바이러스 | Lonesome

83 12 0
                                    

          Soobin hidup sendiri di rumah besar ini, hanya ada beberapa pelayan yang tersisa dan itu juga tidak menjamin sebab sang ayah yang tidak diketahui rimbanya itu tidak kunjung pulang dan membayar hak mereka sebagai seorang pekerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          Soobin hidup sendiri di rumah besar ini, hanya ada beberapa pelayan yang tersisa dan itu juga tidak menjamin sebab sang ayah yang tidak diketahui rimbanya itu tidak kunjung pulang dan membayar hak mereka sebagai seorang pekerja. Dari rumor yang didengar dari sang supir keluarga mengatakan bahwa melihat Seojum di sekitar kantor farmasi, masih berada di sana dan besar kemungkinan bahwa pria itu tinggal atau membeli hunian baru sehingga tidak pernah pulang ke tempat di mana Soobin berada. Kendati demikian Soobin sama sekali tidak berniat untuk datang ke sana dan meminta pertanggung jawaban berupa sejumlah dana untuk membayar para pegawai, toh seingatnya ia masih memiliki sisa simpanan tabungan.

"Apakah anda sudah mendengarnya, Tuan?" seorang pemuda nampak menghampiri ruangan Soobin setelah mengetuk pintu dan sama sekali tidak mendapat persetujuan, meletakkan cangkir teh di sisi tubuh sang majikan yang sedari tadi nampak melempar pandangan ke luar jendela, menatapi likuid yang tersangkut di jendela sebab hujan kembali turun di akhir pekan ini. "Perusahaan farmasi itu mengadakan konferensi pers terbuka hari ini, mereka mengundang para penanam saham dan juga orang-orang terpenting termasuk para petinggi negara. Kau mungkin bisa pergi ke sana dan membawa sesuatu, mungkin?"

"Apa maksudmu?" Soobin bertanya, tapi tidak memalingkan wajah pada sosok yang belakangan ini bekerja di bawah naungannya sebagai seorang pelayan, memperkenalkan diri sebagai Yeon Taehyun, Soobin sama sekali tidak menduga bahwa ia dapat bersikap begitu akrab seakan tidak ada batasan di antara mereka. Apabila boleh jujur Soobin merasa risih dan keberatan mengenai hal tersebut, sebab ruang bergerak Soobin kian menipis dengan kehadirannya.

"Wabah kian mengkhawatirkan, apakah menurutmu mereka sedang tidak membahas kerja sama, rencana untuk menyelamatkan petinggi negara, atau serum penawar virus karena mereka yang terjangkit tidak pernah benar-benar sembuh dan kembali normal seperti sedia kala?" Ia membuka suara, terdengar begitu meyakinkan hingga saat ini Soobin tidak dapat mengabaikan hal tersebut begitu saja.

Sepersekian detik kemudian Soobin mendengus pelan. "Sebaiknya kau kembali bekerja, jangan kecewakan pamanmu yang sudah merekomendasikan dirimu untuk bekerja di sini dengan omong kosongmu itu."

"Ya, aku rasa kau ada benarnya. Tapi ada satu hal yang setidaknya harus kau tahu bahwa orang yang ku sayangi itu menjadi salah satu korban dari wabah ini, aku harap kau juga tidak kehilangan apa yang menjadi alasanmu hidup hingga saat ini." Taehyun nampak tersenyum dan pergi dari ruangan yang belakangan ini kerap didatangi, entah itu untuk sekadar mengantar kudapan yang diminta dan memastikan keadaannya. Merupakan bagian dari pekerjaan, namun ketika waktu kian terkikis di antara lingkungan yang sekarat, Taehyun diam-diam memiliki cara tersendiri untuk menatap Soobin terlepas dari tuntutan pekerjaan dan sikap profesional.

Pemuda yang kini mendapat ruang penuh privasi itu nampak menghela napas dan menatapi cangkir teh di hadapannya, irisan buah citrus segar nampak mengambang di sana ditemani kepul uap yang merangsek ke luar dari permukaan. Beomgyu sudah tidak pernah menghubunginya lagi, entah hal tersebut disebabkan oleh Soobin yang dibuat tidak mampu membalas pesan atau ia memang sudah merasa lelah sehingga memutuskan untuk berhenti, Soobin sama sekali tidak tahu. Saat ini satu-satunya hal yang terbesit di dalam benak ialah keadaan Beomgyu, rasanya ingin sekali bertemu dengannya.

Soobin meraih ponselnya dan pergi ke luar dari kamar, bergegas untuk menghidupkan mesin mobil guna menjajal jalanan padat di kota Seoul yang diisukan akan runtuh dalam setengah tahun apabila pemerintah tidak kunjung mengambil keputusan guna menanggulangi keadaan. Ia tidak peduli apabila harus mengungsi ke negara lain sekali pun, Soobin seharusnya sudah pindah kewarganegaraan sedari tahun lalu, namun tidak dilakukan sebab masih ada sosok yang dinantikan, ada perasaan yang setidaknya harus diberi kepastian.

"Selamat datang, Tuan muda." sambut seorang petugas penjaga pintu ketika mendapati kehadiran sang putra mahkota dari perusahaan farmasi ini, membiarkan Soobin masuk tanpa adanya acara melarang dan usaha guna mengusir sebab terlalu banyak saksi mata di sini. Tidak ada tanggapan berarti dari sosok yang baru saja disambutnya itu, sebab ia langsung pergi dan mencari arah sekiranya ke mana ia akan berlabuh. Sempat dibuat kelimpungan mencari hingga seseorang yang tidak dikenal menyeretnya masuk ke dalam sebuah ruangan, tidak lupa sosok tersebut langsung mengunci pintu guna mencegah buruannya untuk kabur semudah itu.

"Kau pikir apa yang sudah kau lakukan, huh?" Soobin berdecak tidak terima, apalagi setelah sadar bahwa pria di hadapannya ini menyeretnya kemari bagaikan seekor kambing di padang rumput. Mengingat begitu kasar dan terkesan begitu tergesa-gesa. "Kau ini sebenarnya siapa? Apa maksudmu melakukan hal semacam tadi, menculikku? Untuk meminta tebusan? Percayalah padaku tuan, pria yang memiliki gedung ini mungkin ayahku tapi dia sama sekali tidak mempedulikan diriku, tidak ada gunanya."

"Anda sudah tumbuh besar, terakhir kali kita bertemu kau masih begitu kecil. Wajar apabila anda tidak mengingatnya, saya Yeon Daejung, tuan. Asisten ayah anda." Ia memperkenalkan diri, membuat Soobin sejenak kembali membuka lembar memori lama di dalam benak. Singkat cerita pada akhir pencarian pemuda tersebut diingatkan akan sosok pria renta yang saat ini berdiri tepat di hadapannya. "Maaf karena kita harus bertemu seperti ini, tadinya aku ingin pergi mengantarkan ini ke rumahmu, tapi sudah tidak ada waktu."

"Apa ini?" Soobin dipaksa untuk menerima sebuah tas koper berbahan besi yang tidak dapat diragukan lagi kualitasnya, terasa sangat jelas bahwa koper di dalam genggamannya ini baru saja ke luar dari lemari pendingin, mengingat kepulan asap halus yang berseliweran itu terlihat begitu jelas. "Serius, aku tidak ingin menerimanya apabila benda ini berbahaya atau memberikan efek tertentu."

"Tenanglah, Tuan. Ini merupakan serum penawar dari virus yang tengah mewabah, terdapat dua dosis dan saya anjurkan untuk menggunakannya di dalam situasi darurat ketika anda tidak dapat menggerakkan beberapa bagian tubuh, suntikkan ini dan kondisi anda akan berangsur membaik." Daejung menjelaskan, sementara Soobin nampak diam tak bergeming di tempatnya berdiri saat ini. Bukan niat hati untuk bersikap kurang ajar dengan tidak memberikan tanggapan, hanya saja ia tidak tahu harus memulai dari mana. "Tuan? Apakah anda sudah mengerti? Konferensi pers akan segera dilaksanakan, tuan Seojum akan merasa curiga apabila saya tidak ada di mimbar."

Soobin menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Kenapa kau tiba-tiba saja menyerahkan ini padaku? Maksudku, kenapa tidak sedari dulu, setahun yang lalu ketika kota Seoul dinyatakan menjadi kawasan zona merah virus Covid-99 ini?"

Daejung nampak tersenyum dan mengusap bahu tegang Soobin sebelum merogoh saku guna membuka pintu, membuat pemuda yang belakangan ini disembunyikan keberadaannya itu membulatkan mata ketika sosoknya mengatakan, "Gunakan serum itu sebijak mungkin, karena ketika kau membawa benda itu ke luar dari gedung ini maka besar kemungkinan bahwa kau akan diburu oleh para ilmuwan. Anggap saja bahwa aku lebih memilih untuk memprioritaskan dirimu ketimbang keselamatanku dan negara ini."

Soobin terdiam di sana, bahkan masih diam tak bergeming ketika pintu yang terlihat lebih seperti pintu brangkas itu kembali tertutup dan menimbulkan bunyi yang khas. Saat ini di dalam genggamannya ada serum yang kalau dikembangkan dapat menyelamatkan Korea dari keterpurukannya, apabila boleh jujur Soobin seketika diserang dilema sebab dari apa yang Daejung lakukan itu nampak sangat jelas bahwa apa yang saat ini berada di dalam genggamannya merupakan satu-satunya dan mungkin saja yang terakhir.

Soobin bisa melakukan sesuatu seperti memperdayakan salah satu serum penawar untuk dikembangkan, diproduksi dalam jumlah yang cukup banyak sehingga dapat membantu sesama. Semua itu akan ia lakukan hanya setelah ke luar dari gedung ini dan mengeluarkan ponsel yang belakangan ini menjadi penghibur lara, meramaikan sunyi dengan nada notifikasi dari operator jaringan yang terdengar seperti nada dering ketika ada pesan dari seseorang yang masuk. Soobin hanya membutuhkan salah satu serum itu, yang tidak lain dan tidak bukan ialah jatah untuk dirinya sendiri. Meski risiko kegagalan terpampang jelas di depan mata ia tidak akan mundur.

"Halo, maaf karena aku menghubungimu di jam sibuk seperti saat ini. Ingat ketika aku selalu melarangmu untuk mencuri buah persik dari pohon di gedung farmasi ayahku? Ya, maaf karena telah melakukan itu karena pada akhirnya aku dapat merasakan sensasi kenikmatan ketika kau mencuri, rasanya begitu menegangkan." Soobin menggigit bibirnya ketika sempat menjeda kalimatnya dan mengatakan, "Hey, aku baru saja mendapatkan serum penawar untuk menyelesaikan semua kegilaan ini, aku memiliki dua dosis dan aku harap kau mau menerimanya, aku juga berharap bahwa kau akan mengambilnya langsung dariku, Beomgyu. Aku masih merindukanmu."

BRUMOUS [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang