Kazuhiko sibuk membolak-balik catatan matematika yang tercecar di atas meja etalase, sementara Gadis yang Tidak ada Manis-manisnya mengawasi dari samping dengan tangan terlipat dan tampang segarang omelan Pak Misuki--guru matematika yang juga pembimbing karate. Ia--Maeko--jelas sedang mati-matian mengekang kekesalan dan kemarahan setelah usahanya untuk menjejalkan berbagai rumus ke dalam otak bebal Kazuhiko harus berakhir dengan kata gagal. Kegagalan total lebih tepatnya."Bukan! Bukan rumus yang itu!" untuk kesekian kalinya Maeko mengoreksi kesalahan Si Jakung.
"Yang mana? Penjelasanmu itu sulit sekali dicerna," Kazuhiko tidak ingin kalah. "Padahal kamu sudah tahu kalau aku tidak pintar!" Ia memprotes, agaknya matematika telah berhasil melunturkan akal sehat Kazuhiko hingga Si Jakung itu berani melemparkan peledak ke wajah Maeko.
Gadis yang Tidak Ada Manis-manisnya membalas dengan lirikan mematikan, lantas debrakan tertahan pada kaca-kaca meja etalase terdengar setelahnya. Aku terpaksa menghentikan gerak obeng-obeng dan pengamatan atas gerigi-gerigi jam mekanik guna memberi peringatan. "Hei! hati-hati, kalian harus mengganti jika retak dan pecah!"
Jujur saja, awalnya aku senang dan menerima bantuan Maeko--dengan tangan terbuka--untuk mengajari Kazuhiko tapi kini tidak lagi. Gadis bertenaga ekstra itu semakin hari semakin agresif dan aku tidak akan terkejut jika satu dua retakan juga goresan menghiasi perabit-perabot kaca dalam kios selepas pelatihan.
"Aku menyerah!" Maeko mengaku kalah, ia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi lantas berbalik dari Kazuhiko dan berjalan ke arahku. Kekesalan tercetak jelas di wajahnya, bercampur dengan kelegaan yang mungkin muncul setelah melepaskan diri dari kekangan kebodohan Si Jakung. "Anak itu tidak bisa diajari."
"Itu keterlaluan! Aku bisa mengikuti jika Ryu yang mengajari, kamu beralasan saja karena tidak semahir Ryu!" Lagi, Kazuhiko kehilangan akal sehat, sialnya kalimat yang baru saja mengudara dari bibir Kazuhiko berhasil menyulut bara dalam diri Maeko. Gadis itu menghentikan langkah, ia berganti arah dan kembali ke posisi semula--berdiri di samping kiri Kazuhiko.
"Dengar!" Maeko menekankan, tangan kirinya tersampir di pinggang dan ia membeberkan banyak sekali fakta mengenai kebodohan-kebodohan Kazuhiko.
Sebagai kawan--yang baik dan pengertian--aku seharusnya melerai, atau paling tidak menengahi pertengkaran di antara Maeko-Kazuhiko. Namun percekcokan ini terlalu seru dan menghibur untuk dihentikan pun dilewatkan. Jadi aku kembali berkutat dengan jam-jam rusak di balik meja reparasi--sambil mendengarkan adu mulut yang menggema di sudut-sudut kios.
Paling tidak sampai Kakek menggeser pintu pembatas dan menampilkan eksistensinya. "Bertengkar?" Aku cepat-cepat bangkit, meletakkan apa-apa yang tergenggam dan menatap Kakek penuh keterkejutan.
"Tenang kawan! Tenang!" sergahku tanpa banyak pertimbangan.
Anehnya Kakek tidak menegur Maeko atau Kazuhiko, ia justru bertanya sambil memangkas jarak. "Ryu, kamu memperbaiki jam itu?" Bilahnya yang lemah dan dihiasi kaca mata menelisik barang-barang di atas meja reparasi. Menegangkan suasana dan mematungkan Aku, Maeko, Kazuhiko serta umpatan-umpatan di ujung lidah keduanya. "Main saja dengan kawan-kawanmu, lagipula masih ada cukup banyak waktu sampai pemiliknya datang mengambil."
Keningku berkerut dan perasaan tidak senang menyeruak hingga ubun-ubun. "Maeko bilang akan mengajari Kazuhiko, jadi aku tidak ada pekerjaan dan karena sedikit bosan aku," kalimatku terhenti.
"Jangan lupa tutup rapat pintunya nanti," Kakek mengakhiri sambil meninggalkan kios. Entah karena ia menyadari hadirnya ketidaknyamanan dan keengganan yang berlarian dalam pikiranku, atau karena tidak ingin ikut campur lebih jauh dalam kekonyolan-kekonyolan anak muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Komorebi
Teen FictionMasing-masing dari kita adalah cahaya yang lolos dari sela-sela dedaunan. Lembut dan hangat, memeluk tiap-tiap emosi yang ditumpahkan dengan membabi-buta. Lantas, siapa yang lebih terang? Omongan orang-orang, impian yang dipaksakan, mereka yang dipe...