7 - Petir

233 37 28
                                    

Keberanian muncul begitu saja.

...

Perth tidur dengan memunggungi Mean, Mean juga sama, waktu berjalan begitu saja, namun tiba-tiba gemuruh petir membangunkan Perth, dia takut petir.
Dan Mean juga terbangun saat ia merasakan getaran di belakang punggungnya, Perth meringkuk takut.

Mean dengan hati-hati membalik badannya, dan Perth malah langsung memeluknya.

"Kamu takut petir?" tanya Mean berbisik.
"Aku membencinya." kata Perth ketakutan.

Petirnya memang menakutkan sekali bagi Perth.

Maka Mean memeluk erat dirinya hingga si bocah berangsur tenang dan mulai tertidur, dengan tangan Mean yang mengelus lembut rambut si bocah.

Di luar kamar Atta dan Pam saling berpandangan.

"Kita lupa, adek tidur sama Mean." kata Atta.
"Iya, baiklah, kita kembali ke kamar masing-masing." kata Pam.

Keduanya jalan turun menuju kamar masing-masing.

Saat mendengar Petir, Pam dan Atta sama-sama langsung keluar dengan muka bantal karena mereka paham Perth pasti tidak bisa tidur karena petir, anak itu bisa menangis, tapi lupa ada Mean yang bisa menemani si bocah.

"Adek mana?" tanya May saat Pam kembali ke kamar mereka.
"Sudah ada Mean yang menemaninya." kata Pam.
"Oh Mean, ehhh kok ada Mean?" tanya May bingung.
Pam menoyor kepala kakaknya.
"Kamu lupa, dia yang bawa kamu pulang." kata Pam agak kesal.
May mengingat-ingat,

"Aku kira si pendek yang bawa aku pulang." kata May, seingatnya ia juga menghubungi Atta untuk menjemputnya.
"Kak Atta juga datang dan menyuruh Mean yang gendong kamu." jelas Pam.

"Adek nggak papa itu tidur sama orang asing?" tanya May.
"Nggak papa, biarin ajah, lagian si Mean kan kakak kelas adek." kata Pam.

May jadi bengong.

"Sejujurnya aku lupa adekku sekolah dimana." kata May jadi tertawa sendiri.

Pelupa, dan biang onar.

...

Sampai saatnya pagi.

Mean masih memeluk Perth, bahkan ia baru tidur sejam yang lalu, saat Petir dan hujan derasnya mereda.
Perth membuka matanya, dan merasakan hangat dada Mean, refleks ia dorong tubuh Mean sampai jatuh ke bawah.

"Ahhh sakit." keluh Mean sambil duduk dan mengusap punggungnya yang pasti memar.

"Om, maaf nggak sengaja, refleks." kata Perth merasa bersalah, ia bangkit untuk membantu Mean bangkit.
"Aduh, kenapa didorong?" tanya Mean sambil kesakitan.
"Aku kira kamu lagi mesum main peluk orang yang lagi tidur." kata Perth merasa bersalah.
"Astaga, aku mau pulang saja." kata Mean berdiri dan mengambil jacket miliknya.
"Ehhh om, maafkan aku." kata Perth mengejar Mean.

"Udah, besok aja minta maafnya." kata Mean kesal.

"Aku yang antarin pulang." kata Perth menghadang Mean.

Mean menatap si bocah.
"Aku merasa bersalah, terserah om mau kapan maafinnya, biar aku yang antar." kata Perth.

Ia masuk mengambil ponsel dan juga jacketnya.

.

"Aku yang nyetir." Perth meminta kunci mobil Mean.
"Bisa nyetir?" tanya Mean pada bocah 15 tahun didepannya.
"Bisa, aku udah bisa nyetir dari umur 14, lagian aku mau 16 tahun bulan depan." kata Perth memaksa.

"Terus kamu pulangnya gimana dek?" tanya Mean.
"Nanti biar  aku naik taksi." kata Perth sambil tersenyum.

"Pasti sakit punggung Om buat nyetir, aku ingin menebus kecerobohanku." kata Perth.
Bocah cuek itu tahu tanggung jawab.

I MISS YOU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang