12. Keberanian untuk Merendah

24 2 0
                                    


Aku hampir menyerah, mengabaikan apapun yang menimpa Kazuhiko dan kembali ke Yanaka Ginza. Lagipula Si Jangkung itu mungkin telah atau sedang dalam perjalanan pulang, pun bukan tanggungjawabku jika ternyata ia memilih hilang seperti para pengecut--johatsu. Setidaknya itu yang aku pikirkan sebelum ponsel di kantung jaket bergetar dan nama Asami muncul sebagai pelaku utama.

Si Kucir Dua dan Maeko telah menemukan dan meringkus keberadaan Kazuhiko. Kurang lebih begitu isi pesan yang tidak bisa aku percayai. Maksudku, aku sangat yakin Kazuhiko berada di Ueno, Agensi Yang, atau tempat-tempat hiburan di sekitar sini. Aneh sekali jika ternyata ia telah pulang atau ditemukan, seperti energi, waktu, serta usahaku dilempar ke tong sampah dengan begitu mudahnya.

Jadi aku berhenti di depan minimarket, membuat panggilan, dan menanyai Asami perihal penemuannya serta detail-detail prosesi penangkapan. Gadis Klub Memasak itu memang memberi jawaban, tapi kalimatnya linglung dan tidak mampu memuaskan. Seolah ia sendiri tidak mengerti rupa situasi saat ini. "Kami di ruang staff Yadori, Ryu cepat datang ke sini saja!" Asami mengakhiri.

Tanpa membuang-buang waktu aku beranjak dan berlari menuju Stasiun Ueno. Menaiki kereta hingga Nippori dan menempuh beberapa ratus meter dengan tergesa-gesa. Insiden-insiden kecil pun tidak terelakkan, mulai dari menginjak, menabrak, hingga mendapat berbagai rupa umpatan. Beruntung tidak ada petugas keamanaan atau polisi yang sedang berpatroli di area sekitar. Jika ada, mungkin aku sudah dipaksa melakukan pelayanan masyarakat untuk satu atau dua minggu ke depan.

Senior yang sedang mencatat pesanan menatap heran saat pintu Kedai Yadori terbuka dengan tiba-tiba dan aku muncul tanpa merasa bersalah. "Hei kenapa lewat depan! Kamu terlambat!" Senior lain yang berperan sebagai koki berteriak dari dapur sambil mengangkat spatula. Namun maaf, aku diburu oleh eksistensi Si Bodoh hingga dengan terpaksa melenggang mengabaikan dua orang yang jelas jauh lebih tua.

Nenek Yadori yang mungil dan berambut putih berdiri di samping pintu ruang staff, ia memandang tepat ke arahku dengan sesuatu yang tidak mampu didefinisikan. Entah kejengkelan, kelegaan, atau bukan keduanya. Ia menepuk pundakku dan memaksa agar aku mengatur napas terlebih dahulu. "Bicara baik-baik," pesannya sebelum bergeser dan meninggalkan area staff.

Si Jangkung Bodoh itu terduduk di kursi panjang bersama Asami, sementara Maeko berdiri di antara loker-loker besi dan meja kayu. Mereka saling diam tanpa repot-repot memandang dan aku turut kehilangan kata-kata. Rasanya seperti kedamaian dalam kepalaku sedang dihujani oleh berbagai kemungkinan-kemungkinan tidak menyenangkan.

"Ryu," Asami angkat bicara. Ia lantas memasang senyum hangat sebelum bangkit, menarik Maeko, dan meninggalkan ruang sempit dalam naungan Yadori. Gadis yang Tidak Ada Manis-manisnya--Maeko--sempat mendecih, agaknya ia tidak ingin diseret ke luar atau melewatkan percakapan-percakapan antar lelaki.

"Kamu baik-baik saja?" Aku bertanya lamat-lamat. Kazuhiko menoleh, ia menatapku dengan kebingungan dan keraguan di sana-sini. Seperti kata-katanya tertahan di lidah atau tenggorokan sebab ia membuka mulut beberapa Kali tapi tidak ada suara yang terdengar. "Aku tidak akan memaksamu pulang hanya." Kalimatku disela dengan tiba-tiba.

"Tunggu, ini salah paham," Si Jangkung bangkit dari duduknya, ia cepat-cepat mengulurkan kedua tangan ke depan seolah tidak ingin aku mendekat. Mungkin ia benar-benar takut atau tidak ingin aku menyeretnya hingga kediaman keluarga Ito. "Aku, aku tidak kabur dari rumah," Ia melanjutkan. Wajahku yang sedari tadi dilemaskan dengan susah payah kini mulai menegang. "Aku memang bolos kemarin, tapi semalam aku tidak sadar terkunci di sini." Sebuah cengiran mengakhiri pengakuan Kazuhiko dan aku memberinya hadiah tepat di pipi.

"Sialan!" Umpatku setelah melayangkan pukulan dan menarik kerah kemeja Si Bodoh.

"Jangan! Maeko sudah memukuliku tadi." Kazuhiko merengek sambil memegangi lengan dan pergelangan tanganku. wajahnya sulit dicerna atau aku yang kehilangan kemampuan. Meski anehnya kelegaan luar biasa besar mendarat dari langit dan membanjiri pikiranku hingga penuh. Cengkeramanku pun terlepas tanpa disadari, lantas Kazuhiko berlagak mengelus leher sambil berpura-pura tersedak.

KomorebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang