Kisah Kedelapan : Ketika Bunga Menunjukkan Keindahannya

10 3 5
                                    

Aku termenung. Duduk sendirian di bangku sambil memandangi bunga-bunga yang perlahan mekar dengan indahnya. Di sini, di taman bunga dekat sekolah, sendirian.

Ini hari Minggu, jadi aku tidak akan pergi ke sekolah. Aku hanya ke sini karena ingin menenangkan diri. Ada banyak hal yang sedang aku pikirkan.

Pertama, ujian akhir akan diadakan minggu depan. Aku tak masalah jika harus memilih SMA di dekat sini. Tapi ... mungkin suasananya akan berbeda. Kedua, mengenai ke mana aku harus melangkah selanjutnya. Ketiga, apa yang bisa dilakukan oleh seseorang tanpa bakat sepertiku? Dan yang paling tidak bisa berhenti aku pikirkan adalah ... tentang Jerray.

Ya, orang itu akan segera pergi setelah dia melaksanakan ujiannya. Ditambah lagi, dia bahkan tidak pernah memberitaukannya padaku. Yang memberitauku adalah ... Dynna dan cewek itu, Issa.

Dia akan pergi untuk waktu yang lama.

Ah, sudah jam berapa, ya, ini? Aku bangun pukul tiga pagi karena mimpi buruk dan tidak bisa tidur lagi. Jadi, aku memutuskan untuk pergi ke tempat ini. Aku kira melihat bunga-bunga yang bermekaran tidak buruk juga.

Ternyata sudah jam setengah lima pagi.

~o0o~

Hari itu, saat aku menyatakan perasaanku secara tidak langsung pada Jerray. Sepulang sekolah ...

"Hai," seseorang menyapaku di kelas. Dia datang mengunjungi tempatku.

Belakangan ini, mulai banyak orang yang tidak segan-segan untuk menyapaku. Bahkan aku sudah mulai lancar untuk mengobrol dengan teman-teman sekelasku. Semua berkat kejadian beberapa hari lalu.

"Ah, Dynna, ada apa?" aku berusaha menjadi ramah agar orang-orang tidak merasa terganggu saat bicara denganku.

"Ini soal anak yang dihukum tadi siang," katanya. "Namanya Jerray, ya?"

Suasana hatiku berubah lagi saat dia menyebut namanya, "Ada apa dengan Jerray?"

"Entahlah. Tapi, tadi dia sempat titip pesan padaku. Dia bilang aku harus menyampaikannya padamu."

"Hah? Kapan itu?"

"Setelah dia selesai dengan hukumannya, kami sempat berpapasan."

Perasaanku tidak enak. Apa yang ingin Jerray sampaikan padaku? Mengapa sampai harus melibatkan ketua kelas? Apa dia marah? Ah, tentu saja. Setelah mencabut hasil kerjaannya, siapa yang tidak marah?

"Dia bilang apa padamu?" tanyaku penasaran.

Dynna pun tersenyum lembut yang tidak bisa aku jelaskan. Mungkin dia menyembunyikan sesuatu. Hal itu membuatku tambah merasa tidak nyaman. Sampai dia mulai berbicara menirukan gaya bicara Jerray, saat itulah perasaan yang tidak enak ini menjadi kenyataan.

"'Makasih, ya, karena selama ini kamu selalu menemaniku saat aku sendiri—saat gak ada yang mengajakku ngobrol. Tapi, kita gak bisa lagi ngobrol bareng seperti biasanya, loh. Setelah ujian, aku pergi meneruskan SMA di Singapura, tempat ibuku mengajar selama ini.'"

Keesokan harinya, aku tidak bertemu dengan Jerray. Padahal, saat itu aku sampai pergi ke ruang guru hanya demi bertanya di mana kelas dari siswa yang bernama Jerray. Salah seorang guru yang mengaku sebagai wali kelasnya Jerray berkata bahwa dia tidak masuk karena sakit.

Namun, saat aku berdiri di tempat di mana Jerray biasanya menghabiskan waktu istirahatnya ...

"Kamu ..." seorang cewek berambut pendek dan lebat berjalan mendekatiku. "kamu pacarnya Jerray, ya?"

When the Flower BlossomsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang