Tak mungkin melewati jalan biasa untuk ke desa seberang. Namia yakin sekali dia bisa bertemu beruang-beruang tadi kalau dia melakukannya. Itulah mengapa Namia memilih jalur memutar, memasuki hutan.
Lari kudanya masih cepat. Namia pun tak berpikir untuk memelankan langkah kaki kuda yang dipumpanginya sedikitpun. Sejak teringat akan kakeknya, dia jadi sedikit khawatir. Dia khawatir sesuatu yang buruk menimpa kakeknya.
Hari mulai gelap. Namia tak begitu menyadarinya. Sampai langkah kudanya terasa sedikit pelan, dia baru menunduk ke bawah dan memperhatikan kulit coklat muda kudanya yang sudah samar-samar terihat seperti hitam. Namia mendongak, dan mendapati bintang sudah muncul di langit. Lalu dia memelankan kudanya, dan kemudian menghentikan langkah kudanya.
Dia turun dari punggung kuda. "Sepertinya sudah lama sekali kamu berlari. Sebaiknya dari sini, kita berjalan kaki saja, ya," ujar Namia sambil mengelus wajah kuda itu. Lalu dia mulai berjalan sambil sebelah tangannya menuntun kuda.
Jalur hutan yang dilewati mereka tak begitu mudah. Semakin lama, jalan tanah semakin banyak ditumbuhi rerumputan, bahkan semak belukar. Semakin mereka memasuki hutan, kelihatannya mereka semakin sulit menentukan jalan. Memang tak banyak orang di Verinda yang masuk ke dalam hutan.
Namia adalah orang pertama yang memasuki hutan di belakang kota Verinda sampai sedalam ini.
Keadaan hutan sangat gelap. Hanya terdengar pijak kaki dan suara-suara serangga malam. Desir setelah angin hutan berhembus menambahkan. Hal itu membuat Namia menggigil karena dinginnya angin malam hutan. Dia merapatkan jaket jahitannya itu.
"Malam ini begitu dingin," tanggap Namia. Dia memandang ke sekitar. "Ternyata hutan itu sangat seram saat di malam hari," tanggapnya lagi.
Srrak!
Tiba-tiba langkahnya terhenti. Namia yakin angin belum berhembus lagi. Dia memandang ke arah suara yang didengarnya, tepatnya ke pepohonan dan semak rimbun di sekitarnya. Kegelapan membuatnya sulit melihat, kelihatannya seperti tak ada gerakan apapun di sana.
Namia mulai berpaling lagi. Mungkin aku salah mendengar, pikirnya.
Srakk! Srak!
Namia terhenti kembali. Dia kembali menoleh ke sana. Sura itu masih terdengar saat Namia emperhatikan semak-semak itu. Sesuatu memang sedang mendekatinya, semak rimbun itu masih berdesir.
Namia memicingkan matanya. Semak-semak memang bergoyang-goyang. Dan pelan-pelan, Namia mulai menyadari sosok dalam kegelapan sedang mendekatinya. Namia merinding, dan segera ia berlari menarik kuda itu.
Siapa yang barusan itu? tanyanya dalam hati. Dia masih berlari sekuatnya sambil menarik kuda.
Namia menoleh ke belakang. Seseorang mengejarnya! Namia kembali memandang ke depan dan mempercepat larinya. Karena begitu terburu-buru, dia tak menyadari sebongkah batu di jalannya hingga Namia akhirnya terjatuh, terjembab.
"Aaah!!" ringis Namia singkat.
Tentu tali yang digenggamnya terlepas. Kuda itu berlari pergi meninggalkan Namia begitu saja. Menyadari hal itu, Namia segera bangun dan hendak berlari lagi. Namun kakinya sepertinya terluka, dia tidak mampu bangun dan berlari lagi.
Namia kembali menoleh ke belakang dengan gelisah. Orang itu masih berlari mengejarnya. Benar-benar hampir dekat.
Namia menutup kedua matanya ketakutan, seraya berteriak, "Jangan sakiti aku! Aku mohon jangan sakiti aku!"
"Tenanglah ...."
Namia membuka matanya kebali mendengar suara lembut itu. Ternyata orang itu hanya seorang gadis sebayanya dengan gaun panjang mengembang dan rambut pirang panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Chance
Фэнтези"Kau yakin begitu?" "Tentu." "Ta ... tapi ... mana mungkin?" "Sama sekali tidak mustahil untuk terjadi. Hanya kita yang belum tahu apa yang sebetulnya selama ini telah mereka sembunyikan. Kerajaan ini, tak mungkin diserang tiba-tiba, tanpa sebuah...