pergi mencari keberadaannya. Yah, hal itu cukup membuktikan kalau presensi Lisa tidak begitu berarti bagi Ayah dan Ibunya. Benar, 'kan?

Terkadang, ada masa dimana Lisa kerap merindukan kedua orang tersebut. Sesungguhnya, mereka bukanlah orang yang benar-benar buruk. Meski terlihat tak peduli--Ibunya masih bersedia untuk membesarkan Lisa, memberikan makanan yang cukup dan pendidikan yang baik sampai jenjang sekolah menengah atas. Sementara, kendati Ayahnya cukup terbilang kasar jika sedang mabuk, namun pria itu tak akan pernah membiarkan Lisa di goda oleh pemuda-pemuda brengsek yang bermukim disekitar flat kumuh yang mereka tinggali.

Mungkin, Ayah dan Ibunya tak pernah mencari kehadirannya karena mereka percaya kalau Lisa akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik diluar sana. Tapi, entahlah. Lisa hanya mencoba untuk berpikir positif dan enggan memperkeruh suasana hatinya.

"Diantar pacar lagi? Kkk~" suara lucu Jung Eunha mengalun lembut ditelinga Lisa. Gadis berambut pendek itu merupakan partner kerjanya.

Lisa tertawa tipis sembari menggeleng pelan. Padahal kakinya baru saja menginjak lantai minimarket tersebut, tapi Eunha sudah menggodanya dengan kalimat seperti itu. "Jangan mengada-ada. Sudah kubilang, dia itu bukan pacarku."

"Hei.. Tapi aku sudah melihat kalian berciuman di dalam mobil berkali-kali, loh."

"Dan aku juga sudah berkali-kali berkata kalau kami tidak memiliki hubungan semacam itu." ucap Lisa.

Eunha mendecak, setengah kesal. "Aku itu gemas sekali dengan kalian berdua. Kalian itu terlihat cocok, saling membutuhkan, dan--hmph!"

Lisa menutup mulut Eunha dengan telapak tangannya, menghentikan kalimat yang dilontarkan oleh temannya tersebut. "Dasar cerewet. Sudah waktunya kita bekerja, tahu!" ujarnya, berusaha menghindar. Sesungguhnya ia memang tak berminat dengan topik pembicaraan semacam itu.

Eunha menarik napas pelan. Ia mengekori Lisa yang melangkah menuju ruangan khusus karyawan. "Tapi sampai kapan kau akan seperti ini terus, Lisa? Cobalah untuk memaafkan masa lalumu."

"Aku sudah memaafkan semuanya. Hanya saja, aku juga sudah mengambil pelajaran untuk tidak melakukan hal yang sama. Aku tidak akan pernah menyentuh hubungan semacam itu lagi." jawab Lisa. Gadis bersurai cokelat gelap itu menaruh tasnya ke dalam loker, kemudian mematut dirinya dihadapan cermin.

"Tapi bagaimana kalau suatu hari nanti Jungkook menikah dengan perempuan lain?"

Kini Lisa beralih untuk menatap Eunha. Gadis itu tersenyum tipis, tampak tidak mengkhawatirkan apapun. "Jungkook bahkan sudah berkali-kali tidur dengan banyak gadis, dan keadaanku masih baik-baik saja. Jadi kalaupun dia memutuskan untuk pergi dan menikah, kurasa aku juga akan tetap baik-baik saja. Kami melakukan seks karena kebutuhan. Dan hidup tanpa terikat hubungan yang mengatasnamakan cinta adalah pilihan."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
living together | lizkook✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang