Part 6

31 3 0
                                    

"Sudah lama sekali ya !" Seorang berbadan kekar dengan tato pada seluruh lengannya tersenyum.

"Tapi, kami sudah tidak ada urusan lagi denganmu." Ia berkata.

Dengan santainya, Leon berjalan mendekati mereka. Ia memasukkan salah satu tangannya ke kantong hoodie nya.

"Kembalikan uangnya !" Leon menatap tiga orang berbadan besar di depannya dengan serius. Seluruh orang di tempat itu menyaksikan mereka.

Laki-laki berbadan besar itu menggeram, menatap Leon dengan marah.

"Hajar dia !" Teriaknya. Seketika, dua orang lainnya maju ke depan dan mendekati Leon. Mereka mengepalkan tangannya, bersiap-siap.

Leon mengangkat satu alisnya sambil tersenyum menyeringai.

Dua orang tadi berteriak dan mulai melakukan pertarungan dengan Leon. Orang-orang di pasar itu mulai mengerumuni mereka dan menyaksikan perkelahian. Tentu saja orang-orang mendukung remaja yang menantang mereka itu. Kelakuan geng yang beranggotakan preman berbadan besar itu sudah membuat muak para penjual di pasar.

Namun tidak ada yang berani melaporkannya, atau pun melawan mereka. Hari ini, sepertinya keberuntungan mereka muncul.

Salah satu dari preman itu, yang berbadan jangkung, mengambil tongkat kayu yang tergeletak sembarangan di jalan dan melemparkannya pada Leon.

Sedikit telat menghindar, terbentuklah goresan luka pada pipinya.

Leon membalas mereka dengan pukulan dan dorongan. Satu berhasil terkapar di tanah. Orang-orang di pasar terkesiap. Leon tetap fokus melawan yang lainnya. Sampai akhirnya dua orang preman berhasil ia kalahkan.

Laki-laki yang berbicara dengan Leon tadi ragu untuk melawannya, melihat dua orang anak buahnya berbaring kelelahan di tanah dengan lebam di wajah mereka.

Ia kemudian memutuskan untuk melawannya sendiri. Namun Leon selalu bisa menghindar dari pukulannya. Leon adalah tipe orang yang tidak mengulangi kesalahannya, tidak untuk yang kedua kalinya. Sebab itulah ia selalu menang dalam apapun.

Satu pukulan ia berikan pada preman itu, membuatnya terbaring di tanah seperti anak buahnya. Orang-orang di pasar menyoraki Leon. Mereka senang akhirnya ada yang bisa membantu mereka.

Leon mengeluarkan sejumlah uang dari saku celana preman itu. Uang hasil memalak itu ia rapikan kemudian ia berikan pada seorang nenek di belakangnya. Nenek itu tersenyum ramah.

"Makasih ya dek.." Nenek itu sedikit membungkuk. Leon hanya tersenyum dan mengangguk.

"De Matanza itu selalu jahat sama penjual-penjual disini. Tapi saya yakin setelah ini mereka enggak akan ganggu kita lagi." Kata seorang ibu yang sedang membawa tas yang penuh dengan sayur.

Leon menatap ketiga preman yang sudah mulai sadar itu.

"Kalian De Matanza ?" Suara Leon terdengar keras pada jalan yang sempit dan penuh dengan sampah itu. Setelah berhasil dikalahkan, mereka memutuskan untuk ikuti perintah Leon daripada mendapatkan satu pukulan lagi. Leon mengarahkan mereka ke tempat yang sepi ini.

"Aku mendengarnya dari orang-orang di pasar tadi. Setelah membunuh, kalian memutuskan untuk menjadi preman ?" Leon mendekati mereka yang duduk kewalahan bersandar pada dinding.

"Dengar! Kami tidak ada hubungannya dengan kejadian sembilan tahun lalu. Kami tidak pernah berencana untuk membunuh." Kata pemimpin ketiga preman itu.

"Sejak awal ia memang sudah memberi tahu kami rencananya. Tapi kami tidak mau ikut, karena hal itu berhubungan dengan nyawa." Kata preman lainnya yang memiliki lebam di wajahnya.

Promise meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang