Part 4

32 3 1
                                    

KRIING!!
Bel jam pelajaran berikutnya berbunyi.

"Nanti aja ya.." kata Thea. "Ceritanya panjang tauu.." Ia langsung kembali ke tempat duduknya.

Mereka tidak menyadari kelas kembali penuh. Valerie melihat ke arah Leon yang masuk. Ia mengabaikan Leon yang duduk di sebelahnya. Sepanjang pelajaran sampai pulang, mereka tidak berbicara sepatah kata pun. Lebih tepatnya, Valerie tidak ingin berbicara dengan Leon, dan Leon tidak tahu apa yang harus dibicarakan.

Di jam pulang, nampaknya Thea lupa dengan janjinya, menceritakan alasan Leon bisa sekelas dengannya. Teman Valerie itu langsung berlari ke arah mobilnya dan pergi.

Langit mendung tertutup awan kelabu. Hal itu membuat Valerie langsung mengambil handphone nya untuk memesan ojek online. Sekolah sudah sepi, dan seperti biasa, hanya ia yang pulang terakhir. Ia menghela napasnya perlahan.

Suara klakson motor memekakkan telinga, membuat gadis bermarga Lindley itu terkejut.

"Napa? Belom di jemput ya ?" Sebuah motor berhenti di depan Valerie. Sang pengendara membuka helm nya. Leon menunggu jawaban gadis itu.

"Bentar lagi juga dijemput." Katanya dengan nada datar. Ia tidak mau melihat ke arah laki-laki itu.

"Naik !" Kata Leon tanpa melihat ke arah Valerie. Valerie terkejut, ia mengerutkan dahinya.

"Enggak! ngapain ?" Tanyanya.

"Aku anter kamu pulang. Gak usah cari alasan lagi." Pandangan laki-laki itu tetap lurus ke depan. Jujur saja, mendengar perkataan seperti itu keluar dari mulut Leon, membuat Valerie sedikit merinding.

"Iya iya." Jawab gadis itu ragu. Namun kemudian ia memutuskan untuk mengikuti perkataan Leon. Motor Leon melaju dengan cepat.

"Rumah kamu masih sama kayak yang dulu kan ?" Leon memulai pembicaraan.

"Ya." Jawabnya. "Emang kamu masih inget ?" Gadis itu mengangkat satu alisnya.

"Aku selalu inget, Lind." Katanya. Kali ini nadanya berubah lembut. "Aku hafalin tiap malem." Valerie tersenyum.

"Kurang kerjaan banget." Leon tertawa kecil mendengar perkataan gadis itu.

"Sorry." Satu kata yang keluar dari mulut Leon itu mampu membuat gadis yang dibonceng nya kebingungan. Valerie melirik ke arah spion motor, terlihat wajah Leon yang mulai serius.

"Sorry, karena tadi maksa kamu buat nemenin aku keliling sekolah." Valerie benar-benar terkejut. Leon tidak seburuk yang ia kira. Justru inilah Leon yang dulu ia kenal.

"Enggak apa-apa." Katanya pelan. "Tapi kamu kok bisa sih sekelas sama aku? Kebetulan? atau apa ?" Tanyanya penasaran dari tadi.

Leon terkejut. Dia bingung mau menjawab apa. "Nasib mungkin? Atau takdir ?" Kata Leon sedikit menggoda gadis itu. Ia tidak habis pikir bagaimana ekspresi Valerie jika perempuan itu tahu yang sebenarnya.

Valerie menggeleng perlahan, sambil membuang napas yang terdengar berat sekali. Leon hanya tertawa.

Genangan air bergemericik terkena tetesan hujan. Motor Leon berhenti tepat di depan pagar rumah Valerie. Kanopi rumah gadis itu yang melindungi mereka dari hujan.

"Makasih." Kata gadis itu pelan sambil melepas helm nya.

"Mungkin kapan-kapan kita bisa..." Leon menghentikan perkataanya, berharap agar Valerie mengetahui apa yang ia pikirkan. Ia ragu mengatakannya, ia ragu Valerie mau.

"Hangout bareng ?" Leon menahan napasnya, menunggu jawaban Valerie. Ia menundukkan kepalanya, namun tetap melirik ke arah Valerie.

Gadis itu tersenyum. Ia tidak menyangka Leon bisa bersikap lucu seperti ini.

Anggukan dari Valerie sanggup membuat hati laki-laki itu bergejolak kegirangan. Warna langit berubah menjadi oranye kemerahan. Matahari yang mulai terbenam seakan mendukung suasana sekarang.

"Oke. Sabtu ya..." Ia menyalakan mesin motornya. "Nanti alamatnya aku kirim." Lelaki itu melambaikan tangan ke arah Valerie, kemudian melaju kencang dibalik sore yang jingga itu.
.

.

.

"Seriusan ?" Valerie terkejut.

"Iya Val !" Suara Thea terdengar bergemerisik di telepon.

"Aku tadi diberitahu sama ketua OSIS. Dia menguping pembicaraan guru dengan Ray, cowok terkenal itu loh." Thea bersemangat menceritakan apa yang baru hari ini ia ketahui.

"Jadi, Ray itu nyogok guru biar dia bisa ditaruh di kelas kita!" Nada suara Thea di telepon terdengar lebih keras dari biasanya.

"Trus kata ketua OSIS, waktu tes buat masuk sekolah, dia dapet nilai sempurna pake banget! Coba deh, sebutin satu orang aja yang enggak kagum dengan cowok yang pesona nya sanggup membuat dunia berhenti berputar itu." Kata Thea.

"Aku !" Valerie menjawab dalam hatinya. Jujur, ia tidak percaya bahwa laki-laki itu bisa lulus tes. Sekolahnya sangat terkenal dengan tes masuk yang sangat sulit.

"Aku sendiri juga bingung kenapa dia mau sekelas sama kita ya? Apa ada cewek yang dia taksir? Atau apa? Aku bener-bener bingung." Thea mengerutkan dahinya. Valerie berpikir keras. Ia tidak percaya dengan apa yang laki-laki itu perbuat. Parahnya lagi, kemungkinan besar Leon berbuat ini demi sekelas dengannya. Ia cepat-cepat membuang jauh pikiran itu.

"Aku baru tahu guru sekolah kita bisa disogok." Kata Valerie.

"Sekolah kita enggak bisa disogok Val !" Kata Thea tegas. "Tapi sejak Ray masuk, akhirnya bisa disogok."

"Sama aja bisa dong..." Valerie menghela napasnya.

"Kamu tau gak ? Aku ngeliat sos-med nya Ray barusan. Dia nge-post gambar dia pake baju basket sekolah kita. Kayaknya grup basket kita udah damai sama Ray, deh. Ya kan ?" Kata Thea.

Valerie setuju dengan apa yang Thea katakan. Baru satu hari ia disini, dan laki-laki itu seakan sudah bisa mengendalikan situasi sesuai dengan yang dia inginkan. Dia selalu seperti itu. Sejak dari kecil. Valerie tahu itu.

"Yaudah deh. Aku ngantuk nih. Bye.." Valerie menutup teleponnya tak lama kemudian. Ia berbaring di ranjang dan memejamkan matanya sebentar. Angin sepoi-sepoi masuk dari jendela kamarnya yang lupa ia tutup. Ia bangun dari tempat tidurnya dengan malas.

Pintu jendelanya yang macet membuat ia harus mengeluarkan sedikit lagi tenaganya.

Pintu jendela yang menutup dengan tiba-tiba. Tidak sengaja ia terdorong ke belakang dan menyenggol meja belajarnya. Sebuah kalung yang sangat imut terjatuh dari meja. Tali kalung itu berwarna perak berkilauan dihiasi dengan batu permata kecil berwarna ungu yang cantik.

Valerie mengambilnya dengan cepat, kemudian meniup-niupnya kecil dan membersihkannya dengan tangannya. Ia kemudian meletakkan kalung itu dalam sebuah kotak berwarna hitam dan menyimpannya di lemari.

Selalu dijaga dengan baik. Selalu.

Promise meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang