BAGIAN 6

453 28 0
                                    

Kicauan burung seakan jadi soundtrack di saat mata aku dan Kang Abdu saling tatap. Debar itu kembali hadir, lebih kencang dan lebih lama.

"Akang cuma pengen Eros tahu, kalau Akang gak ada hubungan apa-apa sama Nenti."

Cuma itu? Gak ada penjelasan lain buat menjelaskan apa yang terjadi saat ini?

Kenapa aku malah makin kesal, dan akhirnya memilih pergi. Mengayunkan kaki sampai Kang Abdu melipir memberi jalan untukku.

"Eros!" panggilnya lagi. Aku tertoleh, dia mengejar.

"Eros masih marah?" tanya Kang Abdu berdiri lagi di hadapanku. Dasar cowok gak peka!

"Gak!"

Kang Abdu tersenyum, lalu dia menghela napas seolah mempersiapkan sesuatu.

"Akang mau bilang kalau ...."

"Mot, remot, remot ...." Tiba-tiba tukang remot datang dan menghancurkan moment romantis ini.

Hiyaaat ...! Pengen banget bawa terbang ini tukang remot terus aku titipin di planet Saturnus biar gak bisa balik lagi ke Bumi.

"Mang, bisa, gak, datengnya pas lebaran aja?" gumamku.

"Emang kenapa Neng?"

"Biar kita bisa saling memaafkan. Sumpah, Mang. Amang nyebelin."

Amang tukang remot cuma nanggapi omongan aku dengan muka datar terus melengos gitu aja. Sedang di sini hati nahan dongkol, dan bisa-bisanya Kang Abdu tertawa saat seperti ini.

"Kenapa akang ketawa? Gak lucu tau!"

Aku rasa sekarang orang di muka Bumi ini begitu menyebalkan, gak tau kalau yang di perut Bumi. Haist! Inget Eros kamu lagi marah.

"Nanti sore akang ke rumah, ya. Sekarang akang mau kerja dulu. Assalamualaikum." Kang Abdu pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban.

Sore ke rumah? Ke rumah sore? Tiga kata itu terus menari di kepala, menciptakan hawa sejuk hingga lengkungan bibir ini merekah. Aku cubit pipi ini pelan, dan ternyata ini bukan mimpi.

Jadi Akang Abdu mau ngomong apa sore ini di rumah, di rumah, di rumah. 

***

Waktu seakan berjalan lambat, dari tadi jarum jam kayak udah males gerak. Kan nyebelin.
Abis masak, lihat jam. Abis dhuhur, lihat jam. Abis makan, lihat jam. Sampai akhirnya azan ashar berkumandang.

Ambil handuk, nimba air, mandi. Abis itu aku dandan, aku berusaha tampil cantik walau cuma punya bedak tabur yang dijual empat ribuan saja.

Sekarang, nunggu di dalam atau di luar? Pikir-pikir kalau aku nunggu di luar kelihatan banget ngarepnya. Iya sebisa mungkin jangan memperlihatkan ke ngebetanmu sama duda itu.

"Anak Emak udah geulis, mau ada yang apel, ya?" goda Emak saat aku keluar kamar.

Aku cuma senyum, terus duduk samping Emak. "Mak gak punya lipstik?"

"Uluh-uluh, kenapa ini tiba-tiba tanyain lipstik? Hayo mau ada siapa?"

Ih, Emak. Eros malu.

"Kang Abdu, Mak."

"Yang duda itu?"

Aku mengangguk. Emak terdiam untuk beberapa detik. Lantas ia meraih tanganku ke pangkuannya. "Eros suka sama duda itu?"

Aku tertunduk, sepertinya Emak tak mengerti bahwa mengakui perasaan itu butuh keberanian yang kuat meski bukan pada orangnya langsung.

"Sama Calvin gimana?" tanya Emak lagi.

"Mak, Calvin itu memang baik, tapi ... Emak tahu sendiri gimana Bu Eem kayak gimana."

"Jadi sebenarnya kamu suka sama Calvin?"

"Eros ...." Ucapanku terhenti saat mata ini menangkap sosok Kang Abdu berdiri di depan pintu yang terbukan.

"Akang, sudah lama?" tanyaku membuat Emak tertoleh ke arah yang sama.

"Baru saja datang, Ros. Assalamualaikum," jawab Kang Abdu.

Aku dan Emak menjawab dengan canggung, sebenarnya ada rasa khawatir menyerang hati ini. Takut jika Kang Abdu hanya pura-pura tak mendengar obrolan aku dan Emak.

Emak mempersilakan Kang Abdu masuk, dan menyuruhku untuk mengambil satu cangkir kopi.

"Emak ke dapur dulu atuh, ya," pamit Emak membiarkan kami duduk berdua dalam kecanggungan.

Sementara ini masih belum ada yang berami untuk memulai pembicaraan. Sampai akhirnya. Kang Abdu menanyakan tentang itu.

"Akang boleh tahu sesuatu?" tanya Kang Abdu.

"Boleh, Kang."

Beberapa detik hening.

"Eros ada hubungan spesial sama cowok lain?"

Aku menggeleng. Sedang ritme jantung ini makin cepat.

"Calvin?"

Tuh, kan. Kang abdu denger obrolan tadi.

"Enggak, Kang. Eros cuma temenan saja."

Hening lagi sampai Bapak datang menyambut Kang Abdu. Dan obrolan pun diambil alih oleh Bapak.

Sedikit yang aku tahu tentang Kang Abdu dari obrolan itu, dua hari yang lalu, dia sempat ke kampung halamannya Asti. Namun, keluarga Asti belum bisa menerima mantan menantunya ini. Mereka mengusir Kang Abdu.

Terus kenapa dada ini merasa sakit?

***

Pesona Akang Duda (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang