Pasti sangat berat rasanya kehilangan seseorang yang sangat berharga. Tapi pernah dengar peribahasa "Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak"? Sepertinya itu peribahasa yang cocok untuk Kak Rey. Setelah kepergian Kak Brie, semua orang seakan bisa turut merasakan duka yang Kak Rey rasakan. Dari mulai bolos beberapa mata kuliah, jarang kumpul BEM, bahkan jika aku bertemu dengan Kak Cecile dan Kak Yogi, mereka akan menyuruhku, "Del, ayo suruh Rey makan. Kalau kita yang suruh, dia tidak akan mau."
Sehari dua hari sih, tidak masalah jika aku harus mengingatkan Kak Rey untuk makan. Tapi ini sudah berlangsung selama hampir 2 minggu. Oh iya, aku dan Kak Rey bukan tipe pasangan yang akan bertanya "sudah makan belum?" atau "lagi apa?" setiap saat. Bukan berarti kami tidak romantis, tapi keromantisan kami ditunjukkan dengan cara lain. Jika begini caranya, lama-lama aku menjadi bosan.
Kak Rey adalah pria dewasa yang seharusnya bisa mengurus dirinya sendiri. Yah, walaupun ketidakpekaannya agak di atas batas normal, namun selama ini aku bisa memaklumi. Kecuali sekarang, rasanya aku mulai bosan untuk selalu memperhatikannya. Toh, apa yang kudapat dari semua perhatian yang kuberikan kepadanya? Tidak ada. Itulah yang kumaksud dengan "Gajah di pelupuk mata tak tampak."
Setelah selesai kuliah pukul 16.00, aku berencana untuk pergi ke Kedai Kopi dekat kampus dimana Kak Johan kerja part time di sana.
"Del, kamu mau kemana? Langsung pulang?" Tanya Jenny sebelum kami berpisah.
"Ke Kedai Kopi, Jen. Refreshing bentar lah. Mau ikut?"
"Tidak deh. Aku mau mencari baju sama Teteh." Oh iya, Jenny itu anak kedua dari dua bersaudara. Ia mempunyai seorang kakak perempuan.
"Ya sudah kalau begitu aku duluan, ya..." Ujarku sambil berjalan mendahului Jenny, namun tiba-tiba Jenny menggenggam pergelangan tanganku.
"Eh sebentar, kamu mau ke Kedai Kopinya Kak Johan?"
"Bukan Kedai Kopi dia itu. Dia cuma part time di sana." Perasaanku mulai tidak enak.
"Hmm... Aku bersedia mendengarkan, jika kamu mau bercerita." Aku tahu akan di bawa kemana arah pembicaraan ini, maka aku pun membawa Jenny untuk melipir duduk di taman belakang Gedung 2.
"Kamu sudah sering mendengar keluh kesahku 'kan? Kamu pasti bosan mendengar semuanya 'kan? Ini salah satu caraku agar aku bisa berhenti mengeluh. Aku butuh semacam refreshing agar otakku tak mumet memikirkan orang yang susah makan." Jenny tertawa mendengarnya.
"Ok. Aku paham, asal jangan kebablasan saja. Kalau itu membuatmu lebih baik, silakan saja. Toh kamu dan Kak Johan sudah berkomitmen untuk hanya sebatas teman 'kan?"
"Tentu saja. Kamu tidak usah khawatir."
"Kamu pasti bosan dan kesal akan sikap Kak Rey saat ini. Tapi.. Pernahkah kamu kamu flashback ke belakang mengingat sejauh apa kalian sudah melangkah? Waktu menjelang UN, hampir setiap hari Kak Rey mengajarimu sepulang sekolah. Terus kamu ingat tidak bagaimana bahagianya Kak Rey waktu tahu kamu keterima di kampus dan fakultas yang sama dengannya? Kak Rey menganggapmu sebagai sosok yang sangat berharga lho, Del." Perkataan Jenny membuatku benar-benar flashback. Bagaimana aku bisa lupa dengan kenangan semanis itu?
"Yang pasti kuingat adalah bagaimana Kak Rey nembak aku, Del. Itu jauh lebih romantis dibandingkan ketika Kak Haikal nembak kamu hahaha." Candaku. Walau kejadiannya sudah lebih dari tiga tahun yang lalu, tapi masih teringat jelas di benakku.
* * *
Flashback
Waktu itu adalah pendakian pertamaku setelah bergabung di Ekskul Pencinta Alam. Setelah berhasil mendaki puncak Gunung Ciremai, malam harinya kami mengadakan acara api unggun. Kami membakar jagung dan sebelum diakhiri dengan acara hiburan, Kak Rey sebagai Ketua Ekskul yang baru (menggantikan Kak Gio) memberikan pidatonya. Awalnya ia benar-benar berpidato, tapi ujung-ujungnya ia berkata, "Jujur aku takut, gugup, dan sangat deg-degan untuk menyampaikan ini. Tapi jika ditunda-tunda, aku lebih takut lagi. Takut keburu diambil orang lain. Untuk adik kelasku, Adelia Praditha. Aku ingin kamu tahu bahwa, aku menyukaimu. Aku menyesal karena sudah menunjukkan begitu banyak kekuranganku di hadapanmu. Tapi aku tidak menyesal sudah masuk ekskul ini, dan bertemu denganmu. Jadi, maukah kamu menjadi pacarku? Aku tidak ada maksud memaksa. Apalagi di Pencinta Alam ini, kita semua adalah keluarga. Tidak ada istilah junior harus nurut sama seniornya. Apapun jawabanmu, aku akan menerimanya."
Bayangkan, Kak Rey menembakku di hadapan semua anak Pencinta Alam. Itu benar-benar hal yang tak terlupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Types of Love Side Story: MANIA [COMPLETE]
RomanceBagi Rey, Brie adalah cinta pertamanya Bagi Brie, Rey adalah cinta terakhirnya Hal ini membuat Adel berada di posisi yang sulit