present 4

14 1 0
                                    


Sohye mendatangi Fakultas Woojin sambil mengentak-entakkan kaki. Auranya gelap, seperti siap menerkam siapapun yang mengusik gadis itu.

Sohye sudah hapal jadwal kelas Woojin semester ini. Bukan apa-apa, karena memang Sohye yang pagi-pagi buta menyusun jadwal kelas Woojin. Laki-laki itu terlalu pemalas untuk ikut pertarungan mahasiswa berebut dosen seperti itu. Sementara Sohye terlalu ngeri pada masa depan kuliah Woojin jika mendapat dosen susah seperti semester lalu. Hampir NASAKOM.


"Kenapa kau tidak minta pacarmu saja sih?" Sohye menggerutu sambil menggeplak belakang kepala Woojin dengan map plastik berisi tugas sinpemuda yang ketinggalan di tempat fotokopi. Tentu saja Sohye yang mengambilkan dan mengantarkannya ke gedung fakultas Woojin.

"Akan kucatat saranmu, Hye. Dan kulaksanakan kalau sudah punya. Btw, makasih ya." Woojin nyengir, memperlihatkan gingsul khas nya.

"Makanya jangan jadi playboy, dasar cassanova gagal. jadi cassava aja udah." Lucas ikut nimbrung, sambil mendaratkan lengannya ke bahu Sohye. "Anyway, lihat pacar Lucas ga, Hye?"

"Lenganmu berat, kingkong!" Ucap Sohye sambil berusaha menjatuhkan lengan Lucas. "And nope, I don't see her. Doyeon mungkin sembunyi biar ga ketularan jayus darimu."

"Daan, Kim savage Sohye strikes again. Mati, kau!" Woojin tertawa terbahak-bahak.

"Heh, ini terakhir, ya. Kau sebaiknya mencari pacar untuk disuruh-suruh!" Sohye berbalik hendak kembali ke kantin saat suara Woojin memanggilnya lagi.

"Hye! Kalau aku punya pacar, tidak akan kusuruh-suruh! Itu sudah tugasmu!" Dan kemudian gelegar tawa Lucas dan Woojin kembali memenuhi lorong gedung. Mengantar kepergian Sohye yang mukanya makin masam.




"Kak Sohye!" Jeno berlari-lari sebentar mengejar Sohye yang berjalan cepat mengejar kelasnya yang berikutnya.

"Oh, Jeno, kenapa?" Sohye tersenyum manis pada adik tingkatnya itu.

"Ah, tidak, aku ingin minta bantuan kakak. Tolong ajari aku beberapa materi kuliah Prof. Choi." Kata Lelaki yang lebih muda sambil menggosok tengkuknya. Astaga, menggemaskan, pikir Sohye.

"Boleh, kapan kau mau diskusi nya?" Ucap Sohye

"Um, bagaimana jika setelah makan siang? Nanti sekalian kita makan siang bersama, bagaimana?" Suara Jeno yang semakin mengecil pada kalimat terkahir membuat Sohye terkekeh. Tanpa sadar membuat yang lebih muda sedikit jantungan.

"Tentu, tentu. Oh, aku agak buru-buru, Jeno. Aku duluan ya."

"Kakak ada kelas lagi? Semangat, ya. Kujemput kakak nanti di depan kelas."

Sohye tentu menyadari afeksi-afeksi si pemuda kepadanya. Akhir-akhir ini Sohye menyadari ada yang berbeda dari interaksi mereka.

Si pemuda lebih sering meminta ditugaskan lapangan jika ada Sohye. Bukannya Sohye terlalu percaya diri, tapi sering dilihatnya Jeno memberikan seribu alasan untuk tidak tugas lapangan setiap Sohye tidak ada di lapangan.

Sering menawarkan membantu Sohye berbelanja persediaan obat. Tiba-tiba muncul di depan kelas Sohye dan mengajak makan. Dan sebagainya, dan sebagainya.

Dengan begitu banyak afeksi yang ditunjukkan, Sohye boleh kan, jumawa?

Semoga saat Jeno benar-benar menyatakan perasaan padanya, saat itu Sohye berani menghadapi Jaehwan. Tuhan, Sohye lelah kucing-kucingan!

Rana RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang