past 2

12 1 0
                                    

"Kak! Aku saja! Aku saja yang belanja!" Sohye berkata heboh begitu masuk ke dapur rumahnya.

"Tumben, Hye? Biasanya kau tak mau. Oh aku tahu, kau pasti mau membeli banyak jajanan, kan! Mengaku!" Jaehwan yang sedang menelepon pun sontak menjauhkan telpon dari telinganya.

"Wan? Jadinya gimana?" Sayup-sayup terdengar suara Minhyun dari sambungan telepon.

"Tunggu sebentar, kak. Sohye tiba-tiba menawarkan diri buat belanja. Kakak suruh saja Woojin langsung ke rumahku. Sekalian berikan catatan belanja padanya." Jaehwan berkata sambil melirik-lirik adiknya yang sedang tersenyum puas.

Dasar tukang jajan. Batinnya. Padahal Jaehwan tidak tahu saja, kenapa Sohye mau-maunya belanja untuk acara kumpul-kumpul Jaehwan malam ini.

Woojin. Sejak berkenalan di kantin semester lalu, baru Sohye ketahui belakangan kalau ternyata Woojin adalah teman main kakaknya, Jaehwan. Sejak pertama bertemu pun, Woojin tidak menyembunyikan rasa sukanya pada Sohye. Tentu Sohye senang diperlakukan seperti itu oleh Woojin. Perempuan mana yang tidak akan senang jika diperhatikan? Terlebih oleh seseorang yang juga sudah merebut perhatiannya sejak awal bertemu.

Mereka bahkan sudah resmi berpacaran sekarang, setelah beberapa bulan berkenalan. Tentu saja Jaehwan tidak tahu. Sohye belum berani bercerita. Woojin pun menyambut baik ajakan Sohye untuk Backstreet. Membayangkan kehebohan teman-teman nongkrongnya membuat pemuda itu bergidik ngeri.

Jadi saat mendengar dari Woojin bahwa dia dan teman-temannya akan berkumpul nanti malam, mereka langsung membuat rencana sebegitu rupa agar bisa berkencan sambil belanja makanan.

Hah! Berhasil!

Pekik Sohye dalam hati begitu Jaehwan memutuskan teleponnya dan menyuruhnya bersiap karena sebentar lagi Woojin akan datang menjemput. Segera Sohye berlari ke kamarnya, melempar tas kuliahnya ke sembarang arah dan rusuh berganti baju. Berdandan yang cantik, sebelum Woojin menjemput. Woojin nya!





"Sohye, Kau mau makan dulu sebelum pulang?" Woojin bertanya tanpa menoleh ke arah Sohye. Fokusnya tercuri sepenuhnya pada jalanan dan lalu lintasnya. Jalanan cukup lengang, karena belum jam pulang kantor. Mobil milik Jaehwan meliuk-liuk diantara kendaraan-kendaraan lain di jalan.

Suasana di dalam mobil cukup lengang. Sohye hanya memainkan ponselnya, sementara Woojin fokus menyetir. Woojin sejujurnya bingung. Sejak keluar dari supermarket, Sohye membisu. Padahal tadi baik-baik saja. Waktu mereka berangkat, Sohye bahkan masih menggelayut manja pada lengannya. Sekarang menoleh padanya saja tidak.

"Hye?" ulang Woojin, karena tidak mendapat jawaban dari gadisnya itu.

"Tidak mau, langsung pulang saja, aku tidak lapar." Woojin seketika panik. Sohye menolak makanan adalah pertanda kalau gadis itu sedang marah. Sohye suka makan.

Woojin mengulurkan tangannya untuk mengelus surai hitam Sohye. Berharap dapat melunakkannya. Namun tangannya malah ditepis oleh Sohye.

"Aku salah, Hye, maaf." Woojin sudah panik, dan hal paling aman yang bisa dilakukannya adalah minta maaf. Tidak disangka Sohye justru mendelik marah ke arah Woojin. Woojin menahan napas, bersiap menghadapi omelan gadis bersurai hitam itu.

"Kamu tuh cowok bukan sih, Woojin?!" Benar saja, Sohye meledak. "Kamu peka sedikit, dong!" Lanjut Sohye.

"Iya, Sohye, aku minta maaf."

"Alah, minta maaf terus, tapi diulangi lagi. Basi!" Woojin mulai marah. Dia sudah minta maaf, bahkan untuk kesalahan yang Woojin sendiri tidak tahu apa. Tapi gadis ini malah mengamuk.

"Aku kan sudah minta maaf, hye. Maumu gimana?!"

"Mikir dong! Kamu biarin aku bawa-bawa keranjang selama muter-muter tadi emang enggak berat?!?!"

"Ya kenapa kamu gak minta sih, Hye??? Aku bukan peramal! Kan sudah kubilang berkali-kali. Jangan main kode-kodean denganku. Kita ini lagi pacaran! Bukan main drama perang dunia!!!"

Sohye yang mendengar Woojin meninggikan suaranya makin marah. Pertengkaran mereka berlanjut hingga rumah Sohye.



Sohye mengurung diri di kamar selama Jaehwan dan teman-temannya berkumpul di bawah. Padahal setelah mengenal Woojin, Sohye rajin ikut kegiatan kumpul-kumpul kakak laki-lakinya.

Sedangkan Woojin akhirnya memutuskan tidak ikut berkumpul dengan teman-temannya malam itu.



Malam itu mereka melewati mimpi buruk.

Ponsel yang setiap 10 detik diperiksa untuk datangnya pesan masuk baru.

Mata yang tidak mau terpejam tanpa bayangannya muncul begitu saja.

Pesan yang diketik dan dihapus sebelum sempat terkirim.

Putaran adegan pertengkaran dengan variasi berbeda di setiap putarannya.

Mimpi buruk yang menggerogoti kesadaran. Tapi mereka memilih untuk berkubang.

Rana RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang