Cocok nggak nih Bara sama Raya?
"Dia datang seperti kurir paket. Dadakan."
***
"Mbak Raya, ada yang nyariin Mbak di depan."
Aku menoleh pada Laras, karyawan yang bekerja di kedaiku sembari terus memotong cabai rawit untuk bahan sambal matah. "Siapa?"
Laras mengangkat kedua bahunya nggak tahu. "Nggak tahu, Mbak. Laki-laki dan sekarang lagi duduk di depan."
"Masih muda?" Aku masih terus memotong cabai rawit.
"Manurutku sih... masih muda, Mbak." Pergerakan tanganku seketika terhenti mendengar jawaban Laras.
Aku menoleh pada Laras. Menatapnya lama dan Laras tampak kebingungan dengan reaksiku. Aku berpikir keras siapa laki-laki yang Laras maksud tengah menungguku di depan kedai. Kalau dipikir sih kayaknya nggak mungkin Mas Bara. Ya iyalah nggak mungkin, Mas Bara nggak tahu aku kerja seperti apa dan di mana. Dandi? Nggak mungkin juga. Hari ini dia kerja fullday sampai malam, jadi nggak mungkin untuk datang ke kedai. Lagipula kalau misalnya Dandi yang datang, mau ngapain dia ke sini?
"Mbak? Ada masalah?" tanya Laras, membuayarkan lamunanku.
Aku sedikit tersentak kemudian menggeleng pelan. "Nggak ada," jawabku. "Ya udah, kamu bisa lanjutin potong cabai rawit ini ya, Laras. Stok sambal matah udah habis. Aku mau samperin orangnya dulu."
"Oh oke, Mbak."
Lantas aku membuka ikatan apron hitam yang melingkar di pinggangku dan menyimpannya ke atas meja kerja. Membenarkan ikatan rambut dan memastikan tidak ada keringat yang terlihat di area kening. Siapa tahu saja orang yang datang ingin bertemu denganku adalah orang penting yang ingin berinvestasi di kedaiku? Kan lumayan kedaiku bisa berkembang lebih jauh dan pesat.
Aku lalu melangkah keluar dari dapur dan mataku langsung menangkap sosok yang Laras maksud tengah membelakangiku. Dari belakang sih aku tahu kalau laki-laki itu bukan sembarang laki-laki. Punggung kelihatan kekar dan lebar, kedua pundaknya tegap bak anggota tentara Indonesia. Dari belakang saja sudah kelihatan ganteng, apalagi kalau aku bertatap muka dengannya?
"Hal—"
Sapaanku seketika berhenti ketika sosok itu berbalik dan mengulas senyum sedikit lebar. Menampilkan kedua lesung pipinya yang menggemaskanya dan aku melongo dibuatnya. Mulutku terbuka saking kagetnya kenapa dia ada di sini dan bisa tahu bahwa aku kerja di kedai ini.
"Hai, Raya?" Mas Bara menyapa lebih dulu. Senyumnya masih di sana dan kedua matanya tampak berbinar. Wajahnya juga kelihatan cerah banget dan segar. Nggak ada lelah sama sekali.
Aku masih kaget dibuatnya. Masih belum bisa bereaksi apa-apa melihatnya sekarang. Mas Bara terlihat lebih santai dari biasanya. Cuma pakai kaos polos hitam yang dibalut bomber jacket berwarna cokelat muda, celana denim warna biru dongker, dan sneakers hitam melekat pada kedua kakinya. Rambutnya dibiarkan sedikit berantakan sehingga bagian depannya menutupi keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hottest Duda [Hottest Series#1]
Romance[ TERBIT • Order ke bukabuku.com ] "Lima alasan kenapa saya nggak mau nikah sama Mas Bara." Mataku menatap tajam matanya. "Satu, umur saya masih muda dan saya belum ada niatan buat menikah. Dua, Mas Bara duda dan saya nggak mau nikah sama duda. Tiga...