Valerie berjalan mengendap-endap melalui lorong sekolah. Ia melihat kesana-kemari. Setelah merasa aman, ia berlari ke atas secepat yang ia bisa. Raut wajahnya seperti takut dikejar hantu. Ya, benar, memang hantu. Hantu laki-laki yang dari kemarin berbicara tidak jelas tentang dia akan menepati janjinya yang dulu.
Gadis itu masuk kelas sambil terengah-engah napasnya. Kali ini ia datang pagi sekali hanya karena takut apa yang laki-laki kemarin katakan itu sungguh akan terjadi. Di kursi belakang, Matthew sudah datang, anak rajin yang selalu datang pagi-pagi sekali. Membaca bukunya dengan sangat tenang. Melihat Valerie masuk, ia langsung meninggalkan buku dan menghampiri gadis itu.
"Hei, kamu enggak apa-apa ?" Matthew mengernyitkan dahinya. "Dari kemarin kamu sikapnya aneh banget. Kalo ada apa-apa, please jangan kamu simpen sendiri. Cerita dong !" Ia berusaha membujuk temannya itu. Valerie hanya menggeleng.
"Enggak apa-apa kok Met." Valerie berusaha terlihat lebih tenang. "Met, aku minta tolong sesuatu dong. Nanti kalo misalnya ada orang yang nyariin aku, bilang aja Valerie nya lagi belajar, jangan diganggu! Oke ?"
Sebelum Matthew sempat menjawab, Valerie langsung mengambil buku yang barusan dibaca Matthew. Kemudian duduk di lantai yang terletak di pojok kelas. Bersembunyi di belakang tempat duduk laki-laki itu. Wajahnya tampak serius membolak-balik halaman buku.
"Kamu tau gak lagi baca buku apa ?" Matthew melirik ke arah Valerie.
Perempuan itu membalik halamannya ke bagian judul buku."Theory of relativity."
"Tau enggak artinya apa ?"
"Enggak.. "
Valerie hanya tertawa kecil. Matthew yang sudah malas berbicara dengan Valerie akhirnya pergi keluar kelas. Sebenarnya perempuan itu tidak terlalu peduli dengan apa yang dibacanya. Ia hanya mencari alasan untuk bersembunyi.
***
"Leon..."
Valerie benar-benar tidak menyangka kalau lelaki itu menyapanya.
"Hai." Leon tersenyum lebar melihat wajah teman lamanya itu. Ia sangat merindukan gadis itu. "Gimana kabar kamu sekarang ?"
"Baik." Valerie menjawab singkat. Berusaha mengabaikan sapaan Leon, tapi tetap saja ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa sebenarnya ia rindu berbicara padanya.
"Kok enggak keliatan baik sih ?" Leon melihat ke arah wajah Valerie yang terlihat marah. Laki-laki itu tertawa kecil. "Sebenarnya kemarin, waktu kita ketemu di lorong sekolah, aku enggak yakin itu kamu." Katanya. "Tapi akhirnya aku sadar kalo yang tadi keluar dari kafe itu kamu." Leon tetap melihat ke arah Valerie, meski perempuan itu tidak mau menatap temannya.
"Lind.." panggilan kecil dari Leon itu membuat Valerie menoleh perlahan.
"Aku kangen." Kali ini wajahnya terlihat serius. Valerie tidak habis pikir dengan apa yang baru saja laki-laki itu katakan. Dengan tiba-tiba, Valerie langsung berdiri dan pergi meninggalkan Leon. Laki-laki itu masih ingin berbicara dengan Valerie, dia mengejar perempuan itu. Ia menyusul Valerie dan berdiri di depan gadis itu.
Langkah Valerie terhenti melihat Leon yang sekarang ada di depannya. "Bisa-bisanya kamu bilang kayak gitu !" Valerie mengeraskan suaranya. Kali ini kemarahannya sudah tidak terbendung lagi. "Kalo kamu udah pergi, kenapa sekarang kamu balik lagi ?" Katanya.
"Jangan marah dong, Lind." Leon tetap menjawab dengan tenang. "Gara-gara kejadian itu, aku terpaksa pindah. Maaf." Valerie hanya terdiam mendengar perkataan Leon.
"Besok lusa aku bakalan balik lagi ke luar kota. Tapi karena aku tahu kamu disini, aku gak jadi pulang. Aku mau tetap disini. Kasih aku kesempatan buat menepati janji yang dulu." Tegas Leon. Wajah laki-laki itu sangat serius. Ia benar-benar ingin tetap bertemu dengan Valerie. Ia tidak mau berpisah lagi dengan orang yang mengubah hatinya itu.
Valerie terkejut mendengar hal itu. "Enggak Leon. Aku enggak nyuruh kamu disini." Valerie memelankan suaranya. Ia tahu laki-laki itu menyesal, tapi dari dulu ia juga berusaha mengerti kalau Leon juga punya urusannya sendiri.
"Tapi ini kemauanku sendiri, Lind.." Leon tersenyum. "Jadi, nanti kita ketemu di sekolah. Awas loh.. jangan pura-pura gak kenal ya !" Candanya. "Udah mau hujan." Laki-laki itu melihat ke arah langit yang gelap. "Mending kamu di halte dulu, biar enggak kehujanan. Jangan sampe sakit loh! Nanti enggak bisa ketemu aku di sekolah." Leon menampilkan wajah sedihnya, kemudian kembali tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah gadis yang bingung itu.
"Hah ?" Valerie menatapnya pergi. Yang Valerie tangkap dari perkataan Leon tadi adalah laki-laki itu akan pindah ke sekolahnya. Ia benar-benar tidak bisa membayangkan satu sekolah dengan laki-laki itu. Bagaimana dengan keluarganya ?
"Val ! Valerie Lindley !" Teriakan dari Thea itu sanggup membuat Valerie tersadar lagi dari ingatannya kemarin. "Bu Ningsih udah dateng tuh. Ayo cepet duduk !"
Valerie baru menyadari bahwa kelas sudah penuh dan pelajaran akan dimulai. Ia cepat-cepat kembali ke tempat duduknya.
"Val, emangnya siapa sih yang mau nyari kamu? Enggak ada tuh." Valerie tidak percaya Matthew benar-benar melakukan apa yang dia minta tadi, meskipun Valerie sendiri sudah lupa dengan hal itu.
"Oh yaudah. Makasih ya." Gadis itu berterimakasih dan Matthew hanya membalas senyum.
Valerie berpikir, mungkin yang dikatakan Leon kemarin hanyalah omong kosong. Laki-laki itu sudah meninggalkan Valerie begitu lama, jadi tidak mungkin ia rela pindah kota deminya. Valerie menertawakan sikap 'parno' nya.
"Enggak mungkin lah dia pindah ke sini.. atau belum ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise me
RomanceHidup seorang Valerie Lindley berubah ketika muncul seorang lelaki yang mendekatinya, mengurusi urusannya, dan selalu kepo tentang dirinya. Lelaki yang dijuluki "si artis" itu pun tak pernah mundur mendekati Valerie, meski banyak tolakan ditujukan u...