Bencana (2)

1.6K 77 0
                                    

Hai🌺
Kembali lagi sama Dell 🌸
Ada yang kangen sama Rara and Tamara?
Enjoy and happy reading!

***

Namaku Rania Syafanita. Biasa dipanggil Rara. Aku adalah putri bungsu dari pasangan Romi Imanuel dan Renata Syafa. Aku memiliki seorang kakak yang sangat menyayangiku bernama Rafaelio Syaftaro. Kami adalah satu keluarga yang sangat harmonis dan saling menyayangi. Namun itu dulu, sebelum gadis perusak itu datang dan merenggut semua kebahagiaanku.

“Non.” Suara panggilan Bi Imah, membuyarkan lamunan panjangku.

“Iya. Kenapa, Bi?” tanyaku linglung.

“Haiyah! Non ini, katanya mau bikin rencana, tapi sedari tadi saya cuma disuruh nungguin Non Rara melamun,” protes Bi Imah, aku hanya terkekeh sembari mengangkat jari tanganku membentuk tanda V. Sebagai tanda perdamaian.

Entah tepat atau tidak, jika saat ini aku masih bisa tertawa. Setelah apa yang aku lewati hari ini, harusnya aku sedih, tetapi entah mengapa jika bersama pembantu asal Tegal yang latah dan cerewet itu, tidak pernah ada alasan untuk tidak tertawa.

“Bi, suka nggak sama nyonya baru?” Pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibirku, terlihat tubuh wanita paruh baya yang sudah renta itu menegang untuk sesaat.

“Non. Setengah dari umur hidup bibi hanya untuk mengabdi sama Nyonya Renata, meskipun Nyonya sedang sakit, bukan berarti bibi senang ada nyonya baru. Kalo di sini gak ada Non Rara, mungkin bibi udah berhenti bekerja dan pulang kampung," jelas wanita paruh baya itu dengan raut wajah sedihnya.

“Bibi sayang sama Rara?”

Bi Imah menatapku sejenak, lalu mengangguk mantap. Entah mengapa, ada setitik rasa haru di hatiku, meski mama dan kakak tidak ada di sini, ternyata masih ada orang yang menyayangiku.

“Jadi rencana apa yang akan Non Rara siapkan untuk gadis itu.” Aku menyeringai mendengar pertanyaan Bi Imah, bahkan wanita paruh baya itu tidak mau menyebut nama Tamara.

"Bibi ikutin aja instruksi dari aku, pokoknya bibi harus jadi mata-mata di rumah ini. Laporin semua tingkah Tamara sama aku," ucapku kemudian.

“Siap, Non.” 

Setelah membahas rencana yang panjang aku memutuskan untuk segera ke kamar dan tidur.

Keesokan harinya.

Jam di kamar sudah menunjukkan pukul 7 pagi, tetapi aku masih belum ingin beranjak dari tempat ternyaman bagiku sepanjang abad ini, yaitu ranjang.

“Heh, bodoh! Bangun! Bokap lo udah nunggu di bawah!” Suara sinis dan tarikan pada selimutku mau tak mau mengusik ketenanganku.

“Gue tunggu lima menit, kalo nggak turun. Lo bakal nyesel!”

Brak!!!

Suara pintu dibangting kasar. Aku tidak memedulikannya, toh ini hari libur. Ah, aku lupa. Sekarang ada gadis gila itu di rumah. Mengingatnya, membuat kepalaku berdentum hebat. Lihat saja, sebentar lagi kau akan keluar dari rumah ini. Itu tekadku. Aku memejamkan kembali mataku dan tertidur.

Aku merasa matahari sudah berada di atas saat terbangun. Benar saja, kini jam telah menunjukkan pukul 11 siang.

Tok! tok! tok!

“Masuk,” gumamku malas dengan sesekali menguap.

Bi Imah masuk lalu mengunci pintu dan berjalan tergopoh-gopoh ke arahku.

“Kenapa, Bi?” tanyaku bingung.

“Non, Gawat! Tadi Tamara itu bilang mau menghabisi Nyonya Renata,” kata Bibi denga raut wajah panik dan khawatir.

Sahabatku Istri Muda Papaku (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang