Sparkles

872 81 13
                                    

APA yang paling Yerim butuhkan sekarang?

Emosinya kacau, mentalnya berantakan. Meski tubuhnya remuk redam karena kecelakaan yang dialaminya, hati gadis itu jauh lebih terluka. Dia dalam kondisi paling rapuhnya sekarang. Ibarat tengah berdiri di tepi jurang, satu langkah yang salah tidak akan menyelamatkannya, justru mendorongnya terjun bebas dalam jurang tak berdasar.

Joohyun menatap Yerim yang kini dikerubungi keluarganya. Wanita cantik itu menghela napas, menghampiri rekannya yang menunggu di depan pintu.

"Setidaknya, dia sudah bangun," kata Seungwan menenangkan. Dia paham makna wajah kalut Joohyun. "Untuk sekarang, kurasa kita tidak perlu membahas kecelakaannya atau apa pun yang menyebabkan hal itu."

"Aku setuju," timpal Seulgi. "Yang paling penting, Yerim sudah bangun. Aku tidak butuh apa pun lagi selain dia baik-baik saja."

Joohyun mengangguk, menunjukkan wajah penuh terima kasih pada dua rekannya. "Aku pikir itu saran yang sangat bagus. Omong-omong, apakah ada yang melihat Noel?"

Sooyoung mengarahkan dagunya ke koridor. "Dia baru saja dari toilet," katanya menjelaskan.

Noel berjalan menghampiri mereka, memasang wajah bingung begitu sadar mereka mungkin tengah membicarakannya. "Ada sesuatu yang salah?" tanyanya.

Joohyun berdiri di depan Noel, mendongak menatap kedua netra coklat pemuda itu. "Noel, kami takut melakukan sesuatu yang salah pada Yerim."

Kedua bahu Noel yang semula tegang mengendur. Pemuda tampan itu menyunggingkan senyum tipis, paham kekhawatiran empat wanita muda di depannya.

"Yerim hanya butuh penerimaan." Noel mengintip ke dalam kamar Yerim yang terbuka dari balik punggung Sooyoung, tersenyum begitu melihat Yerim tengah tertawa dengan anggota keluarganya. "Kita tidak perlu menghakiminya atau memberinya simpati. Dia hanya perlu diterima sebagaimana dirinya ada."

Joohyun memaknai kalimat Noel baik-baik, tersenyum begitu dia sadar kenapa Yerim begitu mudah menerima kehadiran Noel. Seseorang yang menerima, tanpa menyimpulkan penghakiman, tanpa memaksa harapan, tanpa menebar kasihan. Seseorang yang menerima dirimu apa adanya, sangat mudah untuk menjadi diri sendiri dan percaya pada seseorang seperti itu.

"Kami mengerti," kata Joohyun. Wanita itu menatap tiga temannya yang lain, saling melempar senyum. Joohyun menatap Noel lagi, yang berdiri tenang di depannya tanpa mengusik apa pun. "Terima kasih, Noel."

Noel membalas dengan senyum tipis, tertangkap oleh mata Yerim yang ikut tertular senyumannya.

Suasana di antara mereka berlima sangat canggung. Keluarga Yerim telah keluar dan memberi lima wanita itu privasi. Tentu mereka butuh ruang dan waktu setelah semua hal yang terjadi.

"Kau sudah merasa baikan?" Joohyun bertanya dengan nada lembut, mengusap pelan rambut Yerim. "Jika kau butuh sesuatu, katakan saja, oke?"

Yerim memandang keempat rekan satu grupnya, tersenyum simpul. "Mungkin, kita butuh bicara."

Hening.

Seungwan berinisiatif memecah suasana. "Yerim, jika rasanya terlalu sulit, tidak masalah jika kau hanya menyimpannya untuk beberapa waktu."

{✓} SCINTILLATE | 𝖪𝗂𝗆 𝖸𝖾𝗋𝗂𝗆 |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang