IV

122 28 1
                                    

“Malam, Maa.”

Malam hari ia akhiri dengan senang hati. Dia memang tak menyukai perjodohan ini, akan tetapi tak sedikitpun membenci wanita yang kini tengah berkutat di dapur itu.

Begitu perhatian, penuh kasih sayang, dan tidak memaksa. Membuat Kean tak segan menganggapnya sebagai ibu kandung.

“Lihat! Kean bawa apa.” Sambut Kean sembari memamerkan sebuah bingkisan cantik.

“Cake?” Tebak Denia.

Kean menganggukkan kepalanya, “Ta-da, cake matcha kesukaan mama.”

“Kamu ini bisa aja buat mama senang.”

Lantas keduanya tertawa kecil.

“Loh, mau kemana kak?” Kean sedikit heran melihat Esha yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 8 malam.

Wanita itu mendongakkan kepalanya singkat, menatap Kean sembari menuruni tangga. “Kerja, perusahaan lagi sibuk-sibuknya, mau buka cabang baru.”

“Kamu ini, sore tadi aja baru pulang. Udah mau pergi aja.” Mama Esha menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya.

Kean menganggukkan kepalanya, “Jangan terlalu memforsir diri, Kak. Give your body some rest.

Yang lebih tua mendekat, mendaratkan elusan singkat pada pucuk kepala Kean. “Iyaa. Terima kasih.”

“Anw, acara besok ditunda dulu yaa, kakak nggak bisa ngosongin jadwal akhir-akhir ini.”

Belum sempat Kean menyampaikan tanggapannya, ia sudah keburu tertohok oleh ucapan Esha. “Biasanya juga kamu yang nunda-nunda acara makan bersama, gapapa yaa... kali ini kakak yang minta ditunda sebentar sampai pembukaan cabang baru.”

Helaan nafas terdengar. Kean mengangguk dengan senyum yang dipaksakan. Maksudnya, oke. Esha benar. Tapi tak perlu menyindirnya begitu.

┄────── ⌯ ♡ ⌯ ───────┄

Kebetulan sekali ia mendapati Adyva tengah berjalan kaki seorang diri. Dengan jahil Kean tertawa sembari membuka jendela mobilnya.

“Woy dek, kok sendirian? Nanti nyasar nangis lagi.”

“Apasih.” Gerutunya. Tak mengerti apakah itu sebuah ejekan atau sekedar gurauan.

“Masuk. Gue anter.”

“Nggak.”

“Kenapa?”

“Mau naik bis.” Adyva kemudian berlari mengejar bus yang baru saja datang di halte sana.

Kean menatap bus itu yang perlahan menjauh memisahkan dirinya dengan Adyva.

┄────── ⌯ ♡ ⌯ ───────┄

Puas menikmati malam yang penuh warna dengan melewati sebuah rute yang dipenuhi lampion aneka bentuk dan warna. Kean seperti melihat seseorang yang ia kenal.

Tidak mungkin. Kean menggeleng. Sepertinya mulai tidak waras dirinya.

“Lo lagi.” Yeah benar suaranya. Dia tidak berhalusinasi. Di depannya benar-benar seorang Adyva Sharadista.

“Loh, adek manis. Emang jodoh nih pasti.” Kean cekikikan tak jelas mengabaikan tatapan tak senang dari pihak lain.

Tak mengerti entah bagaimana awalnya, keduanya malah berakhir duduk disalah satu kursi panjang yang disediakan taman ini.

Diamatinya si pemilik pipi chubby tersebut selama beberapa menit lamanya, sampai Adyva sendiri terkejut saat menyadari atensi seorang Keandra Abhista tertuju sepenuhnya, kearahnya.

“Lo ngapain ngelihatin gue terus—”

“Kangen.”

Adyva mencebik kesal, kebiasaan suka memotong pembicaraan orang lain tak pernah hilang dari kepribadiannya yang pendiam. Dan juga, bisa-bisanya dia berkata begitu tanpa sedikitpun rasa malu.

“Gamau cerita 6 tahun belakangan ini ngapain aja?” Kean kembali membuka suara.

Keningnya membentuk kerutan, “Emangnya belum dengar?”

“Mau denger dari adek langsung.”

Adyva tak protes saat kepalanya di tarik perlahan menuju dada bidangnya. Malah dia beberapa kali bergerak mencari tempat yang nyaman di sana. “Kakak mau dengerin dari mana dulu?”

[END] F W A : Asahi x WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang