BAGIAN 6

347 19 0
                                    

Tampak api menyemburat membubung tinggi ke angkasa, disertai kepulan awan hitam yang begitu tebal seperti jamur. Setelah beberapa kali berputaran di udara, Rangga kembali menjejakkan kakinya di tanah dengan ringan dan indah sekali.
"Huh...!"
Rangga jadi mendengus, melihat gubuk itu sudah hancur berkeping-keping. Sungguh Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu, apa yang menyebabkan gubuk itu jadi hancur. Untung saja tubuhnya cepat melesat ke belakang, sehingga tidak sampai terkena pecahan gubuk itu.
Bukan hanya Rangga saja yang terkejut, tapi juga mereka yang berada cukup jauh dari situ juga tersentak kaget. Mereka langsung berlarian menghampiri pemuda yang selalu mengenakan berbaju rompi putih ini.
"Apa yang terjadi, Rangga?" tanya Ki Langkas langsung, begitu dekat dengan Pendekar Rajawali Sakti.
"Entahlah...," sahut Rangga agak mendesah. "Aku sendiri tidak tahu. Tiba-tiba saja gubuk itu hancur."
"Aneh," desis Pandan Wangi agak menggumam.
Sementara itu, Ki Anjir dan Ki Andong sudah berada dekat dengan puing-puing reruntuhan gubuk itu. Mereka tampaknya seperti tengah mencari sesuatu di sana.
"Ke sini cepat..!" Tiba-tiba saja Ki Anjir berseru keras, sambil melambaikan tangan.
Rangga, Pandan Wangi, dan Ki Langkas bergegas menghampiri, diikuti Julak dan dua orang pemuda dari Desa Granggang. Sebentar saja, mereka sudah sampai di dekat Ki Anjir berdiri.
"Lihat..." Ki Anjir menunjuk ke depan. Tampak sebuah lempengan besi baja berbentuk bulat tergeletak di tanah, hampir tertutup kayu-kayu reruntuhan gubuk ini.
Rangga bergegas menghampiri, dan menyingkirkan kayu-kayu itu dengan kakinya. Dan setelah seluruh lempengan besi baja hitam itu terlihat tubuhnya kemudian membungkuk. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti mulai mengangkat lempengan besi baja hitam berbentuk bundar yang ukurannya cukup besar juga. Dengan pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat sempurna, sedikit demi sedikit lempengan besi baja hitam itu bisa digesernya.
Tampak di balik lempengan besi baja hitam itu terdapat sebuah lubang yang cukup dimasuki satu orang. Dan lubang itu kelihatannya memiliki tangga yang terbuat dari batu. Sebentar Rangga melirik yang lainnya, kemudian melangkah masuk ke dalam lubang itu. Pandan Wangi bergegas mengikuti dari belakang, disusul Ki Langkas, Ki Anjir, Ki Andong, Julak, dan dua orang pemuda dari Desa Granggang. Sebentar saja, mereka semua sudah berada di dalam lubang bawah tanah itu.
"Hati-hati, jalannya licin," ujar Rangga memperingatkan.
Ternyata, lubang ini cukup dalam juga. Dan dari tangga-tangga batu yang dipijak, bisa dipastikan kalau bentuk lubang ini melingkar Semakin jauh masuk ke dalam, keadaannya semakin bertambah gelap. Hingga akhirnya, mereka tidak bisa melihat apa pun jua. Tapi, tidak demikian halnya Rangga. Pendekar Rajawali Sakti langsung menggunakan aji 'Tatar Netra', sehingga bisa melihat jelas sekali, walaupun keadaan di dalam lubang yang seperti goa ini begitu gelap.
Mereka terus berjalan perlahan-lahan meniti anak-anak tangga yang terus turun ke bawah dan berputar. Sesekali Rangga menoleh ke belakang, memastikan tidak ada yang tertinggal seorang pun juga. Pendekar Rajawali Sakti terus berjalan di depan sambil tetap mengerahkan aji 'Tatar Netra', dan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'.
Begitu hati-hati sikapnya. Dia khawatir, lubang ini memiliki jebakan-jebakan yang bisa saja mencelakakan mereka semua. Mereka terus bergerak tanpa ada yang bersuara sedikit pun juga. Hingga tarikan napas saja yang bisa terdengar jelas sekali. Dan setelah cukup lama berjalan, akhirnya Rangga berhenti.
"Kenapa berhenti, Kakang?" tanya Pandan Wangi, ketika hampir menabrak Pendekar Rajawali Sakti. Untung saja, Rangga cepat merentangkan tangannya ke belakang, sehingga menyentuh bagian dada Pandan Wangi yang membusung indah.
"Kau tunggu dulu di sini. Juga yang lain," kata Rangga meminta.
Pandan Wangi hanya menganggukkan kepala saja. Rangga segera melangkah maju, dengan sikap masih terlihat hati-hati sekali. Ilmu meringankan tubuhnya yang sudah sempurna dikerahkan, hingga ayunan langkah kakinya tidak terdengar sedikit pun juga.
Setelah melewati satu belokan, akhirnya Pendekar Rajawali Sakti tiba di sebuah ruangan yang sangat luas dan terang-benderang. Bagian atas ruangan itu terbuka lebar, sehingga cahaya matahari leluasa menerobos masuk ke dalam ruangan ini. Tidak ada yang bisa didapat, selain ruangan luas yang dinding-dindingnya terbuat dari tanah bercampur batu. Sedikit Rangga mendongakkan kepala ke atas. Cukup tinggi juga untuk mencapai ke atas sana, karena dibutuhkan pengerahan ilmu meringankan tubuh yang lumayan.
"Ke sini kalian...!" seru Rangga keras.
Suara Pendekar Rajawali Sakti yang keras, menggema hingga hampir menggetarkan seluruh dinding-dinding ruangan ini. Kembali Rangga mengedarkan pandang ke sekeliling, memeriksa kalau-kalau ada sesuatu di ruangan ini. Tapi, tak juga ditemukan apa-apa. Ruangan berbentuk lingkaran luas ini benar-benar kosong, seperti sebuah dasar kawah. Dan saat itu, Pandan Wangi serta yang lain sudah sampai. Mereka tampak terheran-heran begitu menyadari berada dalam sebuah ruangan luas seperti dasar kawah.
"Di mana ini...? Seperti berada dalam lubang kawah," ujar Pandan Wangi seperti untuk diri sendiri.
Mereka semua mengedarkan pandangan ke sekeliling. Jelas, tidak ada satu pun jalan keluar. Dan satu-satunya jalan, hanya melompati bagian atas bibir kawah ini. Dan di saat mereka semua mendongakkan kepala ke atas, saat itu juga terlihat seorang pemuda berbaju putih keperakan tengah berdiri tegak di pinggiran bibir lubang besar bagai lubang kawah ini.
"Malaikat Pencabut Nyawa...," desis Ki Anjir langsung mengenali.
"Ha ha ha...! Mampuslah kalian semua...!"
Terdengar keras sekali suara pemuda berbaju putih keperakan yang dikenali sebagai si Malaikat Pencabut Nyawa itu. Sikapnya begitu pongah. Kedua tangannya berkacak pinggang. Senyumnya terkembang lebar dan sinar matanya memancarkan kepuasan. Seakan-akan dia berhasil menjebak mereka yang berada di bawah lubang yang sangat lebar ini.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Malaikat Pencabut Nyawa menghentakkan tangan kanannya ke depan. Dan seketika itu juga, dari telapak tangannya meluncur secercah cahaya putih keperakan yang langsung menghantam bagian dinding lubang ini.
Glarrr...!
Ledakan keras seketika terdengar bersamaan dengan hancurnya dinding lubang ini. Tampak batu-batu berguguran. Dan dari bekas hantaman pukulan jarak jauh itu, terlihat cairan merah kental yang mengeluarkan api.
"Lahar...!" desis Ki Langkas tersentak kaget setengah mati.
Bukan hanya Ki Anjir saja yang terkejut, tapi yang lain juga jadi tersentak begitu menyadari dari bagian dinding yang dijebol tadi keluar cairan lahar. Sungguh mereka baru menyadari kalau saat ini berada di bagian lubang kawah anak Gunung Granggang.
Sementara itu, Malaikat Pencabut Nyawa semakin congkak memperhatikan lahar yang terus bergerak turun. Sedangkan mereka yang berada di bawah lubang kawah ini bergegas menepi menjauhi lahar itu.
"Ha ha ha...!"
Sambil memperdengarkan tawa yang keras menggelegar, Malaikat Pencabut Nyawa cepat sekali melesat pergi. Dalam sekejap mata saja, pemuda itu sudah lenyap tak terlihat lagi. Sementara di dalam lubang, tidak ada seorang pun yang bisa lagi berbuat sesuatu, cairan lahar itu terus merambat semakin dekat.
"Kalian semua cepat naik ke atas batu itu...!" seru Rangga tiba-tiba, sambil menunjuk ke sebongkah batu yang cukup besar, berada agak ke tepi dari lubang kawah ini.
Tanpa menunggu perintah dua kali, mereka semua bergegas berlompatan naik ke atas batu itu. Sementara, Rangga masih tetap berdiri pada tempatnya.
"Rangga! Kenapa kau masih di situ...?" teriak Ki Langkas.
Namun Pendekar Rajawali Sakti seperti tidak mendengar teriakan kepala desa tadi. Dia tetap berdiri tegak, memandangi lahar yang terus bergerak menyemburkan api dan asap berbau belerang. Lahar itu terus merayap, bergerak perlahan-lahan semakin mendekati Pendekar Rajawali Sakti. Dan sebentar kemudian, terlihat pemuda berbaju rompi putih itu mendongakkan kepala ke atas.
"Tidak ada jalan lain. Hanya Rajawali Putih yang bisa mengeluarkan kita semuanya dari sini...," gumam Rangga perlahan. Saat itu juga....
"Suiiit...!"
Dari bibir Rangga yang membentuk bulatan kecil itu terdengar siulan yang sangat nyaring melengking tinggi. Nadanya terdengar begitu aneh, tapi sama sekali tidak menyakitkan telinga yang mendengarnya. Tindakan Pendekar Rajawali Sakti tentu saja tidak dapat dimengerti. Hanya Pandan Wangi saja yang tahu kalau Rangga sedang memanggil Rajawali Putih, seekor burung rajawali raksasa yang berbulu putih keperakan.
Cukup lama juga Rangga menunggu, tapi Rajawali Putih belum juga kelihatan bayangannya. Sementara, lahar yang keluar dari dalam lubang di dinding itu semakin dekat saja ke arah pemuda ini. Sementara bau belereng sudah menguasai seluruh lubang sumur ini. Begitu menyesakkan, membuat pernapasan jadi tersengal.
"Suiiit..!"
Kembali Rangga bersiul nyaring. Dan kali ini, siulannya terdengar lebih panjang dan lebih nyaring. Kepala Pendekar Rajawali Sakti terdongak ke atas menatap langit yang mulai menghitam kelam. Saat itu, memang malam sudah datang menyelimuti sebagian permukaan bumi ini.
"Khraaagkh...!"
"Oh...?!"
"Heh, suara apa itu...?!"
Hanya Pandan Wangi saja yang kelihatan tidak terkejut, dan tenang sekali mendengar suara keras dan serak tadi. Sementara, Rangga cepat mengangkat tangan kanannya ke atas kepala.
"Cepat pindahkan mereka ke atas, Rajawali...!" seru Rangga keras menggelegar.
"Khraaagkh...!"
Bersamaan terdengarnya suara keras menggelegar dan serak itu, tiba-tiba saja bertiup hembusan angin yang begitu kencang. Lalu, disusul terlihatnya sebuah bayangan putih keperakan berkelebat begitu cepat. Dari angkasa. Dan belum lagi mereka bisa menghilangkan rasa keterkejutannya, tahu-tahu....
"Akh?!"
"Aaakh...!"
Tiba-tiba saja Julak dan Ki Langkas memekik keras.
"Hei...?!" Ki Anjir jadi terkejut setengah mati.
Tapi belum juga bisa berbuat sesuatu. Julak dan Ki Langkas sudah lenyap tanpa dapat diketahui lagi. Namun sebentar kemudian, kembali orang tua itu jadi tersentak kaget. Dua orang pemuda yang tadi bersama Julak tiba-tiba juga lenyap, bersamaan kelebatan bayangan putih keperakan yang melesat secepat kilat
"Ada apa ini...?" tanya Ki Anjir tidak mengerti.
"Sahabat Kakang Rangga sedang menyelamatkan kita semua, Ki," jelas Pandan Wangi.
"Maksudmu...?"
Belum lagi pertanyaan Ki Anjir bisa terjawab, tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan putih keperakan meluncur deras dari angkasa. Dan belum juga laki-laki tua itu bisa menghilangkan keterkejutannya, mendadak saja terasa ada sesuatu yang mencengkeram kuat tubuhnya. Lalu, begitu cepat tubuhnya terangkat naik ke angkasa bersama Ki Andong. Ki Anjir dan Ki Andong sampai menjerit. Namun begitu jeritannya menghilang, bayangan putih keperakan itu kembali meluncur turun. Dan tahu-tahu...
"Khragkh!"
"Hup!"
Tanpa menunggu waktu lagi, Rangga cepat melesat naik ke atas punggung rajawali raksasa itu. Pandan Wangi yang sejak tadi masih berdiri saja di atas batu, juga segera melompat naik tanpa disuruh lagi.
"Khraaagkh...!"
Wusss!
Hanya sekali kepak saja, Rajawali Putih sudah melambung tinggi ke angkasa dengan kecepatan bagai kilat. Dalam sekejap mata saja, burung rajawali raksasa itu sudah keluar dari dalam lubang kawah ini. Rajawali Putih terus melambung tinggi ke angkasa membawa dua pendekar muda dari Karang Setra itu.
Sementara cakarnya mencengkeram baju Ki Andong dan Ki Anjir. Tapi tidak berapa lama kemudian, rajawali raksasa itu sudah menukik kembali dengan kecepatan tinggi sekali. Sambil memperdengarkan suara keras dan serak menggelegar, Rajawali Putih mendarat ringan. Kedua sayapnya terkembang lebar ke samping. Sementara cakarnya melepaskan cengkeraman pada baju Ki Andong dan Ki Anjir. Sehingga kedua orang tua itu jatuh tersuruk, namun tidak menimbulkan rasa sakit. Hanya saja, napas mereka jadi turun naik akibat rasa terkejut yang amat sangat.
Rangga dan Pandan Wangi juga segera melompat turun dari punggung burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu. Mereka mendarat tepat di depan Ki Langkas, Julak, dan dua orang anak muda yang berdiri terpaku. Mata mereka memandangi, seperti tengah melihat Dewa Wisnu yang baru turun ke bumi dari Swargaloka. Seakan-akan, mereka tengah bermimpi.
Sampai-sampai tidak ada yang menyadari kalau Rangga, Pandan Wangi, Ki Andong, dan Ki Anjir sudah berada begitu dekat. Rangga berpaling sedikit pada Rajawali Putih yang masih mendekam tidak seberapa jauh di belakangnya. Burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu mengkirik perlahan.
"Pergilah, Rajawali. Terima kasih, atas pertolonganmu pada kami semua," ucap Rangga.
"Khrrr...!"
"Jangan cemas, Rajawali. Aku tahu, apa yang harus kulakukan," kata Rangga seperti bisa mengerti.
"Khraaagkh...!"
Setelah memperdengarkan suara yang keras dan serak memekakkan telinga, Rajawali Putih langsung mengepakkan sayapnya yang sangat lebar. Dan sekejap mata saja, burung rajawali raksasa itu sudah melambung tinggi ke angkasa, lalu lenyap ditelan gelapnya malam yang sudah menyelimuti seluruh permukaan Gunung Granggang ini.
"Ayo, kita kembali ke desa," ajak Rangga.
Seperti tidak mempedulikan keheranan mereka semua, Rangga diikuti Pandan Wangi langsung saja melangkah meninggalkan tempat ini, kembali menuju ke Desa Granggang. Sementara, Ki Langkas dan yang lain, masih tetap diam mematung. Seakan-akan, mereka belum tersadar dari mimpi yang membuatnya jadi terlongong bengong seperti itu.
Mereka baru bisa bergerak, setelah Rangga dan Pandan Wangi cukup jauh berjalan meninggalkan mereka. Ki Langkas yang lebih cepat tersadar, bergegas berjalan mendekati Pendekar Rajawali Sakti. Kemudian ayunan langkah kakinya disejajarkan di samping pemuda berbaju rompi putih itu. Sementara, Pandan Wangi memperlambat jalannya, hingga bersama-sama yang lain di belakang.
"Kau seperti kebingungan, Ki. Ada yang ingin kau tanyakan, Ki...?" Rangga seperti tahu, apa yang ada dalam benak kepala desa itu.
"Ng..., itu...," Ki Langkas tidak bisa melanjutkan.
"Rajawali Putih...?" tebak Rangga langsung.
Ki Langkas hanya menganggukkan kepala saja. Sedangkan Rangga tersenyum kecil. Belum banyak orang yang tahu kalau Rangga memiliki sahabat seekor burung rajawali raksasa yang bukan saja menjadi tunggangannya, tapi juga gurunya. Rangga bisa memaklumi kalau Ki Langkas meminta penjelasan tentang Rajawali Putih.
Sementara di belakang, Ki Anjir juga meminta penjelasan tentang Rajawali Putih pada Pandan Wangi. Dan gadis cantik berjuluk si Kipas Maut itu juga hanya tersenyum saja. Dia hanya mengatakan, Rangga saja yang bisa menjelaskan. Gadis itu memang tidak ingin banyak bicara mengenai Rajawali Putih, karena takut kalau salah bicara. Walaupun agak kecewa, tapi Ki Anjir menuruti saja anjuran si Kipas Maut.
Bergegas dihampirinya Rangga yang berjalan di depan bersama Ki Langkas. Kini Pendekar Rajawali Sakti diapit dua orang laki-laki tua di kanan dan kirinya. Dan Rangga tidak bisa lagi mengelak saat didesak untuk menceritakan tentang burung rajawali raksasanya. Namun jelas sekali kalau hatinya merasa canggung menceritakannya. Tapi, itu sudah membuat Ki Langkas dan Ki Anjir jadi kagum. Baru kali ini mereka melihat ada orang yang bersahabat dengan seekor burung raksasa. Bahkan bisa menungganginya.
"Kau pasti mempunyai julukan di kalangan rimba persilatan, Rangga. Kalau boleh tahu, apa julukanmu...?" Ki Langkas jadi ingin semakin tahu tentang diri anak muda yang kini sangat dikaguminya.
"Apakah itu penting, Ki?" Rangga malah balik bertanya.
"Bagi orang-orang yang berkecimpung dalam rimba persilatan, julukan sangat penting artinya," kata Ki Langkas bernada mendesak.
"Ah.... Entahlah, Ki," desah Rangga merasa sungkan.
"Katakan saja, Rangga. Apa nama julukanmu...?" Ki Anjir ikut mendesak.
Rangga terdiam beberapa saat. Terasa sekali kalau julukannya tidak ingin disebutkan. Entah kenapa, Pendekar Rajawali Sakti tidak mau dikatakan ingin menyombongkan diri dengan memperkenalkan julukannya. Baginya, sebuah julukan hanya digunakan orang-orang yang ingin membuat hati lawannya jadi gentar. Tapi Rangga tidak mengingkari, kalau dirinya justru julukannya itu yang lebih dikenal. Dan dia yakin, kedua orang tua ini pasti sudah mendengar julukannya.
Hanya saja, mereka belum pernah saling berjumpa, sehingga tidak bisa mengenali kalau yang dihadapinya sekarang ini Pendekar Rajawali Sakti. Pendekar Rajawali Sakti adalah pendekar muda yang sangat tangguh dan digdaya, dan selalu menjadi buah bibir di kalangan rimba persilatan. Mereka yang berkecimpung dalam dunia persilatan akan berpikir berulang-ulang kali kalau ingin menghadapinya. Rangga memang sangat disegani. Bukan hanya oleh golongan putih, tapi juga oleh orang-orang golongan hitam.
"Kakang Rangga tidak pernah mau mengatakan julukannya, Ki...," tiba-tiba saja Pandan Wangi menyelak dari belakang.
Ki Anjir dan Ki Langkas langsung berpaling ke belakang, menatap gadis yang dikenal berjuluk d Kipas Maut itu. Pandan Wangi mempercepat ayunan langkah kakinya, hingga kini berada di sebelah kiri Pendekar Rajawali Sakti.
"Kakang Rangga berjuluk Pendekar Rajawali Sakti," jelas Pandan Wangi.
"Pendekar Rajawali Sakti...?!"
Bukan hanya Ki Anjir yang terkejut, tapi juga Ki Langkas jadi tersentak kaget begitu mengetahui kalau pemuda ini bergelar Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan mereka yang berjalan di belakang sampai berhenti dan terjingkat. Tidak ada yang menyangka kalau pemuda tampan berbaju rompi putih yang sangat sederhana itu justru seorang pendekar besar yang sudah sangat ternama dan disegani di kalangan rimba persilatan.

***

97. Pendekar Rajawali Sakti : Malaikat Pencabut NyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang