#9 : Gratitude

250 22 0
                                    

"Gratitude, thankfulness, or gratefulness, from the Latin word gratus ‘pleasing, thankful’, is a feeling of appreciation felt by and/or similar positive response shown by the recipient of kindness, gifts, help, favors, or other types of generosity...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gratitude, thankfulness, or gratefulness, from the Latin word gratus ‘pleasing, thankful’, is a feeling of appreciation felt by and/or similar positive response shown by the recipient of kindness, gifts, help, favors, or other types of generosity, towards the giver of such gifts."



×××



"Ada,"

Mendengar itu, Emin memutar tubuhnya agar menghadap kearah Emil. Sepenuhnya fokus pada kembarannya.

"Ayo, ungkapkan segalanya," kata Emin menepuk pundak Emil.

"Sebelumnya aku minta maaf dulu karena udah ninggalin kamu. Aku juga gak mau itu terjadi. Tapi tetep, maafin aku ya min?" kata Emil menoleh pada Emin.

Emin mengangguk. "Itu bukan salah lo. Tapi tetep gue maafin,"

"Thank you, Min," ujar Emil tersenyum.

Emin hanya mengangguk dan memberi jempolnya. "Ayo apalagi?"

"Hm, aku bingung ngomong nya darimana ya?" Emil menggaruk kepalanya dan tersenyum canggung.

"Hmmmm," Emin meletakkan tangan di dagunya. "Mulai dari dulu lo di bawa ke Aussie karena apa?"

Emil menatapnya bingung. Karena dia sakit kan?

"Maksud gue, jantung lo kenapa sampe lo dibawa kesana, gitu," lanjutnya.

"Dulu aku terpaksa ke Aussie karena ada infeksi di jantung ku, Min," ujar Emil sambil meringis.

Emin juga memberikan respon yang sama. Ikut meringis membayangkan apa yang harus dihadapi Emil.

"Terus? Apalagi? Lanjut dong ceritanya! Ceritain jantung lo kenapa aja, biar gue paham kondisi lo,"

"Sampai di Aussie, setelah 5 bulan pengobatan, infeksinya sembuh. Tapi setelah itu, beberapa bulan kemudian, aku ngedrop lagi. Dokter nyaranin aku buat operasi katup jantung. Katanya sih karena efek dari infeksi itu, katup ku jadi gak bener,"

Emin meremas kedua tangannya. Dia tak tau ini. Dia tak tau apapun tentang ini. Emin semakin merasa sesak mengingat saat itu mereka masih kecil. Hal ini terlalu berat untuk dibayangkan. Sementara Emil mengangkat wajahnya dan memandang langit sore yang mulai berubah warna kemerahan.

"Operasi nya lancar kok. Meskipun gak menyembuhkan, setidaknya aku bisa keluar dari rumah sakit dan menjalani hidup ku di luar. Aku pengen banget pulang kesini ketemu kamu, Min. Tapi selalu aja ada halangan nya. Maaf lagi ya min?"

Emin menepuk tangan Emil yang terlihat bergetar. "Gak apa-apa, sekarang kan lo udah ada disini," ujarnya dengan senyuman hangat.

Emil mengangguk. "Min, aku mau minta sesuatu, boleh?"

ParoxysmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang