Bicara memang mudah. Merealisasikannya yang sulit.
Woojin memang tidak pernah kapok. Terbukti 1 minggu setelah kejadian Sohye mengamuk di apartemennya, sekarang Woojin sudah santai jalan dengan Yena.
Yena. Gadis cantik dengan surai coklat panjang itu sudah lama menaruh rasa pada Woojin. Sejak Woojin menemaninya tengah malam mengerjakan laporan praktikum di salah satu gerai makanan cepat saji.
Hari itu sedari sore Yena sudah mengirim pesan di grup kelompoknya, mengajak teman-temannya untuk mengerjakan tugas. Tapi memang anggota kelompoknya tidak punya malu -kata Hyewon- tidak ada satupun yang membalas pesannya. Yena sudah menunggu lama dan hampir menangis malam itu jika saja Woojin tidak datang dan menemaninya.
Sejak saat itu, Yena mulai lebih memperhatikan si pemuda.
Woojin yang baik hati. Woojin yang memiliki gingsul menggemaskan. Woojin yang kadang tampak tidak antusias pada banyak hal, tapi menyimpan energi yang meledak-ledak dalam dirinya.
Yena sering sengaja bergabung dalam kelompok Woojin. Yena sengaja mencari tahu tentang hobi dan keseharian si pemuda. Berusaha memberi perhatian, yang tidak pernah ditolak oleh Woojin.
Yena tahu jika Woojin sudah punya pacar. Tapi kalau Woojin sendiri menyambut perhatiannya, Yena makin tidak imun. Seperti hari ini. Yena meminta Woojin menemaninya pergi mencari buku, dan Woojin mengiyakan dengan ringan.
Ping!
Tidak perlu memeriksa pun, Woojin sudah tahu siapa yang membuat ponselnya tak henti berbunyi dan bergetar. Sohye. Gadis yang sudah menyandang status menjadi pacarnya setelah ditembak Woojin beberapa bulan lalu.
Woojin bisa menebak apa saja isi pesan yang dikirim Sohye. Menanyakan sedang dimana, ngapain, bersama siapa. Bulan lalu, Woojin akan menganggap itu semua sebagai bentuk sayang dari Sohye untuknya. Perhatian-perhatian kecil yang untuk Woojin seorang.
Sekarang? Entahlah, mungkin Woojin sudah bosan. Mungkin sedang jenuh dengan kehidupan akademiknya. Tapi yang pasti, pertanyaan-pertanyaan yang dikirim Sohye mulai mengganggu. Sekarang tidak jarang pesan-pesan itu menjamur dalam notifikasi percakapan yang jarang Woojin buka. Mereka masih sering bertemu. Hal yang tidak bisa dihindari karena mereka satu kampus.
Bisa jadi akan lebih mudah jika mereka putus. Tapi jujur Woojin belum siap. Woojin masih panas dingin jika Sohye mengabari sedang keluar bersama salah seorang teman lelakinya untuk mengerjakan tugas. Atau saat Sohye sedang rapat dengan ukm medis. Karena Woojin tahu Jeno, adik tingkat mereka sudah lama menaruh hati pada Sohye. Sohyenya!
"Jeno, Jeno, arah jam 3, Jen!" Jaemin hampir membuat Jeno tersedak, karena tiba-tiba menepuk punggung Jeno brutal saat pemuda itu sedang makan.
"Apa sih, Jaem. Kalau tersedak gimana?" Jeno menyikut perut kurus Jaemin, mencoba menenangkan si pemuda Na agar dia bisa kembali makan.
"Heh, Kak Sohye arah jam 3!" Jaemin setengah berteriak di telinga Jeno, kesal karena tadi disikut.
Mendengar nama Sohye disebut, Jeno langsung celingukan ke segala penjuru kantin. Membuat Jaemin mendengus kasar dan menggebuk punggung Jeno.
"Arah jam 3! Toleh pelan-pelan, jangan seperti cacing kepanasan! Bikin jijik anak orang!"
Kalau bukan teman sejak ospek, mungkin tenggorokan Jaemin sudah jadi sasaran kekerasan terbatas pemuda yang lebih besar. Sebagai gantinya, Jeno hanya mengumpat pelan. Namun tak urung melaksanakan saran Jaemin dan menoleh pelan ke arah Sohye yang terlihat sedang makan berdua dengan seorang laki-laki yang hanya terlihat punggungnya.
"Ah Sial sekali kau. Sekalinya melihat pujaan hati, rupanya sedang makan dengan pacar." Suara tawa serak Jaemin memenuhi telinga Jeno.
"Tertawalah yang betul! Itu Kak Mark, bukan Kak Woojin!" betul saja, sebentar kemudian lelaki yang makan dengan Sohye menoleh. Lee Mark, rupanya.
"Dekatilah, sana." Jaemin kembali mengompori Jeno, sementara objek keisengannya hanya bergeming.
Sudah 4 bulan. Empat bulan Lee Jeno menaruh hati pada Kim Sohye. Mahasiswa baru bau kencur itu mulai memperhatikan Sohye sejak Lomba olahraga maba antar fakultas. Jeno bermain sepakbola, dan sore itu sial bagi Jeno, kakinya ditabrak cukup keras oleh pemain tim lawan, membuatnya harus dirawat oleh tim Medis.
Atau justru Lee Jeno sedang beruntung? Bertemu dengan Sohye yang merupakan tim medis, dianggap keberuntungan oleh Jeno. Pasalnya si pemuda bisa melihat sisi lain dari kakak senior kecil yang sebelumnya dianggapnya ceroboh itu. Sore itu dengan lembut Sohye merawat cedera adik tingkat satu jurusannya itu. Secara bersamaan menumbuhkan perasaan baru.
Dari Jeno, untuk Sohye.
Berbekal kenekatan dan rasa penasaran terhadap seniornya, Jeno mendaftar menjadi ukm medis fakultas. Padahal tidak punya dasar pengetahuan. Waktu ditanya seniornya, katanya ingin menolong walau cuma bisa angkat tandu. Dasar Nekat.
Sore itu, keberuntungan kembali menghampiri Jeno. Seorang senior memintanya membantu Sohye berbelanja persediaan obat dan p3k. Membuat Lee Jeno sekarang menikmati jarak dekat dengan Sohye.
"Jeno, habis ini kita mampir ke percetakan sebentar, ya. Mau cek banner pesanan kita buat pasar UKM bulan depan." kata Sohye sambil berjuang melepas kaitan helm nya. Tangan Jeno yang gatal langsung saja membantu Sohye. Berharap bisa membuat gadis pujaan jantungan sedikit.
"Helm nya memang susah, kak." Jeno nyengir sambil menyimpan helm ke atas spion motor. "Jadi nanti sekalian ambil banner?" lanjut si pemuda.
"Ya, biar sekali--" Sohye tidak melanjutkan kata-katanya. Pandangan matanya lurus melihat ke seberang jalan di belakang Jeno. Membuat si pemuda tak urung mengikuti arah pandangan Sohye.
Yang dilihatnya membuatnya ikut terperanjat. Park Woojin. Membonceng perempuan lain. Melihat ke arah Sohye dan Jeno dengan pandangan menusuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rana Rasa
FanfictionWoojin menyayangi Sohye Sohye menyayangi Woojin Match made in heaven, right? Right? Or, there are more to this story besides 2 person cares for each other?