5. Bantuan Penuh Pertimbangan

37 7 4
                                    


Maeko tidak hadir hari ini, ia berkesempatan mewakili SMA Ueno sebagai ahli karate dalam pagelaran olahraga se-Tokyo, Jepang. Gadis yang tidak ada manis-manisnya itu akan bertanding guna mempertahankan gelar karateka terbaik yang ia sandang sejak SMP.

Aku sendiri yakin bahwa Maeko yang mendapat anugerah berupa otot dan tulang beberapa kali lebih padat dari manusia biasa dapat mengalahkan lawannya dengan mudah. Toh ia mampu mengambil alih dan diakui sebagai pimpinan berandal--di SMA juga Yanaka Ginza--bukan tanpa alasan.

Sebagai kawan, aku serta Kazuhiko turut berbangga dan berbahagia atas pencapaian Maeko--serta apa-apa yang jelas akan ia raih, seperti keberhasilan mempertahankan gelar. Meski ketenangan dan kedamaian SMA Ueno harus lenyap sebentar akibat ketidakhadirannya.

Gadis tangguh itu tanpa sadar telah bermetamorfosis menjadi menara barier bagi ketertiban dan keamanan SMA Ueno. Jadi kenihilan eksistensinya mampu mengundang hal-hal absurd seperi, tindak penguntitan dan penarikan paksa.

Biar kuceritakan, beberapa menit lalu, saat aku dan Kazuhiko tengah melakukan perjalanan rahasia menuju kantin guna menikmati makan siang. Entah bagaimana sekawanan murid perempuan bersama aneka rupa hadiah dan kartu ucapan di ceruk tangan berhasil mengendus penyamaran. Mereka perlahan-lahan mengikuti sambil sembunyi-sembunyi sebelum menampakkan diri dan mengambil alih kekuasaan atas Kazuhiko.

Si Jakung meneriakkan sesuatu seperti "Ryu, tolong" dan "Ryu, tunggu," dari kerumunan yang kian membesar. Namun aku tidak ingin kehilangan waktu istirahat, maka dengan tanpa berat hati kulambaikan tangan sebelum melenggang pergi menuju kantin--ada berbagai panganan dalam ruang berbau aneka rupa itu yang menunggu untuk segera dijamah, pun perutku sudah berprotes sejak jam pelajaran keempat.

Perihal Kazuhiko, biar ia sendiri yang mengurus, toh pasti menyenangkan dikerumuni gadis-gadis cantik. Lebih lagi disukai dan diperebutkan, bahkan agaknya Asami juga melempar mata pada Si Jakung, benar-benar beruntung, sial.

Omong-omong, gadis berkucir dua yang dijuluki sebagai malaikat dari klub memasak lagi-lagi hilang tidak berbekas. Eksistensinya kembali tidak diketemukan sesaat setelah bel istirahat berbunyi. Padahal aku ingin bicara intim dengan Si Kucir Dua. Sekedar menuruti usulan Kazuhiko untuk mempertanyakan kebenaran dari rumor-rumor tidak sedap, dan memberi masukan agar seluruh kekacauan dapat diredam dengan cepat.

Kembali ke kantin yang sedikit lebih sepi akibat ketidakhadiran Maeko, Kazuhiko, dan Asami untuk dipandangi. Awalnya aku berniat menghabiskan uang dan makan lebih banyak, tapi menyantap makan siang sendirian seperti orang hilang rasanya tidak akan seru. Jadi aku memilih berbalik setelah membeli dua bungkus roti isi dan sekotak susu--seperti kemarin. Tujuanku selanjutnya adalah hamparan rumput berhias pohon-pohon meranggas di belakang gedung.

Para berandal yang mengakui kepemimpinan Maeko biasa merokok di sana, sebelum gadis yang tidak ada manis-manisnya itu dengan tegas melarang anak buahnya menikmati batang nikotin sebelum bel pulang berbunyi. Lantas seluruh berandal sepakat membereskan kawasan muram tersebut dan menutupinya dengan berpetak-petak rerumputan jepang. Kadang satu atau dua murid yang cukup berani menggelar karpet saat istirahat dan berpura-pura sedang piknik tiap musim semi datang.

Dua orang siswa berpenampilan tidak sesuai aturan berdiri menyandar dekat pintu belakang, aku mengenal keduanya, mereka satu kelas dan satu ekstrakulikuler dengan Maeko--karate. "Halo," sapaku beramah-tamah.

Keduanya menjawab dengan formal dan bungkukan--berhubung aku berkawan dengan Maeko dan gadis itu sering kali bercanda hendak mengangkatku sebagai tangan kanannya--sebelum menanyakan apa aku membutuhkan sesuatu dari sepasang anak nakal. "Tidak, apa kalian sedang memanfaatkan absennya Maeko untuk merokok di sini?" tanyaku santai.

KomorebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang