🍒8

21.1K 2.1K 177
                                    

Lisa baru saja menyelesaikan shift dua nya pukul sebelas malam. Sudah sekitar sepuluh menit ia menunggu kedatangan Jungkook yang akan menjemputnya tepat didepan minimarket tempatnya bekerja. Sebenarnya Eunha sudah menyuruh Lisa untuk menunggu di dalam saja karena udara malam ini cukup dingin. Tapi Lisa menolaknya dengan alasan agar ketika Jungkook datang, dia bisa segera masuk ke mobil dan meluncur pulang. Ia sudah sangat merindukan kasur, tentunya. Lelah sekali. Hari ini minimarket sedang ramai pengunjung. Mungkin karena sudah mulai memasuki awal bulan dan orang-orang sudah menerima gaji. Jadi berbelanja kebutuhan pokok adalah yang utama meski minimarket ini tidak terlalu lengkap seperti supermarket yang ada di pusat kota.

Gadis itu mulai bosan sekarang. Ia hanya terduduk disalah satu kursi sembari menumpu kepalanya diatas meja--memandangi jalanan yang sepi. Apalagi udara sudah mulai terasa menggigiti kulitnya. Lisa lantas menegakkan tubuhnya dan mengeratkan sweater rajut yang dipakainya. Ia menghembuskan napas pelan. Sebenarnya kemana si Jeon Jungkook itu?

Namun Lisa nyaris saja beranjak ke dalam minimarket untuk menghangatkan tubuhnya jika saja sebuah suara tak merasuk ke dalam rungunya.

"Lalisa.." suara itu terdengar ragu, seolah tengah memastikan bahwa presensi seorang gadis yang memakai sweater rajut berwarna merah muda itu adalah benar orang yang ia maksud.

Lisa menoleh, namun raut wajahnya menegang seketika. Ada keterkejutan, yang perlahan berubah menjadi amarah. Gadis itu bisa merasakan bagaimana jantungnya berdegub kencang disertai napas yang tercekat. Ia tersenyum miring, begitu tipis. "Hai, Kim Yugyeom.."

Sungguh, jika bisa memutar waktu, rasanya Lisa akan lebih memilih untuk menunggu Jungkook di dalam minimarket saja daripada harus bertemu dengan pemuda bernama Yugyeom itu. Pria jangkung tersebut adalah mantan kekasih Lisa. Seseorang yang pertama kali merebut hatinya, menidurinya, dan mencampakkannya begitu saja.

Yugyeom terdiam sejenak. Ia menatap Lisa dengan sendu yang sarat akan rasa bersalah, penyesalan, dan juga kerinduan. Tapi melihat bagaimana keadaan gadis itu yang tampak baik-baik saja, membuat Yugyeom mengulum senyum tipis. "Sudah lama sekali kita tidak bertemu."

Lisa mengangguk-angguk pelan. Ia sangat muak melihat wajah si brengsek ini. Jujur saja, masih ada kebencian dan rasa sakit yang mengendap di dalam hatinya kendati selama ini ia sudah mencoba membuangnya sekuat tenaga. Pemuda itu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Lisa tak ingin membuka hatinya lagi untuk orang lain. Sebab dahulu ia pernah sangat mencintai, namun dikecewakan dengan teramat.

"Kalau begitu aku masuk dulu." ucap Lisa, berusaha menghindar.

Namun Yugyeom segera memegang pergelangan tangan Lisa, menahan gadis itu. Mengetahui Lisa yang menatap tautan tangan mereka dengan pandangan tidak suka, membuat Yugyeom segera tersadar dan melepaskannya. "Bisakah kita bicara sebentar?"

Lisa melipat kedua lengannya didada dan menatap Yugyeom dengan pandangan bosan. Ia tidak menyangka akan bertemu Yugyeom, mengingat pemuda itu sudah pindah ke luar kota semenjak lulus dari sekolah menengah atas. "Apa yang ingin kau bicarakan? Kurasa tidak ada hal lain semenjak kau pergi begitu saja bersama Nana."

Yugyeom menyadari sepenuhnya kalau ia memang salah. Saat itu, ia tergoda pada Nana dan memilih untuk meninggalkan Lisa. Tapi sekarang ia menyesalinya. Ia menyesal karena telah menyakiti Lisa yang telah mencintainya sepenuh hati, sementara Nana hanya menginginkan kepopulerannya saja. Itu terbukti saat Nana memutuskan hubungan mereka tanpa alasan yang jelas ketika masa sekolah menengah atas sudah berakhir. Nana sudah tidak membutuhkan Yugyeom untuk membuatnya menjadi gadis paling diinginkan disekolah.

"Aku ingin minta maaf untuk itu." kata Yugyeom dengan nada menyesal. Tatapannya begitu sendu. "Aku sangat menyesal karena telah menyakitimu begitu dalam. Aku terlalu bodoh karena meninggalkanmu begitu saja dan memilih untuk bersama Nana yang hanya ingin memanfaatkanku. Kesalahanku sudah sangat fatal. Tapi aku sangat berharap kalau kau bisa membuka pintu maafmu meski hanya sedikit. Aku benar-benar minta maaf, Lalisa."

living together | lizkook✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang