***
Semalam aku bermimpi mendayung sampan sepanjang sungai Capilano bersama Elana. Aku pernah datang ke Capilano Suspension Bridge beberapa kali, tapi aku nyaris tidak pernah menyusuri sungai di bawahnya sepanjang hidupku. Lalu secara tiba-tiba, aku bermimpi mengarunginya berdua bersama Elana. Sebuah perjalanan panjang yang menyenangkan.
Lalu aku terbangun tepat jam 8 pagi saat burung-burung mulai bercuit di atas dahan pepohonan. Hari ini langit mulai cerah setelah beberapa hari belakangan Vancouver nampak suram karena awan kelabu yang begitu rendah menutupi langit. Meski tidak sempurna, aku tahu matahari mulai menyinari tumpukan salju di pinggir-pinggir jalan dan menciptakan aliran mirip anak-anak sungai.
Aku menggeliat beberapa saat. Kemudian mengepalkan kedua tanganku untuk berdoa pada Tuhan seperti yang biasa aku lakukan. Selain aroma matahari yang menyengat tumpukan-tumpukan salju, ternyata ada aroma yang lebih menggoda dan berhasil membuat perutku keroncongan. Wangi roti yang baru saja meloncat dari toaster. Dioles selai coklat bercampur kacang lalu digigit selagi masih panas.
"Mark?!" Suara ketukan terdengar sebelum akhirnya Johnny berteriak dengan suara beratnya.
"Apa?"
"Kau sudah bangun? Keluar!"
"Ini hari minggu, John!"
"Justru karena hari ini hari minggu, Bodoh! Siapa yang membuat peraturan bahwa hari minggu adalah hari mendekam seharian di kamar?"
"Dewan kota! Memangnya siapa lagi?"
"Itu kalau kau yang jadi perdana menterinya. Keluar dan sarapan! Lalu bantu aku dan ayah membersihkan salju!"
Aku berdecak, "Otoriter sekali."
"MARK LEE!!!"
"IYA, JOHNNY! IYAAA!!! ASTAGAAA! KAU INI TIDAK SABARAN SEKALI."
Aku buru-buru menyingkap selimut tebalku dan berjalan gontai ke dalam kamar mandi. Melihat bayanganku yang terpantul di cermin membuatku tersenyum singkat. Aku teringat pada janji yang aku buat pada Elana beberapa hari yang lalu. Kami berjanji akan bertemu di Stanley Park. Padahal aku sudah bilang berkali-kali pada Elana bahwa yang terbaik di Stanley Park hanya bisa dinikmati sewaktu musim gugur. Tapi perempuan itu ngotot untuk pergi ke sana.
Lagi-lagi aku tidak bisa menolak apapun yang Elana minta padaku. Mungkin karena aku terlalu memikirnya sebelum tidur, aku jadi memimpikannya semalam.
Setelah menyikat gigi dan membasuh muka secukupnya, aku keluar kamar tepat saat Johnny mengigit ujung roti panggangnya. Laki-laki itu kelihatan lusuh dengan kaos sleeveless dan celana pendek berlogo Barcelona. Rambut coklatnya berantakan dan dia menyengir seperti kuda kesurupan saat menyadari keberadaanku.
"Selamat pagi, Mark!" Dan perempuan ini ibuku. "Bagaimana tidurmu?"
"Nyenyak. Sampai aku malas bangun rasanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Granville✔
FanfictionPart of "Antologi Bulan Desember" Ini hanya soal bagaimana kau mengenal Granville dari sebuah ingatan. "Mark, sadarlah!" Aku sepenuhnya sadar. Benar-benar sadar. Yentang dia dan ingatan di Granville. ©tenderlova, 2020 | Granville