07. Di Belakang

3.8K 730 79
                                    

"Pegangan dong, nanti mbak Rose jatuh saya yang dimarahin mbak Jennie," ucap June saat Rose terduduk manis di jok belakang motor tua June yang sedang melaju pelan itu.

Mereka sedang perjalanan balik dari pasar besar menuju rumah Jennie.

"Sudah, kamu fokus nyetir aja," suruh Rose cepat dan June menelan kekecewaan saat usahanya mendekati janda dua anak itu gagal lagi.

Eh tapi emangnya Rose sudah janda?

"Saya kalau fokus nyetir doang ngantuk mbak," kekeh June dan dia dapat mendengar Rose hanya berdeham.

Namun June pantang menyerah, bukan Junedi Rayyan Malik namanya jika tidak bisa menaklukan hati wanita!

"Mbak Rose dulu tinggal di Jakarta, ya?" tanya June kepo. Motor mereka kini menyebrangi jembatan aspal yang tampak sudah tua termakan usia dan tak kunjung dipugar oleh perangkat daerah setempat.

"Iya."

"Kerja apa mbak?" tanya June.

"Penulis."

"Wah, pasti hebat mbaknya," respon June dan kini motor berbelok ke jalanan tanah yang Rose kenal sebagai gang babi.

Kenapa babi?

Soalnya itu jalan tembusan menuju desa dan banyak babi liarnya. Seram memang, tapi efektif lebih cepat sampai.

"Kerjaan suami dulu apa mbak?" tanya June memecah keheningan.

Mendengar kata suami disebut membuat hati Rose terasa perih, tanpa sadar ekspresi wanita itu mengeras mendengar pertanyaan tak terduga dari June.

"P-pengusaha."

Setidaknya Rose masih terdengar normal menjawab pertanyaan June.

"Oh gitu, saya juga pengusaha loh mbak! Saya kan pengepul ikan tersukses di sini," ucap June dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Iya."

"Saya sudah joint ... joint apa tuh mbak? Istilah bisnisnya kerja sama dengan perusahaan lain itu loh ..."

"Joint venture."

"Nah, itu! Saya sudah joint venture sama pengepul ikan besar di Lombok dan Bali. Terusㅡ"

June terus mengoceh mengenai kerjasama dirinya dan beberapa pengepul ikan, ia tak tahu saja jika Rose yang duduk di belakangnya tak mendengarkan seluruh ucapan pria itu karena pikirannya berlabuh ke ingatan buruk akan suaminya beberapa tahun silam.

***

Sesampainya di depan rumah Jennie, Rose segera turun dan mengucapkan terimakasih secara singkat sebelum ia terburu-buru masuk ke dalam rumah kayu yang dibangun secara gotong royong itu.

Jennie yang sedang berada di teras, bermain bersama Ilo dan Nino melihat gelagat aneh sahabatnya itu. Disaat Rose sampai hendak melewati teras, Jennie berusaha menyapa wanita itu.

"Loh, sudah pulang, Ros?"

"Maaf, Jen," ucap Rose cepat.

Wanita itu bahkan melewati Ilo dan Nino yang masih sibuk bermain di teras dan melesat begitu saja masuk ke dalam rumah.

Ada yang tidak beres.

Jennie memandang ke arah June yang masih menunggu di depan, turut kebingungan melihat tingkah Rose itu.

"Kak Nino, jagain adek Ilo sebentar ya, aunty mau ngobrol sama om June sebentar," ucap Jennie.

Mendengar nama June disebut, Nino mengangkat kepalanya dan melihat ke arah June, "OM JUNE!!!" sapa Nino.

"JUNYE!!!" pekik Ilo meniru Nino.

June tersenyum sebelum menyapa balik kedua anak kecil yang menggemaskan itu, "HAI, JAGOAN!!!!!" sapa June dari atas motornya.

"Astaga, June suaranya," desis Jennie.

Gadis itu buru-buru menghampiri June untuk menanyakan keanehan sikap Rose baru saja. "Jun, Rose kenapa sih?" tanya Jennie sambil berlari mendekat.

"Gak tau tuh, mbak Jen. Saya juga bingung. Tiba-tiba aja dia diam sepanjang jalan."

"Hm, kok gitu?"

June mengangkat bahu, "Apa saya ada salah tanya ya, mbak Jen? Tadi saya sempat tanya-tanya sama Rose soalnya," jawab June.

"Tanya apa?"

"Kerjaan dia di Jakarta, terus pekerjaan suaminyaㅡ"

Mata Jennie membulat, "Kamu sempat singgung suami Rose?! G-gimana dia respon pertanyaan kamu atau gak?"

"Respon. Dia bilang pekerjaan suami dia pengusahaㅡ Eh, eh! Mbak Jen! Kok saya ditinggal???" seru June memanggil Jennie yang berlari masuk ke dalam rumah, dengan teledor meninggal Ilo dan Nino membuat June terpaksa turun dari motor dan duduk di teras untuk menjaga Ilo dan Nino.

"Halo, om," sapa Nino.

"Hayo, omh," tiru Ilo.

June memandang kedua anak kecil itu sebelum dia mengecup pipi kedua anak kecil itu gemas, "Ayo, mulai sekarang latihan panggil Papa," ucap June.

"Eh?"

"Pa-pa. Coba tir," ucap June.

"Om June." tawa Nino.

"Papa."

"Junye, junye!" seru Ilo.

Sementara June sibuk melatih Ilo dan Nino untuk memanggil dirinya dengan sebutan papa, di dapur keadaan berbanding terbalik.

Suasana tegang terjadi disana.

"Rose, open up ke aku juga. Aku siap bantu kamu," ucap Jennie, terdengar seperti memaksa Rose yang kini mencuci sayuran.

"Gak bisa, Jen."

"Kenapa sih, Ros? Kamu sembunyikan apa dari aku?" tanya Jennie pantang menyerah.

Hingga Rose teringat sesuatu dan menghentikan aktivitasnya, "Jen, Ilo sama Nino sama siapa?" tanya Rose yang langsung berlari ke depan.

Namun belum sampai ia di teras, Rose dapat mendengar suara June yang sedang bercengkrama dengan Nino. Dan entah haruskah Rose bersyukur mendengar percakapan mereka atau tidak.

"Kenapa Nino gak mau punya papa lagi?" Rose dapat mendengar June bertanya.

"Gak mau, nanti papa baru juga bikin bunda Nino nangis." jawaban Nino membuat Rose teringat dikala suaminya itu nyaris memukul Rose di hadapan Nino yang masih berusia 3 tahun.

"Loh, tapi kan papa June baik hati, bunda gak pernah nangis sama papa June," jawab June, bluffing.

June memang baik, Rose akui itu, tapi ia tak bisa menerima kehadiran pria baru dengan mudah terlebih ia masih berstatus istri dari suaminya yang digilai dan dicintai oleh publik itu.

"Semua pria sama saja om. Bunda lebih bahagia sendiri."

Dan jawaban Nino yang tak wajar untuk anak seusianya itu kembali mengejutkan Rose.

***

spicypastaaa 🍝

SORE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang