"Nanti sore aku ke rumahmu, ya?"
"Eh!?"
Sudah seminggu berlalu sejak Jerray mengajakku ke taman bunga dekat sekolah. Dan hari ini, di sekolah, dia baru saja membicarakan hal yang mengejutkan diriku.
Aku tak bisa membayangkannya. Jerray ingin ke rumahku!?
"Kamu bilang rumahmu selalu sepi," katanya dengan tampang tak bersalah.
"Justru karena itu ...! Ehm, maksudku ..."
Aku tak tau bagaimana harus mengatakannya. Sudah jelas bahwa dia akan datang ke rumah seorang cewek sendirian. Sendirian! Ke rumah cewek! Aku tak masalah kalau yang datang adalah makhluk sejenis, tapi dia ...
"Kenapa kamu tinggal sendirian?" tanyanya.
"Ah, itu karena ... ibu dan ayahku tinggal di tempat lain," aku menunduk. Pertanyaan itu membuatku mengingat sesuatu yang kelam.
"Tinggal di mana? Dan kenapa?"
"Di suatu tempat," jawabku. "kalau ditanya kenapa ... aku tidak ingin mengingatnya."
Aku bisa merasakan dia menatapku dalam-dalam. Apapun yang terjadi, aku sudah berjanji pada diriku untuk menyimpan masalah pribadi ini sendirian. Maafkan aku, Jerray.
"Ya sudah. Kalau memang keberatan, aku gak akan tanya lagi," katanya. Aku menghela nafas lega. "jadi, aku boleh, kan, ke rumahmu?"
Ah, dia mulai lagi.
"So-soal itu, ya ..." aku gugup dan tak tau bagaimana lagi harus menjelaskan.
"Kenapa? Tidak bisa percaya padaku?" dia mendekatkan wajahnya ke arahku.
Eh? Bicara apa dia ini. Peka atau tidak, sih? Lagipula, wajahnya terlalu dekat! Bisa-bisa aku terkena serangan jantung. Aku bisa menebak pasti wajahku sangat merah saat ini.
"Bu-bukannya aku tidak percaya ..."
"Kalau begitu, sore nanti, sepulang sekolah!" setelah mengatakan itu, Jerray berlari meninggalkanku sendirian.
Padahal aku belum mengiyakan ...
Ah, aku lupa kalau aku sudah kehabisan bahan makanan untuk minggu ini. Berarti nanti sore sepulang sekolah aku harus belanja. Duh, karena Jerray membuatku merasa seperti ini, aku jadi lupa. Aku tidak sempat mengatakan padanya. Mungkin sebaiknya aku kejar dia.
Aku pun ikut berlari ke arah yang tadi dilaluinya. Sayangnya, aku kehilangan jejak orang itu. Selama masih di lingkungan sekolah, mungkin aku bisa mencarinya.
Aku berlari ke tengah lapangan dan menatap sekitar. Namun yang aku lihat hanya orang-orang yang menatapku dengan sinis. Kenapa ini selalu terjadi ... Apa aku memang tidak diperbolehkan untuk terlihat mencolok? Padahal aku tidak melakukan apapun pada mereka.
Ini sangat menyakitiku. Pada akhirnya aku hanya bisa menundukkan kepalaku dan menahan rasa sakit dan malu ini. Saat itulah, aku akhirnya menangkap sosok Jerray yang sedang berjalan ke arah tangga. Dia akan pergi ke lantai dua.
Tanpa peduli dengan orang-orang di sekitarku, aku berlari lagi mengikutinya yang sudah menaiki beberapa anak tangga. Saat aku akan menaiki tangga yang sama, para siswi sudah lebih dulu menutupi jalan dan pandanganku terhadap Jerray. Mereka memenuhi tempat sehingga aku tidak bisa menerobos.
Menyebalkan. Ditambah lagi, mereka lama sekali! Kenapa anak cewek suka sekali mengobrol sambil berjalan bahkan saat menaiki tangga? Aku juga cewek, tapi aku tidak pernah punya teman untuk mengobrol, jadi mana mungkin aku mengerti isi pikiran mereka.
Ini hanya akan memperlambat pergerakan mereka, begitu juga denganku. Kira-kira Jerray pergi ke mana nantinya? Aku ingin menerobos, tapi mereka mungkin akan sinis padaku. Lagipula, aku juga terlalu takut bahkan hanya untuk bilang permisi.
Setelah menunggu sekitar tiga puluh detik, akhirnya mereka sampai dan berbelok ke arah kanan yang kemungkinan menuju ke kelas mereka. Dan aku ... hanya bisa diam di depan tangga karena telah kehilangan jejak orang yang aku cari.
Kenapa aku harus mencarinya, ya?
"Aku, kan, bisa bicara dengannya lewat chat saja," gumamku sambil tersenyum pahit.
Aku mengambil ponsel dari saku bajuku dan menyalakannya. Untuk sesaat, aku dapat bernafas lega. Aku mulai mencari nama Jerray dari daftar kontakku. Saat itulah aku merasa ada yang janggal.
Apa-apaan aku ini ... Kita bahkan tidak pernah saling bertukar nomor ponsel.
Aku hanya bisa merutuki kebodohanku. Pada akhirnya, aku tak berkutik sama sekali dan terus menatap layar ponselku. Tiga menit kemudian, layar ponselku mati dengan sendirinya.
"Minggir, woy! Ngapain kamu diam di tengah jalan!?"
Suara kasar dari seorang cewek membuatku tersadar bahwa aku masih berdiri di depan tangga. Dengan cepat aku langsung meminta maaf dan pindah dari tempat itu.
Masih dalam pencarian.
Aku rasa dia pergi ke kelasnya. Mungkin aku akan mencoba mencarinya di sana. Aku pun berjalan di sepanjang koridor. Terus berjalan hingga sampai ke ruang kelas yang terletak paling ujung. Kemudian aku kembali lagi, karena ...
Kelasnya Jerray di mana, ya?
Untuk yang ketiga kalinya, aku merasa seperti orang bodoh.
~o0o~
Hari sudah sore. Sudah waktunya pulang.
Pada akhirnya, aku tidak bertemu dengan Jerray sama sekali di sekolah ini. Padahal biasanya dia selalu memandangi orang-orang yang beraktivitas di lapangan. Tapi sejak istirahat pertama, aku tidak melihatnya.
Dan juga, terlalu banyak kelas di sekolah ini. Aku yakin kalau Jerray itu seangkatan denganku, tapi aku hanya terlalu takut untuk memeriksa setiap kelas. Semua orang pasti tidak akan suka dengan kedatanganku ke kelas mereka.
Aku memang pengecut.
"Hei, kau masih belum pulang?" sebuah suara lembut membuatku tersadar bahwa tinggal aku seorang yang berada di kelas ini.
Aku menoleh ke arah orang itu yang berada di depan pintu kelas, "Oh, Dynna."
"Semua orang sudah pulang. Kau juga harus pulang sekarang. Jangan buat ibumu khawatir, ya?" kata Dynna sambil tersenyum ke arahku.
"Dynna, ayo kita pulang! Bisakah kamu berhenti bicara sama anak aneh itu?" ah, itu pasti suara temannya yang sudah lebih dulu berjalan di depan.
"Dia tidak aneh, kok!" Dynna menatapku lagi, "Kalau gitu, aku duluan, ya."
Dynna dan teman ceweknya itu pun berjalan bersama, meninggalkanku sendirian di kelas.
Memangnya ibuku peduli padaku?
Aku bangun dari tempat dudukku dan mengangkat tasku. Aku berjalan sendirian keluar kelas. Aku penasaran apakah Jerray sudah pulang lebih dulu? Atau dia akan langsung pergi ke rumahku?
Di perjalanan keluar sekolah, aku berhenti sebentar dan memandangi bunga-bunga yang sengaja ditanam di depan gerbang. Mereka sangat indah dan begitu berwarna. Aku pun terpikir sesuatu yang sangat penting.
Jerray tidak tau alamat rumahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Flower Blossoms
Fiksi RemajaKetika bunga bermekaran, apakah ia akan menunjukkan keindahan atau penderitaannya selama ini? Lima tahun yang lalu, seorang gadis penyendiri jatuh cinta dengan bunga terindah. Tanpa ia sadari, bunga yang paling indah itu memiliki masa lalu yang pen...