" Ketika orang tua tidak mau bersusah payah mendidik anak dan mengasuh anak sejak kecil, maka bersiaplah kelak suatu saat nanti anak-anak akan menyusahkan kita ketika masa tua nanti ".
-
----------------------------------------
Keluarga merupakan pondasi besar penyebaran Islam. Dari leluargalah akan muncul pemimpin-pemimpin yang berjihad di jalan Alloh, dan akan datang bibit-bibit yang akan berjuang meninggikan kalimat-kalimat Alloh. Dan peran terbesar dalam hal tersebut adalah wanita.
Pertama, wanita sebagai seorang istri. Ketika seorang laki-laki merasa kesulitan, maka sang istrilah yang bisa membantunya, ketika seorang laki-laki mengalami kegundahan, sang istrilah yang dapat menyemangatinya. Sungguh tidak ada yang mempunyai pengaruh terbesar bagi seorang suami melainkan istri yang dicintainya.
Mengenai hal ini, contohlah apa yang dilakukan teladan kaum muslimah Khadijah rodhiyallohu anha. Dalam mendampingi Rasululloh di awal kenabiyannya, ketika Rosululloh merasa ketakutan terhadap wahyu yang diberikan kepadanya dan merasa kesulitan, lantas apa yang dilakukan Khadijah kepadanya?
“Demi Alloh, Alloh tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung kebutuhan orang yang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya, menjamu dan memuliakan tamu dan menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.” (HR.Muttafaq alaih)
Tidak ada pangkat tertinggi melainkan pangkat seorang nabi, dan tidak ada ujian yang paling berat selain ujian menjadi seorang nabi. Untuk itu, tidak ada obat penenang bagi Rosululloh dalam mengemban amanah nubuwwahnya melainkan istri yang sangat dicintainya. Sampai-sampai ketika Aisyah cemburu kepada Khadijah dan berkata “kenapa engkau sering menyebut perempuan berpipi merah itu, padahal Alloh telah menggantikannya dengan yang lebih baik? Lantas Rosululloh marah dan bersabda : ”Bagaimana engkau berkata demikian? Sungguh dia beriman kepadaku pada saat orang-orang meolakku, dia membenarkan ketika orang-orang mendustakanku, dia mendermakan seluruh hartanya untukku pada saat semua orang menolak membantuku, dan Alloh memberiku rizki darinya berupa keturunan”. (HR. Ahmad dengan sanad Hasan)
Demikianlah kecintaan Rosululloh kepada Khadijah, dan demikianlah seharusnya bagi seorang wanita muslimah di dalam keluarganya. Tidak ada yang diinginkan bagi seorang suami melainkan seorang istri yang dapat menerimanya apa adanya, percaya dan yakin kepadanya dan selalu membantunya ketika sulitnya.
Inilah peran yang seharusnya dilakukan bagi seorang wanita. Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang perlu dilakukan seorang wanita, akan tetapi menjadi pendamping seorang pemimpin (pemimpin rumah tangga atau lainnya) yang dapat membantu, mengarahkan dan menenangkan adalah hal yang sangat mulia jika di dalamnya berisi ketaatan kepada Alloh Ta’ala.
Begitulah seorang wanita selain peranannya sebagai pendamping seorang pemimpin, tugas kaum wanita sungguh suatu tugas yang tidak ringan. Alloh SWT telah menentukan kodrat wanita yang berat itu, namun kadangkala kaum adam kurang mau memahami. Secara fisik dan rohani memang wanita dipersiapkan memiliki kesanggupan.
Di dalam rumah, siapakah yang mempunyai banyak waktu untuk anak-anak? Siapakah yang lebih mempunyai pengaruh terhadap anak-anak?Siapakah yang lebih dekat kepada anak-anak? Tidak lain adalah ibu-ibu mereka. Seorang ibu merupakan seseorang yang senantiasa diharapkan kehadirannya bagi anak-anaknya. Seorang ibu dapat menjadikan anaknya menjadi orang yang baik sebagaimana seorang ibu bisa menjadikan anaknya menjadi orang yang jahat. Baik buruknya seorang anak, dapat dipengaruhi oleh baik atau tidaknya seorang ibu yang menjadi panutan anak-anaknya.
Disinilah letak peranan wanita sebagai ibu, cukup berat menuntut rasa tanggung jawab yang tidak ringan. Berhasil tidaknya generasi yang ideal ada di tangan kaum wanita.
Tidaklah berlebihan apabila Rasululloh shollallohu alaihi wasallam memberi penghargaan terhadap kaum ibu. Abu Hurairah RA, berkata “ Seseorang datang kepada Rosululloh dan berkata ‘wahai Rosululloh, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Rosul menjawab, 'ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ’kemudian siapa lagi? ’ Rasul menjawab ‘ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, kemudian siapa lagi? Beliau menjawab ‘ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ’kemudian siapa lagi?’ Rasul menjawab ‘kemudian ayahmu”. (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).
#jadilahnakhodayangbaik
*Happy reading*
Cianjur, 13 Maret 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Al-Athfal ( A Thought About Parenting )
Non-FictionIni hanya sebuah pemikiran yang ditulis oleh seseorang yang sama sekali tidak punya pengalaman terhadap parenting. Buku parenting ini dibuat berdasarkan perasaan dan kesadaran atas apa yang terjadi di lingkungan sekitar, karena semakin banyaknya ora...