바이러스 | Hope

135 24 5
                                    

          Barangkali apa yang dirasakannya saat ini adalah rasa sakit. Soobin tahu bahwa ketika kau menyayangi suatu hal, semua itu tidak akan menjamin bahwa ia akan bertahan selamanya. "A-aku tidak tahu apabila kau menyayanginya," ujar pemuda itu merasa menyesal.

"Tidak apa, aku akan merawatnya,"

"Haruskah aku mengganti tanah di dalam pot atau semacamnya?" Beomgyu kembali bertanya, seolah merasa bersalah atas apa yang baru saja diperbuat olehnya. Salah satu pot tanaman di sekitar halaman rumah Soobin secara tidak sengaja ia senggol, tidak sempat diselamatkan kendati sudah gesit mencegah kecelakaan itu terjadi.

"Tidak apa, Beomgyu. Mungkin ini adalah teguran—karena belakangan aku tidak pernah merawat dan memperhatikannya," di sana Soobin nampak begitu cekatan memindahkan tanaman tersebut ke dalam pot dengan tanah yang baru, kendati salah seorang tukang kebun sudah menawarkan sebuah bantuan guna mengganti media tanah dari tanaman yang dimaksud.

Beomgyu yang mendapati hal tersebut hanya dapat memperhatikan, selain karena tidak ahli dalam hal tanaman ia tidak ingin mengganggu Soobin apabila sedang melakukan apa pun itu. Memutuskan untuk diam tidak bergeming untuk sementara waktu. "Hm, bagaimana jika kita menanam sebuah pohon? Dan aku akan membiarkanmu memilih jenis pohon yang kau mau,"

Soobin kali ini tertarik. Nampak melirik dari sudut matanya, memejam sejenak sebelum membuka suara, "Bukankah kau tidak menyukai tanaman, Beomgyu?" tanya Soobin penasaran, Beomgyu yang mendengar hal tersebut pun terkekeh pelan seraya berjongkok di sebelahnya.

Gemerincing lonceng angin di beranda belakang rumah menggema tatkala embusan angin menerpa, menemani kesunyian di antara Soobin dan Beomgyu yang belakangan ini kerap menghabiskan waktu bersama. "Bukan aku tidak suka, aku hanya tidak ingin mengabaikan mereka karena ketidakmampuan ku dalam merawat tanaman," Beomgyu meluruskan seraya meraih sebuah pot kosong. "Tapi karena kau ada di sini, tidak ada salahnya mencoba. Lagi pula setidaknya aku tahu bahwa tanaman yang kita tanam ini berada di tangan yang tepat,"

Soobin terkekeh pelan dan membantu Beomgyu untuk memasukkan media tanah lembab ke dalam pot. "Kalau begitu aku memiliki rekomendasi pohon yang bisa kau rawat seorang diri," barulah pemuda itu menancapan sebatang ranting kayu pekat yang hampir mengering dimakan cuaca.

"Ranting tidak bisa tumbuh,"

Soobin meraih salah satu tangan Beomgyu yang hendak mencabut ranting tersebut. "Hanya karena kau belum melihat hasilnya bukan berarti kau harus menghentikan semuanya, karena terkadang setiap apa pun itu membutuhkan proses dan kesempatan," rektoriknya terjeda oleh gemerisik ranting yang riuh tersibak oleh muntahan gumpalan awan mengawang di angkasa. "Apa pun yang terjadi, kau harus menjaganya. Tidak peduli dia akan berbunga atau tidak sekali pun,"

Beomgyu memejam seraya tersenyum meremehkan, namun kendati demikian ia akan berusaha untuk tetap mengerti. "Ah, baiklah," mereka mulai larut di dalam aktivitas memadatkan tanah pada pot kecil itu—Beomgyu menolak untuk menanam di dalam pot berukuran sedikit lebih besar karena tidak ingin merasa terintimidasi dengan kehadiran suatu pohon yang secara tidak langsung menuntutnya untuk memiliki sikap bertanggung jawab.

Hari semakin senja setelah mereka terbangun di jam sedikit siang untuk dikatakan masih pagi. Saat ini Han Beomgyu berdiri di ambang pintu seraya berkata, "Aku akan segera kembali, jangan pergi ke mana-mana. Hubungi aku apabila ada suatu hal apa pun yang terjadi," pemuda itu mengenakan masker sementara seorang supir keluarga sedang menyiapkan mobil di luar gerbang rumah Soobin. Ia tidak akan membiarkan anak majikannya pergi keluyuran seorang diri di tengah situasi mencekam seperti saat ini.

"Baiklah, jangan terlalu terburu-buru,"

Beomgyu mengacungkan jempolnya mantap dan pergi berlalu menuju mobil yang sudah menanti di sana. Dengan perlindungan masker pun serum antiseptik yang selalu berada di genggaman, semua itu dirasa tidak terlalu berlebihan selama kau tidak panik dan memborong barang yang mungkin saja tidak akan kau pakai.

Ditinggalah Soobin seorang diri di rumah yang dirasa terlalu besar, atau terlalu sepi lebih tepatnya.

Situasi semakin sulit saja ketika ia mendapati berita di televisi. Para pihak peneliti seakan menolak media guna mengulik kejadian yang sebenarnya sedang terjadi alih-alih masih melakukan penelitian dan riset. Sejauh ini seakan ada gejala tambahan yang diderita, para korban yang diduga positif terdampak ditemukan tidak bernyawa setelah jam berlalu. Tak pandang bulu pun status sosial mereka yang sengaja melepas dan mengembangkan virus itu sepertinya sudah membabi buta.

Larut datang terlalu cepat. Membuat kepala Soobin terasa pusing tatkala tanpa disadari sudah membuka resep dokter—yang harus dikonsumsi dalam paduan catatan. Soobin memejam ketika sapuan lembut pendingin udara menyapa. Surai berminyak yang sengaja diberi warna cokelat gelap, sama seperti apa yang kerap kali Soobin dapati dari mata Beomgyu itu berayun lembut seiring dengan kepalanya yang terantuk.

Melangkah seraya menguap, Soobin berjalan menuju kamar mandi guna membersihkan diri setelah ingat bahwa belakangan ini ia jarang sekali menyentuh air. Menanggalkan pakaiannya satu per satu sehingga menyisakan celana jeans hitam yang masih melekat pada tubuh, Soobin mendengar suatu langkah datang mendekatinya secara perlahan dari luar sana. "Beomgyu?"

"Maaf karena aku datang terlalu larut,"

Soobin diam tidak menggubris, memunggungi pintu berkaca buram yang menyamarkan siluet tubuhnya—membiarkan hening menggema sementara tarikkan napas lembut mereka silih bersahut. "Tidak apa, Beomgyu," ujar Soobin dari dalam sana di antara gemericik air yang jatuh menghujani tatkala memutar kepala shower.

Beomgyu masih berdiri di sana. Presensi tubuhnya luar biasa dengan balutan hoodie hitam pun celana jeans biru navy yang dikenakan. Salah satu telapak tangannya nampak meraba pintu kaca pembatas di antara mereka seraya berkata, "Korban virus itu semakin banyak, 'kan?"

Soobin terkejut. "Ya, dan oleh maka dari itu aku harap kau lebih berhati-hati,"

Beomgyu mendengus geli, suaranya menggema dan hal itu membuat Soobin diam. "Aku baru saja diberi tahu oleh ayahku, bahwa aku harus segera pergi menyusulnya ke Jepang. Tiba-tiba saja dia meminta ku untuk membantu mengelola perusahaannya di sana," Beomgyu menjeda sejenak. "Aku merasa tidak enak apabila harus mengatakan ini tapi, ini pertama kalinya bagiku pergi jauh darimu,"

Canggung menerpa. Benar, ini merupakan kali pertama bagi mereka berpisah dalam jarak yang cukup jauh membentang kendati tidak membutuhkan waktu lama bagimu untuk bertolak ke Jepang dari Seoul. Soobin membasahi bibirnya sendiri sebelum bertanya, "Berapa lama kau pergi?"

Beomgyu mematung dan lalu menjawab yakin, "Tiga hari, apabila sekiranya ayahku sudah tidak membutuhkan bantuanku maka aku akan segera kembali ke Seoul," suara kucuran air tiba-tiba saja berhenti tatkala Beomgyu mengatakan, "Dan jangan khawatir, karena selama aku pergi aku akan membawa pohon yang kita tanam itu. Aku akan menjaganya,"

"Baiklah, kalau begitu segeralah kembali,"

"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu." Beomgyu melangkah menjauhi kamar mandi setelah melepas masker yang sedari tadi menahan rembesan darah segar di sana. []

BRUMOUS [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang