N-16. He disappears

18.6K 1.4K 103
                                    

Ada yang nungguin, gak?😅

Jang lupa vote n komen biar notifku terus mengingatkan untuk balik n updet ya, guys.😂

🙂🙂🙂

Sudah tiga minggu sejak Yudhis meninggalkanku di kamar, tidak ada komunikasi di antara kami. Keesokan harinya setelah malam itu, aku mengirim pesan via WA mengatakan aku berangkat kerja dan memintanya menelepon karena tiga panggilan yang kulakukan diabaikan. Tidak ada balasan, hanya dua centang biru. Itu berarti dia tidak butuh penjelasan dan aku pun tidak berniat memberi penjelasan pada orang yang tidak butuh.

Mungkin ini akhir hubungan kami.

Aku kembali melakukan rutinitasku tanpa ada Yudhis di dalamnya. Pria yang biasa menungguku selama bekerja sudah tidak ada lagi. Posisi meja di luar aku tata ulang agar ingatan padanya cepat menghilang. Aku juga sering lembur agar tidak melamun di rumah. Meski bagaimanapun, aku harus cepat move on. Yudhis bukan satu-satunya pria di dunia ini.

"Enggak pulang lagi, Jeng?" tanya Riswan sambil menepuk punggungku. "Seneng deh kalau kamu putus, shift malam eyke jadi rame." Berteman dengan makhluk seperti ini memang harus siap-siap sakit hati, lidahnya lemes tapi kata-katanya tajam.

"Prihatin dikit, kek." Pipit yang juga tidak pulang karena hujan ikut berkomentar. "Gara-gara beliau tidak pernah nangis meluapkan perasaannya, aku yang kena. Langit terus berduka."

"Kalian berdua sama aja!" ujarku menempelkan label harga di jidat Pipit. "Nyari Yudhis mulu gak pernah muncul, dikasih tahu putus eh nyindir terus. Emang ya kalian, manusia gak berprikemanusiaan!"

"Yudhis selingkuh lagi?" tanya Pipit yang dari kemarin nanya penyebab kami putus.

"Atau, kamu yang selingkuh?" sergah Randi dari belakang.

"Emang elo!" jawabku kesal.

Riswan terkekeh. "Ketahuan istri tahu rasa entar!"

"Teman. Cuman ngobrol via WA doang biar tidak ngantuk sambil jaga," elak Randi.

"Yaelah..., kemarin ngajakin ketemu, kan?!" Pipit menimpali.

"Curigaan mulu kayak biniku saja." Randi menjitak Pipit kesal.

Aku hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah mereka lalu kembali menempelkan label harga terbaru barang-barang yang baru datang. Kulirik Riswan yang main game di pojokan, iPhone pemberian Aksa sudah seperti miliknya dan aku tidak masalah. Pipit masih sibuk mengatur barang di rak bersama Randi yang mencocokkan jumlah barang. Hujan cukup deras membuat minimarket kami sepi pelanggan makanya kami mencari kesibukan masing-masing sebelum bergibah lagi.

Setelah menempelkan label terakhir, tiba-tiba aku teringat pada Yudhis. Dia sedang apa sekarang? Apa dia di apartemen? Haruskah aku menelponnya sekali lagi memastikan dia tidak butuh penjelasan? Hubungan kami terputus dengan cara seperti ini rasanya absurd, seolah aku tidak berusaha memperbaikinya. Mungkin aku harus mencoba sekali lagi. Aku mengambil ponselku di saku celana belakang lalu mulai mengetik.

Dhis, kamu di mana?
Besok kita ketemu di apartemenmu.

Beberapa detik aku menunggu pesanku berubah jadi centang dua, tapi tetap hanya satu. Kualihkan penglihatanku keluar kaca minimarket, derasnya hujan dan pendar kilat mungkin mempengaruhi jaringan. Atau, nomorku diblokir Yudhis? Aku butuh ponsel lain memastikan dugaanku. Kuselipkan kembali ponsel di kantong jeansku kemudian beranjak mendekati Riswan.

"Selamat malam. Selamat datang berbelanja." Sapaan Pipit membuat langkahku terhenti. Riswan pun langsung berdiri dari posisinya yang tadi duduk bersandar di sudut.

I'm HisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang