Part 3

60 3 1
                                    

Seminggu berlalu. Tidak ada tanda-tanda kemunculan sosok yang wajahnya terus menghantui Valerie itu. Gadis itu berjalan santai masuk kelas. Seperti pagi-pagi yang lainnya, bersenda gurau dengan geng kesayangannya, yang sudah seperti rumah kedua baginya.

Para murid langsung menuju ke tempat duduk mereka masing-masing melihat wali kelas mereka masuk dan menyapa mereka. "Hari ini kita akan kedatangan teman baru." Wajah Bu Ningsih sumringah sekali. Jujur saja, tidak seperti biasanya.

Teman yang baru itu sudah biasa bagi semua murid. Mengingat sekolahnya adalah sekolah idaman sejuta kaum. Valerie mengerutkan dahinya. Ia hanya berusaha tenang tanpa berpikiran apapun.

"Tapi mana ya anaknya? Mungkin dia sedikit terlambat. Tunggu sebentar ya.." Bu Ningsih mengintip dari dalam jendela, kelas.

"Nah itu dia!" Wajah Bu Ningsih kembali semangat. Anak-anak yang berada di dekat jendela langsung ikut melihat ke arah luar, rasa penasaran mengerubungi mereka. Valerie malas mengikuti dan hanya duduk.

Teriakan salah satu perempuan mengagetkan seisi kelas. "Itu... itu.. " Perempuan itu terus menunjuk ke luar jendela. Seketika, murid-murid terkesiap. Semuanya langsung kembali ke tempat duduk mereka. Valerie yang kebingungan langsung bertanya pada teman didepannya, Thea. Ia juga ikut mengintip dari balik jendela tadi.

"Itu.. cowok..artis.." Thea tergagap. Nafasnya terengah-engah. Pandangannya terus mengarah ke pintu, seakan ada orang penting yang mau masuk. Tiba-tiba terdengar suara pintu berderit, dan seisi kelas langsung terdiam.

Muncul sesosok laki-laki tinggi dengan wajah tampan, serta perawakannya yang tegap. Laki-laki itu bukan hanya familiar di mata Valerie, tapi juga seluruh orang di kelasnya.

"Pagi Bu! Maaf saya terlambat sebentar." Valerie membelalakkan matanya. Ia sangat tidak menyukai sifat kepedean laki-laki itu.

Bu Ningsih hanya tersenyum. Semua perempuan di kelas sangat terkesima melihat 'artis' yang selama ini mereka kagumi, sekarang ada di hadapan mereka.

"Coba perkenalkan diri kamu di depan kelas." Bu Ningsih meminta Laki-laki itu memperkenalkan dirinya. Valerie yakin, meski ia tidak memperkenalkan diri, pasti semua orang juga tahu siapa dia.

"Perkenalkan nama saya..." Laki-laki itu mulai berbicara. Satu kelas menunggu.

"Leonardo Rayner." Ia tersenyum memamerkan giginya. Semua perempuan langsung bersorak kegirangan. Beberapa memanggil namanya, beberapa bertepuk tangan. Suasana kelas menjadi gaduh. Semua laki-laki yang pernah menjadi lawan mainnya hanya terdiam. Bu Ningsih berusaha menenangkan kelas. Di tengah keributan, ia melirik ke arah Valerie. Valerie langsung mengalihkan pandangannya.

"Dari luar kota, baru pindah, selainnya enggak ada yang menarik tentang saya." Ia terus tersenyum bangga. Cocok sekali jika ia menjadi bintang iklan pasta gigi.

"Dan cita-citamu ?" Bu Ningsih bertanya. Kelas hening sejenak.

"Artis dong, Bu." Sekelas tertawa. Mungkin hanya Valerie yang benar-benar tidak tertarik dengan sandiwara Leon di depan.
Bu Ningsih mempersilahkan Leon untuk duduk. Semua perempuan langsung melirik ke arah mana Leon akan duduk.

Ia berjalan ke arah belakang. Valerie yang sedang melamun, tersadar kembali melihat sosok laki-laki itu di depannya.

"Aku boleh duduk sebelahmu ?" Ia mengangkat alisnya yang sebelah. Valerie terkejut bukan main, sekaligus bingung. Ia benar-benar tidak ingin duduk dengan laki-laki ini. Hanya saja, sekarang dua puluh mata melihat ke arahnya. Apa kata dunia kalau ia menolak ?

Gadis itu hanya mengangguk. Leon tersenyum dan ia pun duduk di sebelahnya. Bu Ningsih memulai pelajaran seperti biasa. Sepanjang pelajaran, Valerie hanya terdiam. Leon hanya tertawa kecil melihat sikap temannya itu.

Bel jam istirahat berbunyi. Kelas berbondong-bondong pergi ke kantin. Kelas sudah kosong, Thea berjalan di depan dan Valerie mengikuti di belakang. Tiba-tiba seseorang memegang tangan Valerie, ia terkejut.

"Aku belum tahu ruangan-ruangan di sekolah, nih. Temenin keliling dong." Pinta Leon.

"Keliling aja sana sendiri. Ogah nemenin kamu." Valerie berusaha melepaskan genggaman tangan Leon.

"Valerie, temennya minta ditemenin tuh, masa kamu enggak mau sih. Lagian ini hari pertamanya Ray disini, benar bukan, Ray ?" Kata Bu Ningsih lembut. Leon mengangguk setuju.

"Iya Bu. Bener." Leon merasa dirinya menang. Bu Ningsih pergi meninggalkan mereka.

"Udah.. ayo !" Leon langsung menarik perlahan tangan Valerie. Mengajaknya berkeliling.

"Ih, inget ya. Aku ngelakuin ini cuma gara-gara disuruh sama guru favorit..."

"Iya iya." Leon tertawa. Memotong kata-kata Valerie. Mereka berdua berkeliling sekolah. Leon melontarkan banyak sekali pertanyaan. Valerie malas menanggapinya. Mungkin hanya satu atau dua saja yang ia jawab dengan serius.

Perempuan yang nge-fans dengannya memang tak terhindarkan. Leon banyak disapa oleh murid-murid perempuan yang mengaguminya. Ada beberapa yang  mengajaknya ke kantin bersama, atau ngobrol bersama. Tapi Leon selalu menolak secara halus. Ia tetap ingin menghabiskan waktu dengan Valerie, karena itulah tujuannya kemari.

Setelah beberapa menit yang menyebalkan bagi Valerie itu lewat, mereka sampai di kantin.

Semua orang melihat ke arah mereka berdua. Valerie berusaha menjaga jarak dengan Leon. "Mau makan apa? Aku yang traktir hari ini."

"Enggak. Gak usah." Valerie menjawab singkat.

"Ray !" Segerombol laki-laki melambaikan tangan ke arah Leon, menyuruhya duduk di sebelah mereka. Leon menoleh dan balik melambai. Ini kesempatan Valerie untuk pergi. Ia dengan cepat menuju ke kelas. Leon terkejut. Ia merasa terlalu memaksa Valerie, maka ia membiarkannya pergi.

Valerie kembali ke kelas. Ia menyilangkan tangannya di meja, kemudian menundukkan kepalanya.

"Mungkin ini hari sekolah terburuk yang pernah ada !" Batinnya.

Thea masuk ke dalam kelas, sambil membawa satu plastik cilok.

"Val!! Kamu dan Ray jadi pusat perhatian tadi! Apa kamu tahu ?" Thea berteriak. Suaranya seperti menggema di kelas kosong itu.

"Iya !" Valerie balik berteriak. "Aku tahu. Kenapa sih dia sekolah di sini? Satu kelas lagi !"

Thea berpikir sejenak. "Eh.. aku tahu alasannya !" Katanya. Valerie langsung menoleh ke arahnya.

"Kenapa ?!"

Promise meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang