***
Arsen duduk diam di kafetaria rumah sakit di Bimasatya Hospital. Dia sedang menunggui atasannya yang sedang mengunjungi sang putri.
Pria dengan kaus hitam itu menyesap kopi pahitnya sekali lagi. Matanya tak beranjak dari pintu keluar yang berada tepat di depannya. Dia bisa leluasa mengamati pintu itu, takut-takut atasannya keluar.
Namun bukan atasannya, melainkan gadis berkacamata dengan snellinya yang justru muncul. Arsen mengernyit, merasa mengenali gadis itu.
"Hai!" sapa Mega dengan senyum ramahnya. "Arsen, kan?"
Arsen hanya mengangguk menjawab pertanyaan itu.
"Boleh duduk sini?" kata Mega menunjuk kursi di depannya. Gadis itu tampak manis dengan tatapan tegas di balik kacamata beningnya.
Sekali lagi, Arsen mengangguk.
Mega segera menarik kursi dan duduk disana.
"Kamu ... Dokter?" tanya Arsen mencoba membuka percakapan. Dia menunjuk name tag bertuliskan 'Mega Arita' yang menggantung di saku kiri snelli gadis itu.
"Ahhh, cuma dokter biasa, bukan spesialis," jawabnya masih dengan senyum ramah. "Tapi sama aja, sih. Yang dilihat cuma usus besar, usus kecil, jejunum. Kadang saya pengen jadi traveller aja, biar bisa liat pemandangan indah."
Arsen hanya mengangkat sedikit sudut bibirnya mendegar itu.
Mega melanjutkan, "Atau kalau bisa jadi relawan aja ke Urkania, siapa tau nemu pacar tentara juga gitu, kayak dokter Kang Mo Yeon."
Kali ini Arsen mengernyit, "Dokter ...?"
"Kang Mo Yeon, yang di drama Descendant of the sun itu," jelasnya. "Ahhh, pasti kamu nggak pernah nonton drakor," ralat Mega sedikit terkekeh saat menyadari ekspresi kebingungan Arsen.
Arsen mengangguk saja. Dalam hati sedikit geli sebenarnya mendengar kecerewetan gadis ini. Padahal ini baru pertemuan kedua mereka, namun tampaknya Mega terlihat tidak kaku.
Arsen menegak melihat siluet Davis berjalan di kejauhan. Dia kembali menatap Mega. "Saya harus pergi."
Mega ikut berdiri. "Ahhh oh iya."
Arsen segera beranjak menghampiri Davis. Namun matanya melirik ke arah Mega sekali lagi.
Gadis itu ... Memenuhi semua list kriterianya.
***
Rima mendesah sekali lagi dengan tubuh yang menyandar sepenuhnya pada kursi putar berwarna hitam itu. Tubuhnya terasa remuk setelah duduk selama hampir 12 jam. Tugasnya sebagai content writer di sebuah perusahaan kosmetik kedua terbesar di Indonesia ini memang cukup melelahkan.
Dia mencepol rambut coklatnya asal. Menggerakan leher ke kanan dan kiri untuk mengusir pegal. Dia segera mematikan komputernya setelah menyimpan file dengan rapi.
Rima bangkit, merapikan sedikit blus dan rok selututnya lalu meraih tas. Bersiap untuk pulang.
Namun rasa-rasanya batinnya akan memberontak keras kalau dia memilih langsung pulang, tidak mampir ke Rainbow, club langganannya untuk meredakan penat. Ya ... Seharusnya dia harus kesana malam ini. Alih-alih reward untuk dirinya sendiri setelah seharian bekerja.
Dia masuk sendirian ke dalam lift dengam tangan kiri memegang botol air mineral. Tangan kanannya sibuk dengan ponsel saat satu pesan muncul di pop up.
Sandria : (sent a pict)
Sandria : Bener kan dugaan gue, cowok lo emang selingkuh sama anak magang itu.
Rima mengamati foto yang dikirimkan Sandria itu dengan seksama. Di dalam foto itu, terlihat jelas seorang pria duduk di sofa bar bersama wanita cantik berpakaian kantor yang sangat dirinya kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Pilihan / Choices (SELESAI)
Romantizm[BISA DIBACA LENGKAP DI FIZZO DENGAN JUDUL WANITA PILIHAN] *** Ini kisah seorang Arsean Adinata. Si Tuan robot yang hidupnya sangat flat dan jauh dari kebisingan. Wajahnya kaku, tubuhnya tegap. Semua orang yang mengenal Arsen memilih menganggap pria...