Pelan-pelan, cahaya menyilaukan mata ketika ia membuka matanya. Kepalanya terasa pening dan berputar-putar. Tunggu sebentar, mengapa dia merasakan rambutnya lengket dan amis?
"Ugh."
Rasa sakit tiba-tiba menyerang kepala. Namun, ketika ia hendak memegang kepalanya, ia tersadar kalau kedua tangan dan kakinya terikat di kursi yang ia duduki.
Panik. Tentu saja.
Dirinya bergerak tak beraturan, berusaha agar terlepas dari tali yang mengikatnya.
Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba mencari tahu dimana dia berada. Tapi hanya kegelapan yang dia lihat.
Sebelum akhirnya, lampu ruangan menyala dan memperlihatkan isinya. Dia terkejut dan tak percaya, ketika melihat mayat temannya yang berlumuran darah dengan kondisi tangannya yang hilang.
"Udah bangun?"
Dia mendongak, menatap seseorang dengan baju penuh darah itu dengan geram.
"Lo apain temen gue?!"
Dan apa balasan orang itu?
"Gue makan tangannya, enak loh."
Tidak percaya, dia tidak akan percaya.
"Sebentar lagi giliran lo, hehe. Tapi, enaknya diapain ya? Dipanggang atau dijadiin sup?"
"Jangan mendekat!"
"Yah, sayangnya gue udah laper nih."
Orang itu membasahi bibirnya dengan sebuah pisau daging di tangannya. Astaga, pria itu benar-benar mengerikan.
"Temen lo yang namanya Hongjoong juga bakal mati, kok. Tapi sekarang lo dulu, hehe. Gak ada pesan terakhir, gitu?"
Dia menatap pria itu bengis. "Lo adalah manusia tergila yang pernah gue temuin. Dan gue gak nyangka lo bohongin semua temen gue."
Pria itu menggaruk telinganya. "Telinga gue kok gatal ya?"
"Gue harap lo dapet balasan yang setimpal!" Teriaknya tak takut.
"Udah ngomongnya?" Pria itu membasahi bibirnya, lalu mengangkat pisau dagingnya. Kemudian, seringaian lebar ia tunjukan.
"Kalau begitu, selamat datang untuk kematian lo, Kang Yeosang~"
Hari mulai malam. Belum ada tanda-tanda Hongjoong dan Wooyoung kembali dari hutan.
Seonghwa cemas. Sejak tadi dia mondar-mandir di teras sendirian, San dan Yunho sudah tidur di kamarnya masing-masing.
"Ya ampun, mereka berdua kemana, ya?"
Matanya tak berhenti memandang hutan yang gelap, tak peduli banyak pasang mata yang balas menatapnya.
Dia khawatir dan takut. Dia jadi menyesal karena tidak ikut dengan mereka. Karena bertiga lebih baik daripada berdua. Karena kalau satu tumbang, masih ada dua yang bisa melawan.
"Ayo berpikir positif, Seonghwa. Mereka pasti baik-baik aja, sebentar lagi mereka pasti balik kesini."
Walaupun dirinya berkata demikian, hatinya mengatakan kalau telah terjadi sesuatu di dalam hutan.
Apakah ia harus kesana mencari mereka? Tapi, itu adalah pilihan terburuk, dia kan tidak tahu apa saja yang ada di dalam hutan, apalagi ini sudah malam.
"Kak Seongwoo bilang polisi bakal dateng besok. Berarti gue, San, dan Yunho harus bisa bertahan sampai besok."
Seonghwa mendudukkan dirinya di kursi. Pusing, kepalanya sangat pusing memikirkan semua. Dua mobil yang terparkir di halaman villa membuatnya kembali mengingat bagaimana reaksi teman-temannya ketika sampai disana.
Mulai dari Yunho yang mengajak Jongho berfoto, dirinya dan Wooyoung yang berbincang mengenai pengalaman buruk Wooyoung di kota Daegu, Yeosang dan Mingi yang sibuk memandangi sekitar villa, dan San yang asik membuat vlog bersama Hongjoong.
Dia menghembuskan nafas panjang. Sekarang tersisa dirinya, San, dan Yunho. Dia harus apa sekarang? Dia putus asa.
"Gak boleh, Seonghwa. Lo harus berusaha, lindungi kedua teman lo yang tersisa," gumamnya menyemangati diri.
Tak lama kemudian, Seonghwa menguap lebar. Dia meregangkan otot tubuhnya sebentar lalu berdiri.
"Mingi, Yeosang, Hongjoong, Wooyoung, gue harap kalian baik-baik aja."
Begitu katanya sebelum masuk ke dalam villa dan menutup pintunya. Tapi, sesuatu mengejutkannya.
Sosok hantu pria itu lagi, namun kali ini tidak ada darah di badannya. Wujudnya seperti manusia normal, bedanya dia pucat.
"Lo mau apa? Kenapa lo selalu muncul dan kasih tau hal yang gak jelas?"
Sosok itu menggelengkan kepala. "Gue jujur sama kalian. Gue pernah bilang kan, kalian disini cuma cari mati. Disuruh pulang malah gak mau dan takut sama gue. Jadi, sekarang salah siapa? Salah gue, gitu?"
Seonghwa terdiam. Wajar saja kan kalau mereka takut karena wujud sosok tersebut sebelumnya begitu mengerikan dengan anggota tubuh yang tidak lengkap.
"Lebih baik lo pulang besok pagi. Jangan menunda-nunda."
"Tapi, empat temen gue belum balik," balas Seonghwa. "Gue gak mau tinggalin mereka disini, mereka pasti masih hidup."
Sosok itu terdiam. Seonghwa jadi merasa bersalah.
"Maaf, gue gak peduli nyawa gue dalam bahaya, gue cuma mau empat temen gue yang hilang bisa pulang. Kasihan orang tua mereka, mereka pasti bertanya-tanya kalau gue pulang tanpa mereka."
"Lo gak kasihan sama orang tua lo?"
Seonghwa tersenyum getir. "Gue gak punya orang tua, orang tua gue udah meninggal."
Sosok itu terkejut. "Ma-maaf, gue turut berduka, ya."
Seonghwa menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Gak apa-apa. Oh ya, makasih ya karena selalu ingetin kita dalam keadaan bahaya. Maaf karena kita gak pernah dengerin omongan lo."
"Seharusnya gue yang minta maaf karena gak bisa berbuat banyak. Gue cuma bisa bantu usir setan yang berusaha masuk ke badan temen-temen lo."
Seonghwa tersenyum sambil mengangguk. Kemudian, dia teringat sesuatu.
"Oh ya, gue Seonghwa, lo?"
Sosok itu tersenyum manis, menunjukkan lesung pipitnya.
"Soobin, Choi Soobin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Holiday | Ateez ✓
غموض / إثارةTentang liburan mengerikan yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.