.
.
.
"Hati-hati yak nak."Satu pelukan dari Tante Susi Jian dapatkan. Jian meluk erat Tante yang sudah dia anggap pengganti mamanya itu.
"Jaga diri baik-baik"
Tante Susi menangis dibahunya.
Jian menepuk-nepuk pelan punggung itu. Matanya kini menandang satu persatu orang tersayangnya. Ada Paman Ilham, Tante Yumi, Om Yusuf , bahkan sikutub Vincent. Dan Jian tersenyum sedih ketika melihat sosok mungil yang bersembunyi dibalik punggung tegap Vincent
Satu kecupan dari Tante Susi sebagai tanda restu bahwa Jian boleh pergi.
"Wen"
Wendy yang berada dibelakang kak Vi, tak sanggup untuk melihat wajah Kakanya yang hendak pergi itu.
"Dek, samperin dulu. Bang Jian bentar lagi berangkat"
Wendy menggeleng. Dia gak mau.
Dia gak mau liat wajah Bang Jian.
"Wendy"
Suara dari Jian membuat air mata Wendy makin menggenang.
"Sini, peluk gue"
Wendy makin terisak kala melihat tangan Jian yang terbuka menunggu untuk didekap olehnya.
"Abang jahat"
Wendy lari dan langsung masuk kedalam pelukan Jian.
"Jangan pergi"
Tangis Wendy makin pecah, dia tak rela Bang Jian pergi.
"Abang janji bakalan sering pulang"
Wendy memeluk Jian erat-erat. Dia gak mau ditinggal lagi, cukup Mama sama Ayah yang ninggalin dia, jangan sampai Bang Jian Juga.
"Wen, lo gak sendirian lagi sekarang. Lihat ada Vincent yang udah janji ke gue bakalan jagain lo. Dan juga ada Tante Yumi dan Om Yusuf , mereka udah jadi orang tua lo juga. Jangan rewel okey? Jangan ngerepotin mereka. Liat Tante Susi dan Paman Ilham juga orang tua lo kan , Wen?"
Tangan Jian dengan sangat lembut menghapus jejak-jejak air mata pada pipi Sang adik.
"Gue janji bakal jaga diri"
Jian mengecup pelan kening Wendy lama. Mencurahkan kasih sayangnya sebagai seorang kaka.
"Bang. Lo harus makan yang banyak disana. Inget makannya nasi jangan mie. Kalo nanti musim dingin pake baju anget sampe berlapis-lapis. Jangan sampai sakit. Jangan jajan sembarangan juga disana. Abang harus inget telpon Wendy kalo senggang. Sama awas aja kalo sampe kimochi kimochi disana, inget dosa"
Disela tangisnya Wendy masih bisa mengomeli Jian dan itu membuat hati Jian terasa lega dan tenang.
"Iya, iya. Oh iya Wen, nanti kalau gue balik setidaknya harus udah ada satu ponakan yang lucu ya buat gue?"
Wendy diem.
Ponakan?
Mata mereka bertemu.
Anak lo sama siVincent maksud gue
Kontak batin itu lantas membuat wajah Wendy yang merah habis menangis , kini makin merah karena merona.
"Ih. Apaan sih Bang!"
Dada Jian dipukul kuat oleh Wendy setelah ngerti kemana arah omongannya tadi.
"Hehehe. Vi, gue titip adek gue ya. Oh iya gue juga minta ponakan kalau gue pulang nanti"
Jian tereak kearah Vincent yang membuat semuanya tertawa dibelakang. Dan dijawab dengan anggukan yakin oleh Vincentnya.
"Jian pamit ya. Assalamualaikum"