Alkisah, terdapat suatu kerajaan. Kerajaan itu dipimpin dengan keras. Kehidupan di sana tidaklah mudah bila rakyatnya tak menuruti perintah Sang Raja. Sementara, sang penguasa merupakan Raja yang begitu kejam. Dia memerintah untuk menjajah negeri lain, dan berkeinginan menguasai dunia di tangannya sendiri.
Di samping Sang Raja, bertekuk lutut 5 pengikutnya yang setia. Mereka semua pemilik kemampuan sihir yang begitu kuat. Sang Raja merupakan yang terkuat dari kelima anak buahnya itu.
Adapun sepasang kaki-tangan Sang Raja yang sangat dipercayainya. Tentunya, mereka berdua pun memiliki kemampuan sihir yang sama hebat.
Telah lama mereka menjajah banyak negeri. Sampai pada akhirnya, kerajaan tersebut jatuh juga. Seorang pendekar mengurung Sang Raja, kemudian melepas semua kekuatan sihir jahat di kerajaan tersebut. Namun belum sempat ia menyegel kekuatan itu di suatu tempat, seseorang menyerangnya. Terpaksalah dengan segera ia mengasingkannya di seluruh penjuru dunia, tepat sebelum ia menghembuskan nafas terahkir.
Konon dikatakan, pendekar tersebut sempat melepas kekuatannya dan menyegelnya pada sesuatu. Sesuatu yang tak pernah ada yang tahu apakah itu. Bahkan belum pernah ada yang mampu menemukan dan membuka segel itu.
***
Dengan tenangnya dia duduk di belakang wagon. Gadis itu hanya menumpang untuk perjalanan pulangnya. Beruntungnya, bapak kusir yang sedang mengangkut jerami ke istana mengizinkannya ikut.
Namia baru pulang dari rumah kakeknya. Pergi ke desa seberang memang cukup jauh. Itulah mengapa Namia seringkali ikut menumpang dengan pedagang saat akan ke sana atau kembali ke rumahnya.
"Dik, rasanya jauh sekali perginya sampai ke sana," tanggap bapak kusir yang duduk di depan wagon.
"Ah, iya, Paman ...," jawab Namia seraya menoleh ke belakangnya. "Tadi aku pergi ke rumah kakek di Desa Reindeer. Aku hari ini mengantarkan hadiah kecil untuk kakekku."
"Oh, begitu. Kalau boleh tahu, kakek Adik bekerja sebagai apa?"
"Kakekku bekerja sebagai pembuat senjata di sana."
"Oooh ... dia. Sepertinya paman mengenalnya. Bukankah dia yang membuatkan persenjataan untuk para tentara di istana itu?"
"Iya. Kadang aku juga kembali pulang dari rumah Kakekku dengan menumpang kereta kuda kerajaan yang akan ke istana." Namia menunduk, memandangi jalan tanah di bawah kakinya.
Namia mendongak sejenak. Menerawang di langit berawan. Memandang langit siang yang cerah dan lembut. Saat itu, senyum di wajahnya memudar.
Tiba-tiba teringat olehnya, putri kerajaan. Sang Putri yang manis, cantik, namun dia hampir tidak pernah tersenyum. Namia bahkan tidak pernah melihatnya tersenyum. Hal itu membuat Namia penasaran, apa Sang Putri benar-benar tak pernah tersenyum di istananya?
Namia memandang sekitar. Rasanya, Namia sudah familiar dengan tempat itu.
"Sampai sini saja, Paman," kata Namia.
Bapak di depan wagon menghentikan langkah kudanya. Namia pun turun dari wagon. Setelah mengucapkan terima kasih, bapak itu pun melanjutkan perjalanannya. Namia beranjak pergi setelah itu.
Namia tinggal di Verinda, sebuah kota sederhana tempat istana Kressian berada. Kressian adalah sebuah kerajaan besar yang wilayahnya mencakup puluhan daerah luas. Namia bekerja di sana sebagai penjaga sebuah toko. Dia hanyalah gadis 17 tahun biasa.
Dibukanya pintu toko. Dering suara bel di atas pintu pun terdengar. Sudah tepat waktunya Namia menjaga toko lagi. Dia pergi ke belakang meja kasir dan duduk di kursinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Chance
Fantasia"Kau yakin begitu?" "Tentu." "Ta ... tapi ... mana mungkin?" "Sama sekali tidak mustahil untuk terjadi. Hanya kita yang belum tahu apa yang sebetulnya selama ini telah mereka sembunyikan. Kerajaan ini, tak mungkin diserang tiba-tiba, tanpa sebuah...