V

134 24 0
                                    

Sesuai ekspektasi, hubungan keduanya mulai membaik. Bahkan kebersamaan mereka terasa sama persis seperti 6 tahun yang lalu.

Bertukar sederet pesan singkat hampir setiap hari mereka lakukan. Membuatnya tak henti-henti mengecek ponselnya hanya untuk membalas. Kegiatan rutin mereka di malam hari pun tidak ketinggalan, yeah sleep call.

Kean selalu menunggunya untuk sekedar berangkat dan pulang bersama. Selalu mengekorinya saat di kampus, bahkan beberapa kali mengikuti kelasnya.

Setiap weekend akan mereka habiskan bersama, untuk sekedar mengunjungi destinasi menarik di sekitar Yogyakarta. Atau sekedar nongkrong-nongkrong tidak jelas saat weekday.

Kean sesekali menanggapi ocehannya. Entah itu masalah kuliah barunya, kafe, atau bahkan kakak laki-lakinya yang kadang jahil. Tatapannya tak pernah ia lepaskan pada si manis.

Inisiatif, Kean mendekat memotong jarak keduanya. Merapikan anak-anak rambutnya tanpa aba-aba. Membuat jantung Adyva refleks berdetak lebih cepat dari biasanya.

“Gaboleh kaya gitu lagi.” Pungkas Adyva sembari mendorong tubuhnya menjauh.

Baru saja membuka pintu mobil, atensinya kembali teralihkan saat Kean menyebut namanya, “Nanti beneran bantuin kakak beres-beres apartemen loh.”

“Boba.”

“Iya, nanti kakak beliin boba, es krim, sama chiki-chiki. Kalo mau sekalian kakak borong tuh minimarket.”

Adyva mengangguk ogah-ogahan. Sok iya banget ngomongnya.

┄────── ⌯ ♡ ⌯ ───────┄

Sepulang kuliah Adyva menepati janjinya. Kini ia tengah menunggu pria tersebut di halte yang tak jauh dari kampus. Kean tadi memberitahunya dari sebuah pesan singkat bahwa kelasnya selesai lebih awal, jadi dia izin sebentar dan menyuruhnya menunggu untuk pulang bersama.

Baru saja memasuki mobil, tubuhnya tiba-tiba mendapat sekantong besar belanjaan berisi camilan-camilan manis yang dia sukai. Belum lagi sebuah gelas dingin menyentuh pipinya.

“Boba manis pesanan Adek manis. Silahkan segera dinikmati.” Ujarnya sambil menyerahkan sebuah gelas boba rasa coklat.

Jadi sampai sini, bolehkah Adyva berharap?

┄────── ⌯ ♡ ⌯ ───────┄

Sampailah keduanya disebuah apartemen hunian sederhana. Wilayahnya bersih juga asri. Terdapat sekitar puluhan lantai dengan ruangan yang luas tiap bagiannya. Menakjubkan, pikirnya.

Seharian ini mereka habiskan untuk menata dan mendekorasi setiap sudut ruangan ini. Capek, sumpah ga bohong.

“Kakak kenapa pindah ke apartemen?” Sebuah pemikiran mendadak singgah ke kepalanya.

“Ingin mandiri aja.”

Adyva menoleh dengan sorot yang sulit diartikan. Tapi mencoba menerimanya, menyingkirkan segala kemungkinan buruk yang hinggap di kepalanya.

“Ah ya.” Otaknya tiba-tiba mengingat sesuatu. “Sebelumnya yang datang waktu itu ke kafe bareng kakak siapa?”

Kean menghentikan kegiatannya. Menatapnya sekilas sebelum mengambil sebuah nafas panjang dan memutuskan untuk duduk di samping si manis. “Tunangan kakak.”

Tunangan, ya? ha ha.

Satu tetes air mata menuruni pipinya, mengalir begitu saja. Tangannya langsung terulur mengusap air matanya. Miris sekali astaga.

“Jangan bilang apartemen ini nanti jadi tempat tinggal kalian berdua?” Sebisa mungkin ia menggunakan nada bicara yang biasa saja.

Tapi mana bisa dia bicara biasa saja saat seperti ini. “Awas! Gue mau balik. Gue gak mau di tuduh jadi perusak hubungan orang.” 

Yeah, dia geram. Dia cemburu.

Mengapa pria ini malah mendekat, mendekapnya dengan erat.

“Bukan gitu manis. Mandi dulu sana, nanti kakak jelasin perkara tunangan kakak sampai jelas.” Ujarnya setelah melepaskan pelukannya.

Bisa-bisanya dia mengangguk, luluh. Kemudian bergegas menuruti titahnya.

Di tatapnya punggung mungil tersebut yang mulai berdiri dan menghilang tertelan pintu kamarnya. “Tenang aja manis. Kakak masih milih kamu.”

[END] F W A : Asahi x WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang