1.0

1.3K 120 2
                                    

Peron 9¾ nampak ramai aktivitas para siswa-siswi Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry yang akan memasuki tahun ajaran baru. Beberapa anak tahun pertama tampak malu dan ragu. Mereka memeluk orang tua dan sanak keluarga dengan sorot sedih sekaligus bahagia.

Tak jauh dari itu semua, seorang pria berpenampilan casual dengan warna serba gelap yang kontras dengan rambutnya yang menyala. Tatapannya dingin dan mengintimidasi seperti biasa. Cara berjalanya angkuh seakan dunia ini milik kakeknya.

Hermione Granger tak akan lupa apa yang akan terjadi. Pria itu akan menghampiri dan mengajak memasuki Hogwarts Express bersama. Ia menggigit bibirnya, teringat bagaimana pria itu terbaring kaku sementara ia tak dapat melakukan apapun.

"Granger!"

Nah, apa Hermione bilang. Pria itu benar-benar berada di hadapannya Sekarang.

"Apa kita saling mengenal ferret? Lebih baik segera menjauh dari ku!" Teriak gadis itu agak berlebihan. Ia harus menghindarinya bukan? Jika mereka terus bersama Malfoy akan mati.

Malfoy akan mati.

Malfoy akan mati.

Malfoy akan mati.

Hermione menarik tas besarnya memasuki gerbong. Meninggalkan Malfoy yang tidak mengerti. Apa yang salah? Toh mereka sudah berbaikan sejak tahun ke-5. Walau hubunganya dengan Potter tetap tidak baik tapi itu tak pernah jadi masalah besar.

"Granger berhenti di tempat mu!"

Untuk sejenak ia seperti terhipnotis. Berhenti dan menunggu apa yang akan dilakukan Malfoy padanya. Suara langkah kaki semakin mendekat. Mereka berdua menarik begitu perhatian. Musuh bebuyutan yang akhirnya berteman, apakah mereka akan bermusuhan kembali?

"Apa yang salah dengan mu?"tanya Malfoy mengintimidasi.

Gadis itu memejamkan mata. Menyesap aroma tubuh pria itu yang menguar begitu memabukan. Mata kelabu yang selalu menatapnya teduh. Bahu kokoh yang senantiasa menjadi sandaran, tak peduli seberapa berat masalahnya sendiri.

"Menjauh dari ku Malfoy! Ini demi kebaikan mu!"

"Apa ini tentang Father lagi?"

Ia menggeleng. Masih tetap pada pendiriannya untuk tak menatap pria di hadapannya. Bayangan kematian itu tiba-tiba muncul begitu saja. Bagaimana kulit pucat itu lebih pucat dari biasanya. Mata kelabu yang melotot kosong menyiratkan kepedihan.

"Granger ada apa? Buka matamu!"

Tidak menjawab. Hermione malah terisak di lorong kereta. Tubuhnya bergetar. Ia menangkupkan kedua tangan dengan bingung.

Bagaimana bisa? Bagaimana bisa ia mengabaikan orang yang dicintainya? Tapi bagaimana bisa ia melihat orang yang dicintai mati karenanya?

Draco Malfoy yang tak mengerti pun menatap gadis di hadapannya dengan pilu. Ia menarik dan memeluknya dalam. Berusaha memberikan ketenangan. Sebuah kecupan ia daratkan di puncak kepala Hermione.

Dalam hati ia sebenarnya mengumpat. Bagaimana jika ayahnya mengetahui tentang hal ini? Mungkin ia akan mendapatkan hadiah kutukan di natal tahun ini.

"Hei, tak apa-apa. Aku disini okay?"

Hermione melepas pelukan Draco lalu mengusap air matanya kasar. Jari telunjuknya teracung seakan hendak memberikan petuah panjang. Namun tak ada sepatah kata pun yang keluar. Ia mendengus. Mengangkat dagunya tinggi-tinggi lalu pergi meninggalkan Draco dan bergabung bersama anak-anak Gryffindor lainya. Berpasang-pasang mata yang menyaksikan drama live tersebut mendadak mengalihkan pandangan saat Hermione menoleh.

Sialan kenapa aku tak bisa! Desis Hermione sembari menggenggam tongkat di balik saku celanya.


***

Time TurnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang